Umsida.ac.id – “Ada hari esok yang lebih baik dari ini untuk Indonesia” itulah ungkapan kata dari Dr. Nyong Eka Teguh Iman Santoso M Fil I saat menjadi pembicara Penggiat Keagamaan dan Keberagaman dalam acara Webinar Catatan Akhir Tahun Akademisi Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida), melalui zoom meeting, pada Rabu (30/12). Dalam sesinya, Nyong mengambil tema resiliensi di tengah pandemi terkait dengan keagamaan dan keberagaman.
Dosen Fakultas Agama Islam (FAI) Umsida ini menyampaikan ada beberapa asumsi yang dipakai untuk menuliskan catatan ini. “Pertama, agama kita pandang sebagai ajaran ketaatan yang artinya siap berkomitmen. Athii’ullaha wa athii’uur rasuula wa uulil amri minkum yang menjadi asumsi dasar yang kami pakai pertama kali. Kedua, agama itu tidak anti keragaman. Ketiga, tujuan agama untuk menyuburkan kehidupan yang penuh rahmat. Keempat, resiliensi dengan keagamaan yang optimis dan moderat. Ditengah pandemi ini lebih didukung dengan corak keagamaan yang optimis dan moderat” paparnya dengan tegas.
Pada tahun 2020 ini kita mengalami kondisi pandemi, Nyong menegaskan bahwa kondisi yang mencerminkan sebagai man of hiding atau tokoh yang pandai bersembunyi. “Tentu kondisi ini tidak mudah bagi banyak pihak. Tugas keagamaan inilah agar pemeluknya tidak putus harapan,” ujarnya. Menurut Elizabeth Kubler Ross menjelaskan tentang bagaimana manusia menghadapi situasi yang sulit seperti kematian. Ungkapan tersebut menyatakan bahwa kekuatan yang bisa membantu seseorang melewati semua tahapan sulit adalah harapan.
Lebih lanjut, menurut pria lulusan sekolah Pascasarjana Universitas Gajah Mada (UGM) kekuatan agama berikutnya adalah ada kesadaran transformatif. “Selain memberi kemampuan untuk bertahan hidup dalam situasi sulit, kita bisa mendorong seseorang untuk mentransformasikan keadaan. Minadzulumati ilan nur, dimana sesuatu hal yang negatif bisa diubah menjadi hal positif,” tegasnya.
Menurutnya, tantangan kondisi pandemi ini dapat menjadi peluang. Banyak intelektual dari berbagai kalangan menyatakan bahwa dunia baru pasca Covid-19 sangat berbeda dengan dunia yang saat ini kita tinggali.
Meskipun pandemi menjadi tantangan, sebuah fenomena keagamaan harus disikapi secara positif dan transformatif.
Diakhir kesempatannya, ia memberikan rekomendasi keagamaan. “Pertama, dukungan komunitas agama untuk bangsa. Kedua, penguatan gerakan filantropi dan kerelawanan. Ketiga, pemberantasan korupsi harus jalan terus. Keempat, menolak ekstrimitas beragama. Dan yang terakhir, ada hari esok yang lebih baik dari ini untuk Indonesia,” pungkas dosen FAI.
ditulis : Anis Yusandita
Edit : Etik Siswati