Umsida.ac.id– Presiden Republik Indonesia (RI) Prabowo Subianto berhasil bawa pulang investasi sebesar 157 Triliun dari hasil pertemuannya dengan Presiden Republik Rakyat Tiongkok (RRT) Xi Jinping di China pada 9 November 2024 lalu.
Tentu disamping meraup keuntungan, 7 poin kerjasama Indonesia-China juga membawa dampak buruk salah satunya dalam poin kerjasama blue economy . Hal ini dijelaskan oleh pakar ekonomi Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida) Dr Kumara Adji Kusuma SFilI CIFP.
Hal-Hal yang Perlu Diantisipasi dari Kerjasama Indonesia-China
“Meskipun banyak manfaat, ada beberapa risiko yang perlu diwaspadai, terutama terkait dengan ketergantungan pada China,” ujar Dr Kumara.
Menurutnya ketergantungan investasi dan teknologi dari China bisa memperbesar pengaruh ekonomi dan politik China di Indonesia. Hal ini bisa mempengaruhi kemandirian Indonesia dalam mengelola sektor maritim dan ekonomi secara keseluruhan.
Oleh karenanya lanjutnya, penting bagi pemerintah untuk menjaga keseimbangan dalam kerjasama ini agar tidak menimbulkan ketergantungan yang berlebihan.
“Selain itu, dengan adanya keterlibatan perusahaan asing, termasuk dari China, muncul kekhawatiran bahwa eksploitasi sumber daya laut bisa terjadi tanpa kendali yang baik. Jika tidak diatur secara ketat, ada risiko bahwa aktivitas bisnis yang lebih mementingkan keuntungan jangka pendek bisa mengancam keberlanjutan sumber daya laut kita,” jelasnya.
Baca juga: Heboh Kasus Ivan Sugianto yang Menyuruh Siswa Menggonggong, Pakar Umsida Beri Komentar
Dampak lingkungan juga perlu menjadi perhatian. Beberapa proyek infrastruktur di pesisir, seperti pembangunan pelabuhan atau kawasan industri, bisa mempengaruhi ekosistem laut, terutama terumbu karang dan habitat biota laut lainnya.
“Jika tidak diawasi dengan baik, kerusakan lingkungan bisa meningkat, dan ini akan berdampak buruk bagi ekosistem serta masyarakat pesisir yang bergantung pada laut,” tukasnya.
Dr Kumara juga mengungkapkan bahwa Indonesia juga perlu waspada terhadap tantangan geopolitik, terutama terkait Laut China Selatan. Dalam sejarah hubungan kedua negara, ada ketegangan terkait klaim teritorial di perairan tersebut. Dengan semakin besarnya investasi China di sektor maritim kita, pemerintah harus tegas dalam menjaga kedaulatan wilayah Indonesia agar tidak terganggu oleh pengaruh eksternal.
Yang Perlu Dilakukan
Langkah Presiden RI menjalin kerjasama blue economy dengan China membuka peluang sekaligus tantangan. Agar kerjasama ini benar-benar memberi manfaat bagi Indonesia tanpa mengorbankan lingkungan, kemandirian ekonomi, atau kedaulatan, ada beberapa langkah strategis yang bisa ditempuh menurut pakar Umsida ini.
Dengan pendekatan yang tepat, kerjasama ini bisa menjadi momentum untuk memajukan sektor maritim Indonesia dan memastikan keberlanjutan sumber daya laut bagi generasi mendatang.
Berikut adalah beberapa langkah mitigasi yang bisa dilakukan untuk mengurangi potensi risiko dan memaksimalkan manfaat kerjasama ini:
1. Memperkuat Regulasi dan Pengawasan Lingkungan
Untuk memastikan kelestarian lingkungan, pemerintah perlu menetapkan aturan yang ketat bagi setiap proyek. Misalnya, pengawasan rutin pada pembangunan pelabuhan atau industri di pesisir harus dilakukan untuk menghindari kerusakan ekosistem laut. Teknologi seperti drone atau satelit bisa dipakai untuk memantau wilayah-wilayah laut dari potensi pencemaran atau kerusakan lingkungan.
Setiap perusahaan, baik asing maupun domestik, harus memenuhi standar lingkungan yang ketat, seperti pengelolaan limbah dan penerapan praktik ramah lingkungan. Pemerintah bisa mewajibkan AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) yang mendalam dan memiliki rencana mitigasi untuk mengatasi potensi kerusakan yang muncul di lapangan.
2.Pengaturan Ketat dalam Transfer Teknologi dan Tenaga Kerja
Agar Indonesia tidak sepenuhnya bergantung pada teknologi asing, harus ada perjanjian jelas mengenai transfer teknologi. Teknologi yang dibawa China ke Indonesia diharapkan bisa sekaligus melatih tenaga kerja Indonesia, agar kita siap mengoperasikan dan merawat teknologi tersebut secara mandiri di masa depan.
Selain itu, pemerintah perlu mengutamakan keterlibatan tenaga kerja lokal dalam setiap proyek. Hal ini dapat mengurangi dominasi tenaga kerja asing dan membantu Indonesia mengembangkan kompetensi di sektor maritim serta ekonomi biru.
3.Peningkatan Kapasitas SDM Lokal
Penting bagi pemerintah untuk memberikan pelatihan dan sertifikasi bagi masyarakat pesisir, sehingga mereka memiliki keterampilan yang relevan dengan sektor maritim. Pelatihan bisa mencakup perikanan modern, pariwisata berkelanjutan, dan energi terbarukan.
Selain itu, kolaborasi antara pemerintah, universitas, dan lembaga riset bisa membantu menciptakan inovasi baru dalam blue economy yang sesuai dengan kondisi lokal. Dengan begitu, industri maritim nasional dapat tumbuh secara mandiri dan berdaya saing.
4.Memperkuat Kebijakan tentang Investasi Asing
Untuk melindungi kedaulatan ekonomi, pemerintah bisa menetapkan batas kepemilikan asing dalam perusahaan-perusahaan yang beroperasi di sektor strategis maritim. Perlu juga ada aturan ketat untuk memastikan bahwa investasi asing tidak melibatkan kegiatan di wilayah perairan yang rawan konflik atau memiliki sensitivitas geopolitik.
Baca juga: Mahasiswa Umsida ini Raih 26 Prestasi Selama Kuliah
5.Memperkuat Koordinasi dengan Pihak Internasional untuk Keamanan Laut
Keamanan wilayah maritim Indonesia harus menjadi prioritas. Pemerintah bisa bekerja sama dengan negara-negara sahabat dalam patroli bersama untuk menjaga laut dari penangkapan ikan ilegal (IUU Fishing) dan kegiatan asing lainnya yang tidak sah.
Di samping itu, Indonesia bisa mengangkat isu kedaulatan maritim dalam forum internasional seperti ASEAN. Dengan adanya dukungan internasional, upaya menjaga wilayah laut dari pelanggaran asing akan lebih kuat.
6.Libatkan Masyarakat dalam Pemantauan dan Keputusan Kebijakan
Melibatkan masyarakat pesisir dalam pengawasan dan pengambilan keputusan bisa membantu menjaga transparansi dan akuntabilitas dalam setiap proyek. Komunitas lokal juga memiliki informasi yang berguna terkait kondisi lapangan dan potensi dampak proyek di daerah mereka.
Membuat forum yang melibatkan masyarakat, LSM, dan pemerintah bisa memperkuat pengawasan dan memastikan setiap proyek berjalan sesuai dengan prinsip keberlanjutan. Forum ini dapat menjadi ruang bagi masyarakat untuk memberikan masukan langsung dan melaporkan perkembangan proyek.
“Dengan strategi mitigasi yang matang, kerjasama blue economy ini bisa menjadi momentum untuk memajukan ekonomi maritim Indonesia secara berkelanjutan. Langkah-langkah ini tidak hanya menjaga kemandirian ekonomi dan lingkungan kita, tetapi juga melibatkan masyarakat lokal untuk turut berperan dalam menjaga kekayaan laut Indonesia agar tetap lestari bagi generasi mendatang,” pungkasnya.
Penulis: Rani Syahda