umsida.ac.id- “Saya kepingin para mahasiswa cerdas. Saya kepingin Sidoarjo cerdas,” ungkap H. Saiful Ilah SH MHum. Pernyataan tersebut menjadi kalimat pembuka Bupati Sidoarjo dalam memaparkan materi mengenai Kondisi Geologi dan Upaya Revitalisasi Kawasan Strategis Porong Pasca Bencana Luapan Lumpur dan Kerja Sama Pemerintah Badan Usaha (KPBU) sebagai Alternatif Pembiayaan Pembangunan.
Saiful mengungkapkan bahwa Sidoarjo ini kabupaten terkecil di Jawa Timur. “Luasnya kurang lebih 72.000 hektar. Ada 18 kecamatan, 322 desa, 31 kelurahan. Luasan lumpur sekitar 640 hektar,” ujar Bupati Sidoarjo.
Menurut Saiful, Lapindo membeli tanah satu hektar di Desa Reno Kenongo. “Kemudian dibor, tapi keluarnya lumpur di Desa Siring. Begitu lumpurnya keluar, Pak Kapolres nelepon saya. Saya langsung ke lokasi. Saya melihat sendiri,” ungkap Saiful.
Lumpur itu mengandung H2S, lanjutnya, kalau dihirup bisa sesak napas. “Saya dan Pak Amin dibekali tabung dan plastik biar nggak sesak napas. Lumpur lapindo muncul pada tanggal 29 Mei 2006,” tutur Bupati Sidoarjo.
Saiful mengatakan bahwa ada tujuh desa yang terdampak. Tiga desa yang tenggelam, dan empat desa ditenggelamkan.
Mengenai adanya pengeboran kembali oleh perusahaan migas, Saiful menanggapi bahwa semua keputusan ada di pihak pusat perizinan migas. “Semua keputusan dari pusat. Sidoarjo hanya izin lingkungan saja. Keputusan dari pusat juga tidak asal ambil. Memangnya nggak trauma kalau dibor lagi tapi keluarnya lumpur? Perusahaan kan bukan ngebor lumpur, tapi ternyata keluarnya lumpur. Lapindo kan ngebornya migas. Dicatat ini ya,” Bupati Sidoarjo memaparkan.
Saiful mengungkapkan bahwa Lapindo bertanggung jawab atas kasus lumpur. “Sekian dana digunakan untuk mengganti tanah masyarakat.”
Pada waktu lumpur itu masih keluar sedikit, sambungnya, Lapindo sudah berencana menutup. “Ada tiga relief well yang dipancangkan di situ. Namun ternyata rancangan untuk menutup itu terdampak karena adanya ledakan. Lumpurnya meluber ke mana-mana,” pungkas Bupati Sidoarjo.
Penulis: Inka Ayu P