Umsida.ac.id – Suasana haru menyelimuti prosesi Wisuda ke-46 Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida) ketika salah satu wisudawan, Nur Mashlichah Ilma, menyampaikan pesan mewakili seluruh lulusan pada sesi pertama wisuda, Sabtu (15/11/2025).
Lihat juga: Kisah Wisudawan Umsida, dari Korban Peluru Nyasar Hingga Prestasi, Double Degree, dan Karir Menjanjikan
Dengan suara yang bergetar namun penuh keteguhan, ia membagikan perjalanan hidup yang menggugah, tentang kehilangan kedua orang tua di tengah proses studinya—dan bagaimana ia bangkit hingga akhirnya resmi menjadi sarjana.
Wisudawan yang biasa disapa Ilma itu membuka pesannya dengan ungkapan rasa syukur dan terima kasih kepada Umsida atas kehormatan yang diberikan kepadanya.
Ia memperkenalkan dirinya sebagai anak dari keluarga yang hangat, tempat ayah dan ibunya yang selalu menempatkan pendidikan sebagai hadiah terbaik untuk anak-anak mereka.
Seusai lulus SMA, anak kedua dari 2 bersaudara itu sempat berniat untuk bekerja saja.
Namun sang ayah memiliki keyakinan kuat bahwa putrinya harus melanjutkan pendidikan tinggi.
“Dengan restu dan arahan beliau, saya melanjutkan studi di Universitas Muhammadiyah Sidoarjo. Keputusan yang pada akhirnya membentuk banyak hal dalam hidup saya,” ungkapnya.
Dua Kehilangan Besar dalam Dua Bulan

Air mata para hadirin mulai terlihat ketika ia mengisahkan ujian hidup terberatnya.
Pada semester lima atau tepatnya pada bulan Juni 2023, ayahnya berpulang.
Dan belum genap dua bulan berselang, saat ia mengikuti KKN Muhammadiyah di Bangka Belitung, ibunya menyusul menyatu dengan keabadian dengan sang ayah.
“Dua sosok yang selama ini menjadi arah hidup, tempat saya pulang, serta sumber kasih sayang dan doa, pergi hampir bersamaan,” tutur wisudawan kelahiran Sidoarjo, 15 Mei 2003 itu.
Kehilangan terbesar dalam waktu yang begitu dekat membuat dunia Ilma runtuh seketika.
Sejak saat itu, ia dan kakaknya saling menguatkan, memeluk luka yang sama, dan berusaha menata ulang kehidupan yang berubah dalam sekejap.
Namun, mahasiswa yang pernah aktif di BEM FPIP itu meyakini bahwa Allah tidak membiarkan hambanya berjalan sendirian.
Ia menemukan kekuatan melalui kakak, sahabat-sahabat, dan para dosen yang membimbing dengan ketulusan hingga ia mampu bertahan dan melanjutkan studi.
Bangkit dari Titik Terendah

“Rekan-rekan wisudawan yang berbahagia, kehilangan mematahkan sebagian dari hati kita, tetapi tidak pernah mematikan kesempatan untuk berdiri kembali,” ucapnya, disambut keheningan yang larut.
Ia menegaskan bahwa manusia diuji bukan untuk dilemahkan, tetapi untuk ditinggikan derajatnya melalui kesabaran dan keberanian bangkit.
Ayat ‘La yukallifullahu nafsan illa wus’aha’ (Allah tidak membebani seseorang, kecuali menurut kesanggupannya), menjadi pegangan yang ia ulang setiap hari.
Setelah kehilangan itu, ia berusaha “membangun hidup dari potongan-potongan kecil”.
Ilma mengikuti berbagai program dan kegiatan yang menurutnya bukan sekadar aktivitas, tetapi bukti bahwa manusia dapat bangkit dari kondisi paling rapuh.
“Ayat Inna ma’al usri yusra bukan lagi sekadar bacaan. Ia menjadi pengalaman nyata. Allah memberi rezeki dari arah yang tidak saya sangka, kuliah saya dikonversi dua semester, dan peluang demi peluang datang tepat saat saya sedang belajar bertahan,” ujarnya.
Hari kelulusannya ini menjadi hadiah sekaligus pembuktian bahwa cinta orang tua tetap hidup dalam setiap langkah meski raga mereka telah tiada.
“Terima kasih ayah, ibu, kakak, yang dengan segala pengorbanan dan ketulusan hatinya menjadi tempat saya bersandar ketika dunia terasa runtuh,” katanya dengan masih terisak.
Rara syukur itu juga ia sampaikan untuk setiap orang terdekat yang hadir, yang memeluknya saat rapuh, yang menguatkannya ketika hampir menyerah, dan yang menemaninya di setiap langkah.
Ucapan Terima Kasih untuk Umsida dan Para Dosen
Ilma juga menyampaikan terima kasih mendalam kepada keluarga, sahabat, serta Umsida yang menurutnya bukan sekadar institusi pendidikan.
“Di Umsida, saya tumbuh, belajar, bahkan sembuh,” ungkapnya menyentuh.
Ia menggambarkan bagaimana para dosen tidak hanya memberikan materi, tetapi juga keteladanan, kesabaran, dan kehangatan yang kadang terasa seperti keluarga sendiri.
Para tenaga kependidikan pun ia sebut sebagai bagian penting yang selalu membantu proses para mahasiswa hingga kelulusan mereka.
“Atas nama seluruh wisudawan, izinkan saya menyampaikan terima kasih sedalam-dalamnya. Semoga setiap ilmu, setiap senyum, dan setiap bantuan menjadi awal jariah yang Allah balas berkali-kali lipat,” ujarnya.
Doa Penutup untuk Seluruh Wisudawan

Menutup pesannya, Ilma menyampaikan permohonan maaf mewakili seluruh wisudawan kepada para dosen dan pengelola universitas.
“Dengan penuh rendah hati kami memohon keikhlasan dan doa restu agar langkah kami setelah ini mendapat kemudahan dan keberkahan,” ucapnya.
Dari perjalanan ini ia belajar bahwa bukan berapa seseorang jatuh, akan tetapi bagaimana cara untuk bangkit kembali setelah jatuh.
“Bahwa segala sesuatu sudah tertulis, maka menawarlah lewat doa. Dan sungguh, apa yang sudah tertakar tidak akan pernah tertukar,” pesan Ilma menyemangati para hadirin.
Tak lupa, ia menyampaikan doa untuk seluruh wisudawan.
Lihat juga: Ijtihad Tajdid Islam yang Menginspirasi dari Wisuda Umsida ke-45
“Semoga diberikan rezeki yang lapang, pekerjaan yang baik, karir yang meningkat, pasangan hidup yang tepat, serta kehidupan keluarga yang sakinah dan penuh kebaikan. Dan bagi yang masih menunggu takdir terbaiknya, semoga Allah menyempurnakannya pada waktu yang paling indah,” tutup Ilma disambut riuh tepuk tangan di Auditorium.
Penulis: Romadhona S.


















