Umsida.ac.id – Saat memperingati Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) 2025, Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek) mengubah arah pengembangan program Kampus Merdeka menjadi pendekatan baru bertajuk ‘Kampus Berdampak’.
Lihat juga: MBKM Insight, Jelaskan 6 Program Flagship Kementerian Pendidikan
Perubahan ini dilakukan berdasarkan hasil evaluasi yang menemukan adanya berbagai kelemahan dalam relevansi dan efektivitas pelaksanaan Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM).
Perbedaan Kampus Berdampak dan Kampus Merdeka
Kampus berdampak merupakan program kelanjutan dari kampus merdeka. Program ini akan lebih condong pada peran kampus yang lebih berdaya dan berdampak langsung ke masyarakat dan Dunia Usaha dan Dunia Industri (DUDI) untuk mendukung pembangunan nasional.
“Program ini akan menjadikan kampus sebagai solusi atas permasalahan di masyarakat. Kalau MBKM lebih ke bagaimana kampus mendapatkan manfaat ilmu dari DUDI. Tapi ketika sudah mendapatkannya, seharusnya kampus bisa memberikan dampak kepada masyarakat,” ujar Dr Sigit Hermawan SE MSi.
Oleh karena itulah, imbuh Direktur Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (DRPM Umsida), Kampus Berdampak hadir agar ilmu yang didapatkan para akademisi bisa langsung menjangkau masyarakat.
“Misalnya masalah kesehatan, kampus bisa mengerahkan apa yang dimiliki di bidang kesehatan agar bisa memberikan solusi terhadap permasalahan kesehatan masyarakat,” katanya.
Dengan begitu mereka bisa benar-benar memberikan dampak pada industri dan masyarakat. Berbeda dengan program MBKM yang lebih menguntungkan kebebasan mahasiswa.
Oleh karenanya, mahasiswa harus memiliki bekal riset dan potensi kampus yang memadai untuk diterapkan ke masyarakat.
Menurutnya, program ini lebih menekankan pada kesiapan kampus sebelum ke masyarakat agar solusi yang ditawarkan lebih bermanfaat.
“Orientasinya sudah berbeda. Sebelumnya, yang dipilih mungkin industri besar, sedangkan di program terbaru, mahasiswa bisa memilih tempat yang benar-benar membutuhkan solusi,” terang dosen Program Studi Akuntansi itu.
Dengan adanya Kampus Berdampak, imbuhnya, masyarakat sudah pasti menjadi bagian dari kebermanfaatan program karena kampus menjadikan riset dan inovasi sebagai tulang punggung kampus berdampak.
Tantangan dan Cara Perguruan Tinggi Terapkan Kampus Berdampak
Wakil Ketua Bidang Hukum & Etika Bisnis Kadin Sidoarjo itu menerangkan bahwa perguruan tinggi memiliki tantangan dalam hal riset dan inovasi yang benar-benar dibutuhkan masyarakat.
“Jadi bagaimana kampus bisa memetakan apa saja yang menjadi permasalahan di masyarakat, memikirkan solusinya, dan memiliki grand design terhadap apa saja yang bisa dikembangkan di kampus dan diterapkan di masyarakat,” terang Dr Sigit.
Lalu, bagaimana Umsida menerjemahkan program Kampus Berdampak ini?
Umsida memiliki dua pendekatan dalam menerapkan program Kampus Berdampak, yaitu secara kelembagaan dan secara individu.
Secara kelembagaan, Umsida sudah menerapkan beberapa konsep Kampus Berdampak ini. Umsida harus memiliki riset abdimas dan inovasi yang bisa langsung diterapkan.
Untuk riset, Umsida sudah berada di taraf pengembangan, hilirisasi, dan komersialisasi.
Oleh karena itu, Umsida sudah menerapkan beberapa kegiatan yang selaras dengan program Kampus Berdampak.
Misalnya KKN Umsida yang berfokus pada beberapa sektor potensial di desa seperti wisata, ekonomi, kesehatan, dan pendidikan.
“Misalnya KKN di desa Wonoplintahan, Pasuruan yang dijadikan sebagai desa wisata. Wisata tersebut bisa juga menghidupkan ekonomi daerah tersebut,” ujar doktor lulusan Unair itu.
Tak hanya menginisiasi adanya desa wisata, Umsida juga mengembangkan potensi tersebut melalui berbagai program di tiap semesternya, baik itu KKN atau kegiatan abdimas lainnya.
Secara individual, dosen harus memiliki konsep dan aplikasi agar dirinya menjadi dosen yang berdampak.
Saat abdimas, dosen bisa mengusulkan berbagai permasalahan yang dihadapi masyarakat untuk menjadi topiknya.
“Seperti pendampingan UMKM kepada pelaku usaha yang belum memiliki izin usaha seperti NIB, sertifikasi halal, PIRT, dan lainnya,” terangnya.
Menurutnya, hal ini membutuhkan kesadaran dari para dosen agar kegiatannya bisa berdampak kepada masyarakat.
“Umsida menjaga keseimbangan antara mendorong dampak sosial dan menjaga kualitas akademik. Riset dan abdimas akademi dosen harus berkaitan dengan SDGs yang memiliki dampak sosial,” tutur pakar Ilmu Ekonomi itu.
Dengan begitu, katanya, dosen tetap bisa menjaga kualitas risetnya dengan mengaitkan antara riset dan 17 tujuan SDGs.
Dr Sigit berkata bahwa ini menjadi tantangan tersendiri. Yang selama ini sudah dilakukan oleh lembaga dan dosen, harus difokuskan lagi pada dampak dan solusi untuk masyarakat.
DRPM Umsida akan memberikan fokus yang lebih besar terhadap riset dan abdimas yang bisa langsung menyelesaikan permasalahan masyarakat.
Hal tersebut akan menjadi transformasi kampus yang lebih berdaya dan berdampak. Setelah ia mengamati berbagai penjelasan Kementerian, memang lebih pada persan riset, inovasi, dan abdimas bisa menjadi dampak.
Lihat juga: 9 Mahasiswa MBKM KKN-T Kembangkan Wisata Kampung Samiler dan Buat Sertifikat Halal untuk UMKM
“Insya Allah Umsida siap mengawal program tersebut terutama pada permasalahan masyarakat melalui pemetaan riset dan abdimas dan menjadikan hal tersebut lebih siap menjadi solusi permasalahan masyarakat,” tutup Dr Sigit.
Penulis: Romadhona S.