Umsida.ac.id– Rektor Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida) Dr Hidayatulloh MSi menyampaikan tausiyah tentang makna takwa paska Ramadan pada acara silaturahmi dan halal bi halal yang diselenggarakan oleh Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDIKTI) Wilayah 7 Jawa Timur (Jatim), Jumat (19/04/2024).
Acara yang dihadiri oleh keluarga besar LLDIKTI, para profesor dan para rektor di lingkungan wilayah 7 Jatim itu bertempat di ruang Harsono lantai 2 kantor LLDIKTI Jatim.
Makna Takwa Paska Ramadan
Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jatim menyebutkan makna takwa dengan mengutip Al Quran surat Ali Imran ayat 134 yang artinya: “(yaitu) orang-orang yang berinfak, baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Dan Allah mencintai orang yang berbuat kebaikan.”
Ayat itu menyebutkan tiga kata kunci, yaitu infak, menahan amarah, dan memaafkan orang lain. Hidayatulloh lantas menyampaikan kata kunci pertama, yaitu berinfak. “Orang-orang bertakwa itu orang-orang yang gemar berinfak dalam keadaan lapang maupun sempit,” tuturnya.
“Ramadan kemarin kita punya semangat luar biasa untuk berbagi. Solidaritas sosial kita tiba-tiba naik, bukan hanya ibadah kita kepada Allah, tapi kita juga menebar kebaikan kepada sesama manusia,” jelasnya.
Baca juga: Hadiri Halalbihalal LLDikti Wilayah 7 Rektor Umsida Beri Tausiyah Dua Fungsi Manusia
“Kita memberikan makanan berbuka kepada orang yang berpuasa, kita memberi sedekah, kita melakukan bakti sosial, kita memberikan santunan pada anak-anak yatim dan fakir miskin, meningkat luar biasa solidaritas sosial kit aini,” imbuhnya.
“Kata nabi tidaklah dikatakan beriman seseorang kalau dia itu tidak mengintai saudara-saudaranya sebagaimana dia mencintai dirinya sendiri,” sambungnya.
Ramadan kemarin, lanjut dia, kita mempraktikkan dengan memberikan sesuatu kepada orang lain bukan barang sisa, tetapi barang yang sama dengan yang kita konsumsi.
“Kita bahkan juga berbagi uang sampai lebaran, sampai saat ini mungkin di ruangan ini kita masih berbagi uang. Padahal kita juga suka dan kita mau uang itu, tetapi kita juga mau berbagi,” tandasnya.
“Itu adalah wujud keimanan kita kepada Allah yang kita refleksikan dalam kecintaan kita kepada sesama sebagaimana kita mencintai diri kita sendiri, dan tidak ada di antara kita ini yang menyakiti orang lain karena kita tidak mau menyakiti diri kita sendiri,” tegasnya.
“Kita juga tidak berani membuat susah orang lain karena kita berusaha tidak membuat susah diri kita sendiri. Itu adalah bagian dari ciri orang bertakwa pertama,” terangnya.
Kata kunci kedua, Hidayatulloh menambahkan, orang bertakwa adalah orang yang mampu mengendalikan amarahnya yang mampu mengendalikan hawa nafsunya.
Baca juga: Konflik Berkepanjangan, Bisakah Islam Jadi Media Perdamaian Israel-Palestina?
“Ramadan satu bulan itu berhasil memberikan pelajaran luar biasa kepada kita belajar mengendalikan diri kita,” ujarnya.
“Orang tua kepada anak, tidak ada marah-marah. Anak kepada orang tua juga saling menjaga menahan amarah. Juga para pejabat kepada bawahannya, tidak marah-marah itulah pelajaran Ramadan,” tuturnya.
Pengalaman selama satu bulan Ramadan itu, lanjutnya, harus bisa kita proyeksikan pasca Ramadan.
Kata kunci ketiga orang bertakwa adalah orang yang mau memaafkan orang lain. “Suasana idul Fitri itu momentum yang luar biasa, tidak ada sekat secara psikologis di antara kita untuk saling memaafkan,” paparnya.
“Kalau di luar momentum idul fitri kita biasanya takut untuk bertemu, nah, di bulan Syawal itu saling bersilaturahim, satu sama lain saling memaafkan, yang tua yang muda, atasan bawahan semuanya saling memaafkan,” pungkasnya.
Ditulis oleh: Dian Rahma Santoso