Umsida.ac.id – Saat ini Israel tengah mengalami masa-masa krisis akibat serangan dari Iran yang terbilang cukup besar. Dan dampak dari kejadian ini tak hanya di negara tersebut saja tetapi juga bisa saja menyebar ke negara lainnya.
Lihat juga: Umsida Terus Lantangkan Dukungannya untuk Palestina
Dosen Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida), Dr Kumara Adji Kusuma SFilI CIFP, menyampaikan pandangannya soal potensi dampak yang akan ditimbulkan jika eskalasi konflik Israel dan Iran terus berlanjut.
Dikhawatirkan konflik Israel dan Iran yang juga musuh bebuyutan itu bakal memicu krisis global, terutama di sektor energi, bahkan berpeluang meluas menjadi konflik regional dan menyeret sejumlah negara ikut terlibat secara langsung.
Konflik Israel dan Iran Ancam Kedua Negara

Seperti yang diketahui bahwa konflik Israel dan Iran pecah ketika pasukan Tel Aviv melancarkan serangan udara dengan melibatkan ratusan jet tempur pada Jumat (13/6/2025) dini hari, menargetkan sejumlah fasilitas militer dan nuklir Iran, termasuk menyasar Ibu Kota Negeri Para Mullah itu, Teheran.
Sejumlah tokoh militer termasuk Komandan Tertinggi Korps Garda Revolusi Islam (IRGC) dan beberapa ilmuwan nuklir Iran tewas dalam konflik Israel tersebut.
Merespon hal itu, Pemimpin Tertinggi (Rahbar) Iran Ayatollah Ali Khamenei, hingga Presiden Masoud Pezeshkan menegaskan bakal menanggapi dengan keras. Tak butuh waktu lama, pada Jumat malam, ratusan drone dan rudal Teheran menggempur sejumlah wilayah di Israel, termasuk Tel Aviv, hingga Yerusalem.
Aksi saling serang kedua negara tersebut masih terus berlangsung hingga memakan ratusan korban jiwa dan luka-luka, serta berbagai fasilitas infrastruktur rusak bahkan hancur, baik di sisi Iran maupun Israel.
“Dalam lanskap geopolitik Timur Tengah yang terus bergolak, Israel kembali mengguncang stabilitas kawasan dengan melancarkan serangan udara mendadak ke sejumlah wilayah strategis di Iran, termasuk yang diduga sebagai fasilitas pengembangan nuklir,” ujarnya
konflik Israel – Iran ini, imbuh Dr Adji, yang diberi nama ‘Operation Rising Lion‘, dilakukan secara sepihak dan nyaris tanpa peringatan, seolah menjadi penegasan terbaru bahwa Israel siap bergerak lebih dulu jika menyangkut ancaman eksistensial—khususnya senjata nuklir di tangan musuh bebuyutan mereka yaitu Iran.
“Langkah Israel ini terjadi di tengah kebuntuan diplomatik antara Teheran dan Washington mengenai kelanjutan program nuklir Iran,” tambah doktor lulusan Universitas Airlangga (Unair) itu.
Di saat pembicaraan tidak resmi di Oman mulai menunjukkan tanda-tanda hidup, serangan Israel justru memutus jalur komunikasi dan menciptakan atmosfer baru, bukan negosiasi, tetapi konfrontasi.
Dari sudut pandang Israel, mereka memiliki alasan strategis, intelijen menunjukkan bahwa Iran telah memperkaya cukup uranium untuk membuat sembilan hulu ledak nuklir.
Dalam kacamata Tel Aviv, ini bukan lagi sekadar ancaman potensial, melainkan krisis waktu.
Namun, lanjut dosen pakar Ekonomi Islam itu, dari sisi Iran dan sebagian besar pengamat ‘netral’, memandang dan menilai tindakan Israel sebagai provokasi yang sengaja dirancang untuk menggagalkan proses damai dan memaksakan kehendaknya atas komunitas internasional.
Memaksa Teheran merespons dengan meluncurkan ratusan drone dan rudal ke wilayah Israel sebagai balasan—eskalasi terbuka pertama sejak perang melalui proksi menjadi ciri konflik kedua negara dalam dua dekade terakhir.
Kepala Sekretariat Umsida itu mengungkapkan bahwa dalam kerangka geopolitik yang lebih luas, tindakan Israel dapat dibaca sebagai bentuk doktrin baru di timur tengah, yakni dengan tidak hanya menjaga batas wilayah, tetapi juga menyerang jantung negara musuh bila dianggap perlu.
“Hal ini menggeser batas-batas konvensional konflik regional dan menunjukkan bahwa Israel kini berani melakukan aksi militer terbuka terhadap negara berdaulat tanpa menunggu dukungan formal dari mitra seperti Amerika Serikat,” tuturnya.
Potensi Menyeret Negara Lain untuk Terlibat

Tak hanya itu, Dr Adji berpendapat bahwa posisi AS sebagai sekutu utama Israel juga tengah berada dalam situasi cukup dilematis dan kompleks.
Bahkan, ia mengaku khawatir jika konflik kedua negara tersebut bakal menyeret pasar regional yang melibatkan banyak negara lain.
“Di satu sisi, Washington memahami kekhawatiran Israel atas kemungkinan senjata nuklir Iran. Di sisi lain, aksi militer ini merusak semua upaya diplomasi yang sedang dibangun dan berpotensi menyeret kawasan ke jurang perang besar yang bisa melibatkan kekuatan regional lain seperti Arab Saudi, Suriah, Irak, bahkan Rusia dan Tiongkok dalam dinamika yang lebih rumit,” jelas Dr Adji.
Aksi Israel, tambahnya, juga membawa pesan simbolik tertentu, bahwa mereka tidak akan membiarkan musuhnya mencapai kapasitas nuklir meski hanya sebatas teori, yang pada sisi lain memunculkan pertanyaan tepat tidaknya langkah tersebut.
Lihat juga: Bisakah Islam Membuat Perdamaian? Apa Solusi Konflik Israel-Palestina?
“Namun, strategi ini membawa risiko besar—bukan hanya terhadap stabilitas regional, tetapi juga terhadap masa depan keamanan global. Yang jadi pertanyaan: apakah serangan ini benar-benar mencegah ancaman, atau justru mempercepatnya?” tutup Dr Adji dengan sebuah pertanyaan.
Artikel ini telah tayang di Maklumat.id dengan judul “Konflik Israel – Iran Berlanjut, Ancaman Krisis Global di Depan Mata”