Umsida.ac.id – Presiden Prabowo Subianto bertemu dengan pendiri Microsoft sekaligus tokoh filantropis, Bill Gates di Istana Merdeka pada 7 Mei lalu.
Dalam pertemuan tersebut, kedua tokoh itu membahas berbagai hal, salah satunya yaitu tentang dijadikannya Indonesia sebagai tempat uji klinis vaksin TBC atau Tuberkulosis yang telah dikembangkan oleh Bill Gates bersama Melinda Gates Foundation.
Lihat juga: Terkait Produk Skincare Ilegal, Dokter Umsida Sebut Masyarakat Masih Kurang Teredukasi
Mengutip dari pernyataan Menteri Kesehatan Indonesia, Budi Gunadi Sadikin, Indonesia dipilih sebagai negara uji coba vaksin TBC ini adalah karena Indonesia merupakan negara kedua dengan pengidap TBC terbanyak di dunia setelah India.
Selain itu, TBC juga merupakan salah satu penyakit menular pembunuh nomor satu di Indonesia.
Setelah dipilih menjadi negara yang akan dijadikan uji klinis vaksin TBC, banyak warganet yang mengungkapkan kekhawatirannya Karena merasa seperti “kelinci percobaan” dalam penerapan vaksin ini.
Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (FK Umsida), dr Dzulqarnain Andira MH menanggapi isu ini dari beberapa perspektif medis.
4 Prinsip Uji Klinis Vaksin TBC Secara Bioetik

Dalam konteks bioetik, ia mengatakan bahwa pelaksanaan uji klinis vaksin TBC harus mematuhi empat prinsip utama, yaitu:
1. Autonomi (Respect for Persons)
Setiap partisipan harus memberikan persetujuan yang diinformasikan (informed consent) secara sukarela, tanpa tekanan, dan dengan pemahaman penuh tentang risiko dan manfaat yang terkait.
2. Kebajikan (Beneficence)
Penelitian harus dirancang untuk memaksimalkan manfaat bagi partisipan dan masyarakat, serta meminimalkan potensi risiko.
3. Non-Maleficence
Penelitian tidak boleh menyebabkan bahaya yang tidak perlu kepada partisipan.
4. Keadilan (Justice)
Pemilihan partisipan harus adil, dan hasil penelitian harus memberikan manfaat yang setara bagi semua kelompok yang terlibat.
Syarat Uji Klinis Vaksin TBC dari Sisi Medikolegal

Sedangkan dari sudut pandang medikolegal, dokter pakar Ilmu Humaniora Kedokteran itu menjelaskan bahwa pelaksanaan uji klinis di Indonesia harus mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Misalnya dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan yang mengatur tentang penyelenggaraan penelitian dan pengembangan di bidang kesehatan.
“Pelaksanaan uji klinis vaksin TBC ini telah mendapatkan persetujuan dari Komite Etik Penelitian dan telah melalui proses evaluasi yang ketat,” ujar dr Dzul.
Namun, imbuhnya, penting untuk memastikan bahwa semua prosedur hukum dan etika tetap dipatuhi sepanjang penelitian berlangsung.
Untuk memastikan bahwa pelaksanaan uji klinis ini sesuai dengan prinsip bioetik dan medikolegal, dr Dzul merekomendasikan beberapa hal, seperti:
1. Transparansi Informasi
Pihak penyelenggara harus menyediakan informasi yang jelas dan mudah dipahami kepada masyarakat mengenai tujuan, prosedur, risiko, dan manfaat dari uji klinis ini.
2. Pengawasan Independen
Penerapan vaksin ini harus melibatkan lembaga pengawas independen untuk memantau pelaksanaan uji klinis dan memastikan kepatuhan terhadap standar etika dan hukum.
3. Keterlibatan Komunitas
Masyarakat lokal hendaknya dilibatkan juga dalam proses perencanaan dan pelaksanaan uji klinis untuk membangun kepercayaan dan memastikan bahwa penelitian ini sesuai dengan nilai-nilai budaya setempat.
4. Akses terhadap Hasil
Memastikan bahwa jika vaksin ini terbukti efektif dan masyarakat Indonesia mendapatkan akses yang adil dan terjangkau terhadap vaksin tersebut.
“Pelaksanaan uji klinis vaksin TBC M72/AS01E di Indonesia merupakan langkah penting dalam upaya global untuk mengatasi penyakit TBC,” katanya.
Lihat juga: Dosen FKG Umsida Soroti Krisis Kesehatan Gigi dan Minimnya Dokter Gigi di Indonesia
Akan tetapi, dr Dzul berpendapat bahwa keberhasilan penelitian ini tidak hanya ditentukan oleh hasil ilmiah, tetapi juga oleh kepatuhan terhadap prinsip-prinsip etika dan hukum yang melindungi hak dan kesejahteraan partisipan.
Penyunting: Romadhona S.