Umsida.ac.id – Sebagai upaya untuk mencegah antiintoleransi, antikekerasan seksual, antiperundungan, dan antikorupsi di lingkungan perguruan tinggi, Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDIKTI) Wilayah VII Jawa Timur bersama Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida) menggelar workshop untuk angkatan II secara hybrid di Kampus 1 Umsida, Selasa (14/6). Sebanyak 25 perguruan tinggi se-Provinsi Jawa Timur mengikuti secara luring dan 84 perguruan tinggi lainnya mengikuti secara daring.
Acara juga dihadiri oleh Rektor Umsida Dr Hidayatulloh MSi, Warek 1 Umsida Dr Hana Catur Wahyuni ST MT, Kepala LLDIKTI Prof Dr Ir Suprapto DEA, Sub Koordinator Akademik, Riset dan Pengembangan Mayastuti SE MSM, Fany Parosa selaku tim JAGA KPK RI, dan Dr Elfina L Sahetapy SH LLM pakar hukum Universitas Surabaya.
Melalui sambutannya, Rektor Umsida menyambut baik acara ini dan kedatangan para perwakilan dari perguruan tinggi se-Provinsi Jawa Timur. “Tentu kami punya keyakinan semakin banyak sahabat yang hadir di Umsida ini dan kami punya sahabat di luar Umsida akan memberikan dampak yang positif bagi Umsida dan bagi kita semua di masing-masing perguruan tinggi,” tuturnya.
Rektor Umsida juga berharap agar acara ini dapat memberikan dampak positif dan mendorong masing-masing perguruan tinggi untuk bisa mengimplementasikan materi dalam workshop dari LLDIKTI. Selain itu, hal ini juga sebagai ikhtiar untuk membebaskan perguruan tinggi dari intoleransi.
“Ada antiintoleransi, mudah-mudahan kampus kita menjadi kampus yang sangat toleran dari berbagai kelompok, suku, ras, dan agama apapun, antikekerasan seksual, antiperundungan dan antikorupsi. Insya allah kita semua punya komitmen untuk mewujudkan kampus kita bebas dari 4 hal yang kita sebutkan itu,” imbuhnya.
Selanjutnya, Prof Dr Ir Suprapto DEA, Kepala LLDIKTI melalui sambutannya sekaligus membuka acara, mengatakan LLDIKTI berinisiatif untuk melaksanakan 4 hal; antiintoleransi, antikekerasan seksual, antiperundungan, dan antikorupsi. Ini menjadi komitmen yang seterusnya ingin dibabat oleh LLDIKTI untuk bisa selesai di ranah perguruan tinggi.
“Beberapa hal memang sering kita dengar, jangan korupsi, jangan melakukan kekerasan seksual, dan seterusnya, gampang dikatakan, tapi sulit dilaksanakan. Apalagi masuk di lingkungan kampus yang mana harus bersih dari anti-anti tadi. Kalau sudah masuk di kampus, maka impresi kampus bukan baik lagi. Karena satu orang melaksanakan satu saja, maka kampus akan tidak nyaman,” jelasnya.
Dan dalam kesempatan tersebut, Fany Parosa juga memperkenalkan salah satu aplikasi JAGA (Jaringan Pencegahan Korupsi) yang menjadi langkah konkrit LLDIKTI untuk memperbaiki sistem, sehingga dapat melakukan transparasi pada kasus kekerasan seksual, perundungan, korupsi, dan intoleransi. Ia juga menyebut peran akademisi di antaranya sebagai pusat inovasi dan penelitian, pusat pengajaran antikorupsi, dan sebagai penggerak. (Shinta Amalia/Etik)
*Humas Umsida