Umsida.ac.id – Selain perwujudan ketaatan kepada Allah Swt, dalam kontek kesehatan, puasa seseorang dapat membantu proses pembersihan sel (autofagi), pembakaran lemak (liposis), meningkatkan efek anti penuaan, dan berbagai manfaat neurologis.
Dengan kata lain, puasa bisa bermanfaat bagi peningkatan kekuatan otak dan menjaga tubuh untuk tetap awet muda.
Lihat juga: Bagaimana Agar Puasa Ramadan Lebih Seru Bagi Anak? Dosen Umsida Bagikan 6 Tipsnya
Longo dan Mattson, dalam bukunya “Fasting: Molecular Mechanisms and Clinical, mencatat dari beberapa pengalaman para narasumber seperti Diane Z Chicago II dan Scott J, Minneapolis, MN, menjelaskan bahwa puasa yang telah dilakukan dapat meningkatkan energi dalam otak untuk meningkatkan daya fokus, menyelesaikan masalah dalam otak, serta dapat memiliki pikiran yang lebih jernih.
Hasil observasi ini mengingatkan kita pada hadits Rasulullah yang saya cantumkan pada tulisan sebelumnya yakni:
الصِّيَامُ جُنَّةٌ فَلاَ يَرْفُثْ وَلاَ يَجْهَلْ
Artinya: Puasa adalah perisai; maka janganlah berkata kotor atau berbuat kebodohan.
Puasa Lebih Bisa Mengendalikan Emosi
Pikiran yang jernih mengakibatkan seseorang yang benar-benar berpuasa mudah menjaga lisannya dari perkataan atau ucapan yang tidak bermanfaat atau tidak mengandung kebaikan.
Terlebih jika melibatkan dosa seperti ghibah (menggunjing) fitnah, atau ucapan yang mengandung kebohongan.
Perkataan yang tidak senonoh yang mengandung hal-hal yang berbau keji, vulgar atau mengandung pronografi, dan perkataan yang kasar atau menghina yang dapat menyakiti perasaan orang lain. Mencaci maki atau menghina.
Sementara perbuatan kebodohan tercerminkan sebagai pribadi yang mudah marah, tidak mampu mengendalikan emosinya, tidak mampu menghindari tindakan tidak terpuji, serta tidak dapat menjaga ketenangan jiwa serta akhlak yang baik.
Hal ini diakibatkan oleh tiga area dalam otak seperti Korteks Prefrontal Ventromedial (VMPC), Amigdala dan Korteks Cingulate Anterior (ACC), tidak mampu bekerja secara maksimal.
Ketiga area dalam otak tersebut seperti Korteks Prefrontal Ventromedial (VMPC) merupakan area penting dalam mengelola emosi, control impuls dan pengambilan keputusan sosial.
Melemahnya pada area ini mengakibatkan penurunan empati dan kesulitan dalam pengambilan keputusan yang berdampak pada dilemma moral seseorang.
Area Amigdala juga bertanggung jawab terhadap kontrol emosi, termasuk rasa takut dan respon terhadap rangsangan sosial.
Disfungsi amigdala cenderung menunjukkan kurangnya rasa empati seseorang. Dan area Korteks Cingulate Anterior (ACC) merupakan area dalam otak yang membantu dalam pemrosesan konflik antara norma sosial dan perasaan pribadi.
Area ini aktif saat individu harus memilih antara dua opsi perilaku moralitas atau amoral.
Mental Manusia Lebih Kuat Saat Puasa
Dari sudut pandang teori evolusi, jika makanan dalam tubuh langka dan sulit didapat, secara otomatis tubuh kita kekurangan kalori maka otak akan mempertahankan atau bahkan meningkatkan kemampuannya.
Laura Hillenbrand dalam karya novelnya “Unbroken” menggambarkan pengalaman para tawanan perang Amerika di Jepang selama Perang Dunia II.
Saat kelaparan yang ekstrem, para tawanan mengalami kejernihan mental yang menakjubkan yang oleh mereka sendiri dipahami sebagai akibat kelaparan.
Satu orang mampu mempelajari Bahasa Norwegia hanya dalam waktu kurang dari satu pekan. Yang lain mengisahkan dirinya “membaca” seluruh buku dari ingatan.
Manusia, sama lazimnya mamalia, mengalami peningkatan aktivitas mental ketika lapar dan penurunan ketika kenyang.
Kita mungkin pernah mengalami ‘koma pikiran’ karena kekenyangan. Ketika jumlah darah yang mengalir ke sistem pencernaan meningkat guna mencerna semua makanan dalam perut kita, maka sejumlah darah yang mengalir ke otak berkurang.
Itulah yang terjadi pada otak kita selama berpuasa, darah yang mengalir ke otak kitas semakin banyak akibat berkurangnya darah ke pencernaan karena tidak ada makanan yang diolah di saluran pencernaan.
Penyakit Otak Bisa Berkurang
Namun efek neurologi puasa tidaklah terbatas pada waktu ketika kita benar-benar meninggalkan makanan.
Puasa juga dapat menurunkan neuron terkait usia dan lebih sedikit penyakit Alzheimer, penyakit Parkinson, dan penyakit Huntington.
Berbagai penelitian dilakukan terhadap manusia berpuasa menemukan manfaat neurologis serupa.
Karena puasa jelas membatasi kalori, di wilayah inilah puasa dan pengurangan konsumsi kalori sebesar 30%, berakibat pada memori meningkat secara signifikan serta aktivitas sinaptik dan elektrik dalam otak juga mengalami peningkatan.
Selain itu, kadar insulin memiliki hubungan terbalik dengan memori. Semakin rendah kadar insulin, semakin besar peningkatan memori.
Di sisi lain, indeks masa tubuh yang lebih besar berkaitan dengan menurunnya kemampuan mental dan berkurangnya aliran darah ke wilayah-wilayah otak yang terlibat dalam perhatian, focus, penalaran, serta pemikiran yang lebih kompleks, abstrak termasuk area Korteks Prefrontal Ventromedial (VMPC), Amigdala, dan Korteks Cingulate Anterior (ACC).
Puasa Dapat Membersihkan Sel
Manfaat lain dari pelaksanaan ibadah puasa adalah terjadinya proses autofagi, yakni suatu proses pembersihan sel.
Ia adalah proses membongkar, mendaur ulang komponen-komponen sel secara terkendali dan teratur ketika tidak ada lagi energi yang cukup untuk bagi sel-sel menua, sakit, dan rusak, untuk menyokongnya.
Ketika bagian sel-sel yang menua, rusak, dan sakit sesudah dibersihkan, tubuh kita memulai proses pembaruan.
Jaringan dan sel baru dibangun untuk mengganti jaringan dan sel yang rusak. Dan ini hanya terjadi jika bagian-bagian yang lama dibuang terlebih dahulu.
Saat berpuasa tubuh kita berada dalam keadaan pembaruan terus-menerus.
Sementara kita terkadang berfokus pada pertumbuhan sel baru dengan menggunakan obat/kimia impulsion, kita lupa bahwa langkah pertama dalam pembaruan sel adalah menghancurkan mesin lama sel yang sudah rusak.
Sehingga proses apoptosis maupun autofagi sangat diperlukan oleh tubuh agar dapat bekerja dengan baik.
Peningkatan kadar glukosa, insulin, dan protein mengakibatkan terhentinya autiofagi. Artinya, ketika kita memakan karbohidrat atau protein berlebih, insulin dilepaskan, dan naiknya kadar insulin, atau bahkan asam amino dari pemecahan protein yang dicerna, mengaktifkan lintasan mTOR sehingga menekan autofagi.
Sebaliknya, ketika mTOR tidak aktif – ketika tidak dipicu oleh meningkatnya kadar insulin atau asam amino dari makanan yang dicerna – autufagi mendapatkan dukungan.
Karena tubuh merasakan ketiadaan gizi sementara, ia mesti memprioritaskan bagian-bagian sel mana yang akan dipertahankan.
Bagian sel yang paling tua dan aus dimusnahkan, dan asam amino dari bagian sel yang dihancurkan itu dikirim ke hati, yang menggunakannya untuk membuat glukosa selama gluconeogenesis.
Asam amino tersebut juga bisa disatukan ke dalam protein baru. Penting diperhatikan bahwa tidak aktifnya mTOR hanya terkait dengan ketersediaan gizi jangka pendek dan bukan kehadiran simpanan energi, seperti glikogen hati atau lemak tubuh.
Apakah tubuh memiliki simpanan energi tidaklah relevan bagi mTOR sehingga tidak relevan juga bagi autofagi.
Autofagi juga berperan penting dalam mencegah penyakit Alzheimer, yang ditandai oleh akumulasi abnormal protein amyloid beta (Aβ) di dalam otak, dan diyakini bahwa akumulasi ini pada akhirnya akan menghancurkan koneksi synaptik di area kognisi dan memori.
Normalnya gumpalan-gumpalan protein Aβ dihilangkan oleh autofagi, sel otak mengaktifkan autofagosom, truk sampah internal sel, yang menelan protein Aβ yang ditargetkan untuk dihilangkan dan mengeluarkannya.
Dengan begitu ia bisa dihilangkan oleh darah dan didaur ulang menjadi protein lain atau diubah menjadi glukosa, tergantung pada kebutuhan tubuh.
Namun pada penyakit Alzheimer, autofagi mengalami gangguan dan protein Aβ tetap berada dalam sel otak, tempat ia menumpuk dan akhirnya memunculkan gejala-gejala klinis penyakit Alzheimer.
Oleh karena itu, rangsangan kuat terhadap autofagi diketahui hanya dengan berpuasa. Berpuasa di bulan Ramadhan khususnya akan membersihkan tubuh dari puing-puing sel yang tidak sehat dan tidak diperlukan.
Dan berpuasa selama satu bulan dibulan Ramadhan merupakan proses pembersihan yang lebih panjang atau kerapkali disebut dengan proses detoksifikasi dalam tubuh kita.
Lihat juga: Makna Puasa, Tak Hanya Godaan Lapar dan Haus Saja
Rasulullah dalam hal ini telah memberikan inspirasi kepada umatnya (صُومُوا تَصِحُّوا – Berpuasalah, niscaya kamu akan sehat (HR. Imam Ahmad dalam Musnadnya nomor: No. 16333) – bersambung
Penulis: Rahmad Salahuddin TP SAg MPdI