Umsida.ac.id – Salah satu dosen Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida), yakni Dr Dian Rahma Santoso MPd terpilih menjadi salah satu panelis dalam debat ketiga calon walikota dan wakil walikota Mojokerto di Hotel Ayola Sunrise Mall kota Mojokerto pada Sabtu malam, (16/11/2024).
Lihat juga: Menilik Kesiapan Pilkada Sidoarjo 2024, Ini Kata Pakar Politik Umsida
Dosen yang akrab disapa Miss Dian itu dipilih oleh salah satu tim Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Mojokerto yakni Suwaji. Ia dipercaya menjadi panelis sebagai seorang akademisi yang tidak memiliki hak pilih di kota Mojokerto dan bisa bersikap netral.
Mereka menjadi panelis dalam debat yang mempertemukan dua paslon walikota dan wakil walikota Mojokerto yaitu Junaedi Malik – Chusnun Amin sebagai paslon nomor urut 1, dan Ika Puspitasari – Rachman Sidharta Arisandi sebagai paslon nomor urut 2.
Wajib Bersikap Netral
“Di sini tidak ada persyaratan khusus. Mereka mencari panelis yang benar-benar netral. Dan saya juga bukan warga Mojokerto sehingga saya tidak memiliki hak pilih di sini. Oleh karena itu, semua panelis kemarin juga sama-sama dari luar kota,” ujar Dr Dian.
Selain Dr Dian, ada pula empat panelis lainnya yang memiliki latar belakang sebagai akademisi dan pengusaha.
Mereka adalah Kusfandian SPd, seorang Business Development Manager di K-Appraisal Cabang Surabaya, Dr Taufik Alamin SS MSi selaku Ketua LP2M IAIN Kediri, Dr Agus Machfud Fauzi MSi sebagai Koordinator Prodi Sosiologi Fisipol Universitas Negeri Surabaya, dan Wakil Rektor III Unesa yakni Dr Bambang Sigit Widodo MPd.
Momen ini merupakan pengalaman pertama Dr Dian sebagai panelis. Awalnya, ia sempat merasa sedikit takut dan khawatir lantaran pada debat kedua, ada pertanyaan yang dianggap tidak sesuai dengan data kota Mojokerto.
“Jadi ia mengambil data dari kabupaten Mojokerto. Sedangkan debat ini adalah debat calon walikota dan wakil walikota Mojokerto. Untuk orang yang baru pertama kali berpartisipasi dalam momen seperti ini, saya merasa sedikit grogi,” ujarnya.
Melakukan Riset dari Banyak Sumber
Debat ketiga calon walikota dan wakil walikota Mojokerto kali ini mengusung tema Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat dan Meningkatkan Pelayanan Masyarakat.
Berkaca dari pengalaman debat kedua, dosen prodi Pendidikan Bahasa Inggris (PBI) itu semakin mempelajari data-data yang akan ia ajukan sebagai pertanyaan kepada paslon walikota Mojokerto.
Mulai dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) hingga Rencana Pembangunan Daerah (RPD) kota Mojokerto.
Dr Dian menjelaskan, “Menjadi panelis kita tidak boleh mengkritisi agar tidak dianggap memihak. Jadi pertanyaan yang diajukan harus senetral mungkin. Bahkan kami sebagai panelis saling menganalisis pertanyaan satu sama lain agar tidak ada kata-kata yang cenderung mengkritisi,” terangnya.
Karena sebagai akademisi, Dr Dian merasa bahwa ia dan rekan-rekannya terbiasa untuk mengkritisi mulai dari hasil penelitian hingga tugas mahasiswa, yang tentu tidak diperkenankan untuk dilakukan di momen ini.
Selain itu, ia bersama para panelis lainnya juga melakukan kroscek pendataan agar tidak salah data ketika disampaikan kepada paslon saat debat. Karena jika ada kesalahan data, menurutnya, maka akan dianggap menyudutkan salah satu paslon.
Panelis Menilai dari Sudut Pandang Akademisi
Yang dibahas pada debat kali ini adalah bagaimana ia sebagai akademisi melihat dari perspektif lain.
“Kami diminta untuk merumuskan permasalahan terkait masyarakat yang relevan dengan tugas kami sebagai akademisi yang mengabdi kepada masyarakat dan juga visi Umsida untuk mensejahterakan masyarakat,” ujar dosen lulusan S3 Universitas Negeri Malang itu.
Menjadi panelis, Dr Dian bertugas untuk merumuskan pertanyaan-pertanyaan untuk kedua paslon, baik untuk calon walikota maupun wakil walikota.
Masing-masing panelis menyiapkan dua pertanyaan yang membahas tentang kesejahteraan masyarakat dan juga tentang pelayanan masyarakat.
Dan ternyata, merumuskan pertanyaan itu bukanlah hal yang mudah menurut Dr Dian. Karena dalam merumuskan satu pertanyaan saja, sudah berbeda dengan mengkritisi mahasiswa.
“Untuk memberikan pertanyaan kepada paslon, kita memberikan deskripsi terlebih dahulu baru memberikan pertanyaan. Nah, dalam deskripsi inilah tidak boleh ada kata-kata yang cenderung menyudutkan dan mengkritisi,” ujar ibu tiga anak tersebut.
Selain itu, menyusun pertanyaan juga mengharuskannya mengorbankan banyak waktu untuk melakukan riset. Ia juga harus membaca pertanyaan yang telah dibuat berkali-kali karena saat pembacaan pertanyaan terdapat batas waktu tertentu.
Menjadi salah satu bagian krusial dalam menjalankan pesta demokrasi kota Mojokerto, Dr Dian mengaku senang karena bisa merasakan euforia debat secara langsung.
Walaupun ia menyayangkan satu hal karena salah satu paslon menyatakan mundur dari debat lantaran dalam peraturan tidak diperbolehkan bagi paslon untuk membawa catatan.
Dr Dian mengungkapkan, “Walaupun peran kita tidak begitu dominan, tapi dengan turut merumuskan pertanyaan untuk paslon merupakan hal yang amazing. Apalagi saya bertemu orang-orang yang berpengalaman menjadi panelis,” tukasnya.
Lihat juga: Pemberlakuan Izin Cuti Kampanye untuk Anggota DPRD, Efektif Kah?
Menurut Dr Dian, kesempatan ini merupakan salah satu bentuk kepercayaan KPU kota Mojokerto kepadanya untuk turut mengambil peran dalam pesta demokrasi kota onde-onde itu.
Penulis: Romadhona S.