Umsida.ac.id – Kasus temuan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yang mengungkap peredaran obat herbal ilegal mengandung bahan kimia berbahaya menjadi perhatian publik.
Fenomena ini menunjukkan bahwa kepercayaan masyarakat terhadap obat herbal semakin tinggi, tetapi tidak dibarengi dengan pemahaman yang tepat mengenai keamanan konsumsi dan regulasi kesehatan.
Lihat juga: Terkait Produk Skincare Ilegal, Dokter Umsida Sebut Masyarakat Masih Kurang Teredukasi
Obat Herbal Bukanlah Obat Utama
Menanggapi isu ini, dr Aldilatama Herisulistyo, dosen Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida), menegaskan bahwa masyarakat perlu memahami perbedaan antara obat herbal terstandar dan obat herbal ilegal.
Ia menekankan bahwa medis menyarankan konsumsi suatu jenis obat berdasarkan EBM (Evidence Based Medicine) atau pengobatan yang berdasarkan bukti ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan secara luas pada manusia dari jenis herbal sebagai terapi komplementer atau saling melengkapi, bukan alternatif apalagi pengganti obat utama.
“Sehingga konsumsi herbal yang aman dapat beriringan dengan obat utama pada tatalaksana pengobatan suatu penyakit,” terangnya.
Mengapa Peredaran Obat Herbal Ilegal Masih Marak?

Peredaran obat herbal ilegal yang tidak memiliki izin BPOM disebutnya dipengaruhi oleh dua faktor utama.
Yang pertama yakni tingginya permintaan dan lemahnya literasi kesehatan.
Di sisi lain, alur distribusi obat ilegal bergerak lebih cepat baik secara konvensional (jual beli luring di toko fisik secara diam-diam) maupun digital (toko daring).
Kecepatan tersebut, kata dr Aldi, membuat obat herbal ilegal tidak melalui uji keamanan BPOM selaku perwakilan pemerintah dalam menjamin keamanan suatu bahan makanan maupun obat yang beredar di Indonesia.
Selain itu, dr Aldi menilai bahwa strategi pemasaran produk herbal sering memainkan narasi emosional, seperti “alami lebih aman”, “tidak ada efek samping”, hingga “lebih sesuai dengan budaya ketimuran”.
Padahal, justru produk yang tidak mencantumkan efek samping, komposisi jelas, dan interaksi obat adalah produk yang paling perlu diwaspadai.
Efek Samping dan Resiko Interaksi
Menurut dr Aldi, pada dasarnya obat herbal juga merupakan jenis obat yang tersusun dari unsur kimia, sama-sama memiliki efek samping apabila dikonsumsi sebagai terapi.
“Contohnya obat batuk herbal yang sudah terstandar. Itu juga memiliki efek alergi apabila dikonsumsi pada mereka yang memiliki bakat alergi terhadap bahan kandungan di dalam produk itu,” tuturnya.
Itu juga, imbuh dr Aldi, juga dapat terjadi pada obat batuk medis yang sudah lebih dahulu diteliti keamanan dan khasiatnya pada manusia secara luas.
Obat herbal juga memiliki efek jangka pendek dan jangka panjang.
Pada jangka pendek, jelasnya, obat herbal dapat berinteraksi dengan obat medis sehingga menyebabkan kegagalan terapi.
“Misalnya obat medis warfarin yang berinteraksi dengan obat herbal ginkgo biloba yang dapat memperlama efek pengenceran darah hingga menjadi perdarahan yang mengancam nyawa,” ungkapnya.
Sedangkan pada jangka panjang, obat herbal dapat menyebabkan keracunan pada ginjal hingga menyebabkan gagal ginjal.
Obat herbal yang tidak terolah secara baik secara OHT (obat herbal terstandar), berpotensi memakai bahan yang diolah dengan sembarangan.
“Misal saja diambil dari area tanam yang mengandung logam berat. Hal ini berbahaya bagi tubuh manusia,” tutur dosen yang sedang menyelesaikan pendidikan di bidang Magister Biomedis FK Unair itu.
Ia mengutip studi oleh Zhaoliang Hu, dkk, pada 2024, membuktikan kembali adanya temuan logam berat merkuri pada obat-obatan herbal Tiongkok.
Butuh Kebijakan Tegas dan Edukasi Publik

Menutup opinnya, ia menyampaikan dua rekomendasi.
Pertama, pemerintah perlu memperkuat sinergi antar instansi dalam pemberantasan obat herbal ilegal, terutama yang dijual melalui platform digital.
Kedua, edukasi masyarakat harus diperluas, bukan hanya soal bahaya obat ilegal, tetapi juga cara mengenali produk herbal yang aman dan terdaftar.
“Kalau ada produk yang berani mengklaim ‘tanpa efek samping’, itu sudah tanda bahaya,” terang dosen departemen Farmakologi FK Umsida itu.
Ia juga mengajak masyarakat untuk membaca label, mengecek nomor izin BPOM, dan jangan ragu bertanya pada dokter, apoteker, dan para tenaga kesehatan terpercaya, bukan hanya dari iklan atau testimoni.
Lihat juga: Dosen Umsida Soroti Kasus Penjualan Bayi Ilegal Oleh Oknum Bidan
Berikut daftar obat herbal ilegal yang ditemukan BPOM RI:
- JD Jamu Diet
- Jamu Diet Dosting
- Obat Diet Dokter
- Beauty Slim
- Obat Diet Herbal
- Super Tonik Madu Kuat
- Kopi Stamina Agam Perkasa
- Jrenx Jos X
- Kopi Rempah Cap Luwak Cobra
- Chang Sanx
- Tokcer – PJ Sinar Jaya
- Sari Daun Kelor
- Buah Merah Rimba
- Garciana Tokcer
- Pas-Ti Joss
Sumber: dr Aldilatama Herisulistyo
Penulis: Romadhona S.


















