Umsida.ac.id – Presiden Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Presma Umsida), Bagus Arif Rizki Refandi, menjadi salah satu delegasi yang mengikuti Sekolah Wawasan Kebangsaan yang diselenggarakan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa Perguruan Tinggi Muhammadiyah Aisyiyah se-Indonesia (BEM PTMA).
Hadir bersama Presma Umsida 2024-2025, Banna Nidham Ulhaq, ia mengikuti acara tersebut pada 8 hingga 10 November 2025.
Lihat juga: Hadiri Kongres PMMBN 2025, BEM Umsida Perkuat Peran Kebangsaan
Bertema “Membentuk Intelektual Profetik yang Berkemajuan untuk Indonesia Berdaulat”, acara tersebut digelar di Balai Penjaminan Mutu Pendidikan (BPMP) DKI Jakarta, Gedung Kementerian Pendidikan DKI Jakarta, serta Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah Menteng.
Sebanyak 165 perwakilan mahasiswa dari berbagai universitas di Indonesia mengikuti kegiatan ini yang juga dihadiri oleh beberapa pembicara nasional dan internasional.
Dalam acara ini, para peserta diberikan wawasan tentang pentingnya peran mahasiswa dalam mewujudkan kemajuan bangsa, dengan fokus pada aspek politik, hukum, dan pembangunan berkelanjutan.
Menggali Makna Wawasan Kebangsaan
Sekolah Wawasan Kebangsaan ini diselenggarakan untuk membangun kesadaran kritis di kalangan mahasiswa terkait masalah politik, hukum, dan pembangunan bangsa.
Bagus yang datang bersama Presma Umsida periode 2024-2025, menyampaikan peran penting para mahasiswa untuk memahami masalah bangsa secara lebih mendalam, baik di tingkat lokal maupun nasional.
“Sebagai mahasiswa, kita dituntut tidak hanya cerdas dalam akademik, tapi juga harus kritis dalam menghadapi isu-isu sosial dan politik yang ada di negara kita,” ujar mahasiswa Prodi Agroteknologi itu.
Hadirkan Banyak Tokoh Nasional

Rangkaian sekolah kebangsaan menghadirkan berbagai tokoh nasional dari unsur pemerintah, akademisi, praktisi, hingga pimpinan organisasi.
Beberapa di antaranya adalah seperti Dr (HC) H Zulkifli Hasan SE MM, Menteri Koordinator Bidang Pangan Indonesia, Bivitri Susanti SH LLM, pakar hukum tata negara, Dr Graal Taliawo SSos MSi, anggota DPD RI, Ir Agung Jaka Raharja, praktisi industri dan pengamat ekonomi, dan Izulfikar Ahmad Tawalla SPd MIkom, Wakil Menteri P2M.
Lalu, ada juga beberapa tokoh Muhammadiyah seperti Kyai Cepu dan Riyan Betra Delza selaku Ketua Umum DPP Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah
Melalui berbagai pandangan tersebut, peserta diajak menelaah kritis isu-isu aktual mulai dari krisis iklim, ketahanan pangan, politik hukum, penegakan hukum, budaya, hingga peran pemuda dalam menjaga kedaulatan bangsa.
Bagus menyampaikan bahwa gaya diskusi selama kegiatan berlangsung sangat hidup, terutama berkat kontribusi mahasiswa dari berbagai daerah yang membawa pengalaman lapangan masing-masing.
Menurut Bagus, salah satu materi yang paling berkesan adalah penjelasan Bivitri Susanti tentang kondisi penegakan hukum di Indonesia.
“Beliau menjelaskan bahwa hukum kita sebenarnya sudah baik, tapi aktualisasi penegakannya masih lemah. Itu jadi PR besar bagi mahasiswa sebagai pengawal demokrasi,” tutur atlet Tapak Suci Umsida itu.
Ia juga menyoroti pesan Kyai Cepu yang menekankan hubungan erat antara budaya dan keislaman.
“Kami diingatkan untuk tidak apatis terhadap budaya. Islam itu tidak bisa dilepaskan dari budaya, begitu pula sebaliknya. Identitas bangsa harus dikenali dan dijaga,” tambahnya.
Keaktifan Mahasiswa dalam Mengkritisi Isu Bangsa
Acara ini juga memberi ruang bagi mahasiswa untuk mengkritisi isu-isu yang berkembang di negara.
Bagus menyampaikan bahwa meskipun terkadang generasi muda apatis terhadap politik, tetapi program ini berhasil menggerakkan mahasiswa untuk lebih aktif berdiskusi dan menyuarakan aspirasi mereka, khususnya dari daerah-daerah yang sering kali terabaikan.
“Seperti yang kita lihat di beberapa zona, banyak mahasiswa dari daerah yang langsung merasakan dampak krisis sumber daya alam, seperti Papua dan Riau. Mereka sangat aktif mengkritisi kebijakan-kebijakan pemerintah yang berhubungan dengan pertambangan dan pengelolaan hutan,” jelasnya.
Program Berkelanjutan di Umsida

Setelah mengikuti kegiatan tersebut, Bagus membawa pulang banyak gagasan yang ingin direalisasikan dalam program kerja BEM Umsida.
“Saya ingin membuat program sekolah kebangsaan atau sekolah politik di kampus. Banyak mahasiswa sekarang cenderung apatis, padahal kita harus mulai memahami isu politik dan kebangsaan dengan cara yang sehat dan edukatif,” tegasnya.
Menurutnya, wawasan kebangsaan perlu menjadi agenda rutin agar mahasiswa lebih memahami dinamika bangsa, sejarah, budaya, serta kebijakan negara.
Lihat juga: Dari Kampus ke Masyarakat, BEM Umsida 2025-2026 Siap Wujudkan Mahasiswa Berdampak
“Program seperti ini bukan hanya penting secara nasional, tapi idealnya bisa diadakan di setiap universitas. Agar mahasiswa bisa menyiapkan diri menjadi generasi yang kritis, berani, dan berintegritas,” ujarnya.
Penulis: Romadhona S.


















