Umsida.ac.id – Indonesia tercatat sebagai negara dengan konsumsi mikroplastik terbesar di dunia. Hal tersebut sesuai jumlah terbanyak yang dimakan oleh setiap orangnya.
Lihat juga: Ajarkan Pengolahan Sampah Kepada Masyarakat, Dosen Umsida Wujudkan SDGs-13
Tiap orang memakan sekitar 15 gram mikroplastik per bulannya. Banyaknya paparan ini tanpa disadari dimakan dan dihirup manusia sebagai akibat dari potongan sampah plastik yang tidak diolah terdegradasi dan tersebar ke lingkungan.
Dengan adanya degradasi oleh oksigen dan sinar ultraviolet, sampah plastik ini ukurannya berubah menjadi lebih kecil, inilah yang disebut mikroplastik (partikel plastik kecil).
Masifnya Penggunaan Plastik

Pakar lingkungan Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida), Dr Syamsudduha Syahrorini ST, MT, mengungkapkan bahwa salah satu faktor yang membuat mikroplastik dapat masuk ke rantai makanan di Indonesia secara masif adalah banyaknya penggunaan plastik dalam kemasan makanan.
“Misalnya talenan plastik dapat membuat manusia terpapar hingga 79,4 juta mikroplastik polipropilena atau sejenis polimer plastik setiap tahun,” kata dosen yang biasa disapa Dr Rini itu.
Artinya, penggunaan talenan plastik berpotensi meningkatkan perpindahan partikel plastik kecil ke makanan, wadah es batu plastik juga bisa menimbulkan kontaminasi.
Bahkan, produk plastik yang diberi label ‘aman untuk microwave’ dapat melepaskan sejumlah besar partikel plastik kecil ke dalam makanan saat dipanaskan.
Penggunaan plastik sekali pakai juga menjadi penyebab utama partikel plastik kecil.
Hal ini dikarenakan proses terbentuknya mikroplastik dari barang-barang rumah tangga hingga potensinya menyebar ke lingkungan sangat kompleks dan melibatkan berbagai tahap yang dimulai dari penggunaan produk plastik dalam kehidupan sehari-hari hingga berakhir di ekosistem.
Mikroplastik dapat terbentuk melalui dua jalur utama yakni primer dan sekunder.
Mikroplastik Primer
Mikroplastik Primer adalah partikel plastik kecil yang sengaja diproduksi dan digunakan dalam berbagai produk rumah tangga, seperti sabun cuci muka, scrub tubuh, dan pasta gigi.
Lalu bisa juga dari serat mikro dari pakaian sintetis berbahan polyester, nylon, atau acrylic yang melepaskan serat-serat mikro saat dicuci.
Paparan mikroplastik bisa menyebar melalui butiran plastik dalam pembersih seperti detergen atau produk pembersih rumah tangga menggunakan butiran plastik kecil untuk membantu proses pembersihan.
Mikroplastik Sekunder
Mikroplastik sekunder terbentuk dari fragmentasi benda-benda plastik besar yang mengalami proses degradasi akibat berbagai faktor, seperti kantong plastik, botol air, dan kemasan makanan.
“Ketika kantong plastik rumah tangga terpapar sinar matahari, panas, dan oksigen, mereka mulai rapuh dan pecah menjadi partikel kecil,” terangnya.
Produk sekali pakai seperti botol plastik dan kemasan makanan yang dibuang sembarangan akan mengalami proses fotodegradasi (terpecah akibat sinar matahari), terutama di tempat terbuka, dan terurai menjadi partikel plastik kecil.
Proses Masuknya ke Tubuh Manusia

Melalui Air
Mikroplastik jadi ancaman serius bagi ekosistem air di seluruh dunia.
Sebagian besar partikel plastik kecil ini berasal dari limbah rumah tangga yang berakhir di perairan (laut, sungai, dan danau).
Dampak terhadap lingkungan, partikel plastik kecil tersebut bisa mengancam kesehatan biota laut.
Mikroplastik yang berada di laut dapat dengan mudah dimakan oleh berbagai organisme laut, seperti ikan, zooplankton, dan terumbu karang.
Ketika organisme ini mengkonsumsi partikel plastik kecil, sistem pencernaan mereka dapat terganggu, yang berujung pada penurunan kesehatan dan reproduksi.
Mikroplastik yang berada pada perairan laut atau sungai, yang ukurannya kecil bahkan nanoplastik, akan mudah dimakan oleh spesies perairan seperti plankton, ikan kecil, hingga ikan besar.
Spesies yang memakan partikel plastik kecil tersebut menyebabkan partikel itu berpindah dari media lingkungan kedalam tubuh spesies perairan.
“Pada saat manusia mengkonsumsi spesies perairan seperti ikan, maka partikel plastik kecil tersebut berpindah ke tubuh manusia. Ini disebut sebagai bioaccumulation,” terangnya.
Itulah sebabnya ikan laut yang terpapar partikel plastik kecil sangat berbahaya jika dikonsumsi karena partikel plastik kecil yang terakumulasi dalam tubuh ikan dapat berpindah ke rantai makanan manusia melalui konsumsi makanan laut.
“Hal ini dapat menimbulkan risiko kesehatan potensial bagi manusia, termasuk gangguan kekebalan tubuh dan neurotoksisitas,” terang Dosen yang menuntaskan pendidikan doktor di Universitas Brawijaya itu.
Mikroplastik yang terlepas ke dalam air tawar atau air minum bisa berujung pada akumulasi dalam tubuh manusia, memperburuk kesehatan jangka panjang jika tidak ada pengendalian yang efektif terhadap pencemaran.
Melalui Udara
Dr Rini mengungkapkan bahwa udara juga menjadi penyumbang paparan mikroplastik karena adanya penggunaan bahan bakar dari plastik.
“Plastik yang dibakar akan menghasilkan mikroplastik. Asap dari pembakaran ini menghasilkan emisi karbon yang dapat mempengaruhi perubahan iklim,” terang dosen yang menjadi doktor sejak 2019 itu.
Karena emisi gas pembakaran tersebut, tambah Dr Rini, akan membentuk selubung di atmosfer sehingga energi panas yang seharusnya dikeluarkan, justru terperangkap dan kembali ke bumi,
Ia menambahkan, “Udara partikel plastik kecil juga dapat terdispersi ke udara melalui proses abrasi (gesekan) dan degradasi plastik di darat.”
Lihat juga: Ekonomi Sirkular Jadi Topik Abdimas Dosen Umsida untuk Kurangi Limbah
Partikel ini dapat dihirup oleh manusia dan hewan yang berpotensi menimbulkan gangguan kesehatan.
Penulis: Romadhona S.