Umsida.ac.id – Selain perekonomian dan perindustrian ternyata problematika pendidikan di masa pandemi juga mengalami dilema yang cukup besar. “Diberlakukannya pembelajaran secara daring (online) membuat Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nasional (Mendikbud), Nadiem Makarim melakukan pembenahan wajah baru dalam pendidikan yaitu dengan dicanangkannya 5 episode ‘merdeka belajar’, mulai dari penataan pada USBN, dana BOS, perihal kampus, Organisasi, hingga para guru,” ungkap Dr. Akhtim Wahyuni M.Ag pada webinar Catatan Akhir Tahun Akademisi Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida), Rabu, (30/12) yang diadakan secara live, dengan menghadirkan berbagai pakar dari semua rumpun pengetahuan.
Ditengah problematika pendidikan di Indonesia yang luar biasa, pada tanggal 23 Oktober 2019 lalu Indonesia telah melantik Menteri Pendidikan dan kebudayaan yang baru, yaitu Nadiem Makarim, dimana saat itu usianya baru sekitar 36 tahun. Usia yang cukup muda untuk memegang roda laju pendidikan di Indonesia.
Bebagai pembenahan dan pmbaharuan yang pak Nadiem lakukan hampir di semua aspek pendidikan, seperti 5 episode ‘merdeka belajar’ yang baru saja ia canangkan, episode pertama yang dilansir melalui youtube resmi Kemendikbud pada 11 Desember 2020 lalu meliputi, pengubahan Ujian Nasional menjadi Assesmen Kompetensi Minimum dan survei karakter, penghapusan Ujian Berstandar Nasional, penyederhanaan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), dan penyesuaian kuota penerimaan peserta didik baru berbasis zonasi.
“Pada pembenahan ini, pak Nadiem melakukan perubahan yang melibatkan semua stakeholder, karena menurutnya pendidikan akan maju bila melibatkan seluruh komponen yang ada di masyarakat,” ungkap salah satu dosen Umsida ini.
Dalam pemaparannya bu Akhtim memberikan penjelasan mengenai perubahan zonasi penerimaan peserta didik baru (PPDB). Sistem zonasi pada tahun 2019 meliputi penambahan kuota jalur zonasi minimal 80 persen dari total 100 persen, adpun sisanya diperuntukkan untuk jalur pindahan dan prestasi. “Adapun sistem zonasi untuk tahun 2020 mengalami pengurangan dari awalnya menjadi 80 persen menjadi 50 persen, dan sisanya diperuntukkan bagi jalur prestasi 30 persen, afirmasi 15 persen, dan 5 persennya untuk pindahan,” jelas pakar pendidikan Umsida tersebut. “Sebenarnya sistem zonasi juga telah ada pada peraturan pendidikan yang dicanangkan oleh Mendikbud sebelumnya, hanya saja dilakukan penambahan pada jumlah presentasi sistem zonasi,” tambahnya.
Tidak hanya pembenahan pada pendidikan di tingkat dasar dan menengah, Mendikbud juga melakukan perombakan di tingkat perguruan tinggi, yaitu dengan dicanangkannya ‘kampus merdeka’. Program kampus merdeka ini memberikan banyak perubahan, mulai dari kemudahan dalam membuka program studi baru, hak belajar tiga semester diluar program studi bagi mahasiswa, Akreditasi Perguruan Tinggi, serta perubahan status menjadi Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum.
Untuk tercapainya pendidikan yang maju, bukan hanya para intelektual yang harus dididik dengan benar, akan tetapi ormas (organisasi masyarakat) juga harus ikut berperan, karena bagaimana pun roda pendidikan di Indonesia juga di pengaruhi oleh beberapa ormas yang besar. Seperti Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah yang ada pada PP Muhammadiyah dan lain-lain.
“Untuk saat ini yang menjadi kunci mutu pendidikan di Indonesia adalah, pada penguatan Sumber Daya Manusia (SDM), dan infrastruktur pendidikan yang harus menjadi prioritas program pemerintah. Selain dua hal tersebut mutu pendidikan di sekolah swasta dan negeri juga harus distandarkan, pendanaan riset pada pendidikan harus ditingkatkan untuk mendobrak pendidikan mutu nasional, kebijakan merdeka belajar perlu dibumikan agar semua komponen memahami akan cita-cita besar untuk memajukan pendidikan di Indonesia,” tuturnya diakhir pemaparan.
Ditulis : Rina Aditia
Edit : Etik Siswati