Umsida.ac.id – Suasana haru menyelimuti prosesi Wisuda ke-46 Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida).
Di antara deretan toga dan senyum bahagia, sosok Havi Ichsan Fadillah, wisudawan dari Program Studi Informatika, tampil dengan penuh keteguhan menyampaikan pesan mewakili seluruh wisudawan.
Lihat juga: Pesan Haru Wisudawan Umsida: Kisah Kehilangan yang Berubah Menjadi Kekuatan
Nada suaranya tenang namun sarat emosi, mengisahkan perjalanan panjang yang penuh perjuangan hingga akhirnya berdiri di panggung kelulusan sebagai wisudawan berprestasi.
“Selama menempuh pendidikan di Umsida, saya pernah cuti kuliah karena terkendala ekonomi,” ucap wisudawan kelahiran 2002 itu.
Hafi, sapaannya, harus bekerja sambil kuliah dan mengejar ketertinggalan dari mahasiswa lainnya.
Namun ia bisa membuktikan bahwa semua perjuangan itu tidak pernah sia-sia.
Baginya, Umsida bukan sekadar tempat menimba ilmu, tetapi juga ruang untuk tumbuh, berjuang, dan menemukan jati diri.
Dari kampus ini ia belajar arti tanggung jawab, disiplin, keikhlasan, serta kesungguhan dalam menempuh pendidikan.
Cinta Seorang Ibu Jadi Sumber Kekuatan Wisudawan Ini

Dalam pesan yang disampaikannya, Hafi menuturkan kisah hidup yang membuat suasana auditorium KH Ahmad Dahlan menjadi hening.
Ia menceritakan perjuangan sang ibu, satu-satunya sosok yang membesarkannya sejak ia berusia dua bulan.
“Bunda sudah memegang dua peran sekaligus, sebagai ibu yang penuh kasih, dan ayah yang tegas dan tangguh. Beliau membesarkan saya seorang diri dengan cinta, kerja keras, dan pengorbanan yang tak terhitung,” katanya dengan mata berkaca-kaca.
Bagi Hafi, di setiap langkah hidupnya selalu ada doa sang ibu yang mengiringi tanpa henti, semangat yang diam-diam mendorongnya untuk terus maju, dan senyum yang menjadi alasan untuk bertahan.
“Terima kasih, Bunda. Semua pencapaian ini bukan hanya milik saya, tapi juga milik Bunda. Tanpa Bunda, saya tidak akan bisa berdiri di sini hari ini,” ucapnya, membuat banyak hadirin menunduk haru.
Selain kepada ibunya, Hafi juga menyampaikan rasa terima kasih kepada seluruh dosen dan kaprodi Umsida yang telah membimbing dengan penuh kesabaran.
Ia mengakui bahwa para dosen tidak hanya mengajarkan teori, tetapi juga memberikan teladan hidup tentang ketulusan dan perjuangan.
“Terima kasih telah mengajarkan kami untuk tidak hanya cerdas secara akademik, tetapi juga matang dalam tanggung jawab dan kedewasaan,” katanya.
Organisasi dan Kerja Keras Mengajarkan Makna Perjuangan

Tak hanya tentang keluarga dan akademik, Hafi juga menceritakan perannya di organisasi yang menjadi bagian penting dari perjalanan hidupnya.
Ia aktif di Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) dan Tapak Suci Umsida, dua organisasi yang banyak memberinya pelajaran hidup.
“Dari organisasi, saya belajar arti tanggung jawab, kebersamaan, dan keberanian untuk berubah,” ujarnya.
Sejak menduduki bangku SD, Hafi sudah menjadi atlet tapak suci dengan berbagai prestasi hingga di kancah internasional.
“Alhamdulillah Bunda selalu mendukung apa yang saya suka. Prestasi saya tak lepas dari doa beliau,” tutur Hafi.
Hafi mampu menepis pandangan negatif bahwa mahasiswa yang bekerja sambil kuliah atau aktif berorganisasi sulit meraih prestasi.
“Hari ini saya berdiri di sini sebagai bukti bahwa anggapan itu salah besar. Saya bisa kuliah sambil bekerja, aktif berorganisasi, dan tetap lulus tepat waktu,” tegasnya.
Dari pekerjaannya, ia belajar menghargai waktu dan menata prioritas. Dari organisasi, ia belajar memimpin dan memahami makna perjuangan.
“Mungkin jalannya berat, tapi hasilnya jauh lebih bermakna,” lanjut wisudawan kelahiran Bunga Mayang, Lampung Utara itu.
Menutup pesannya, Hafi mengajak seluruh wisudawan untuk terus belajar, bermimpi besar, dan tetap rendah hati.
Menurutnya, ilmu yang telah diperoleh bukan hanya untuk kebanggaan pribadi, tetapi juga untuk kemaslahatan umat dan kemajuan bangsa.
Lihat juga: Kisah Wisudawan Umsida, dari Korban Peluru Nyasar Hingga Prestasi, Double Degree, dan Karir Menjanjikan
“Terima kasih karena telah memilih berjuang dan tidak menyerah. Ingatlah, harimau tidak terlihat buas kalau tidak keluar dari kandangnya, dan anak panah tidak terlihat tajam kalau tidak dilepaskan dari busurnya,” pungkasnya.
Penulis: Romadhona S.


















