Umsida.ac.id – Sebelum mendirikan Persyarikatan Muhammadiyah pada tahun 1912, KH Ahmad Dahlan terlebih dahulu mendirikan sekolah sebagai sarana pendidikan Muhammadiyah.
Lihat juga: 3 Tokoh Muhammadiyah Ini Berpendidikan Barat
Sekolah pertama yang didirikan adalah Madrasah Ibtidaiyah Diniyah Islamiyah (MIDI) pada tanggal 1 Desember 1911 di Kauman, Yogyakarta.
MIDI merupakan sekolah agama modern yang menggabungkan keunggulan pendidikan agama di pondok pesantren dan keunggulan pendidikan umum di sekolah Belanda.
Pendirian sekolah agama modern ini dilakukan oleh K.H. Ahmad Dahlan sebagai respons positif atas kondisi masyarakat, khususnya kaum pribumi yang kehidupannya masih terbelakang dengan indikator kebodohan, kemiskinan, dan terpinggirkan.
KH Ahmad Dahlan meyakini betul bahwa dengan pendidikan yang diberikan kepada mereka akan bisa merubah keadaan masyarakat tersebut menjadi berkembang dan maju.
Pendirian Muhammadiyah pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330 H. atau 18 November 1912 M. turut mempercepat perkembangan lembaga pendidikan Muhammadiyah.
Selain itu, di kalangan masyarakat juga ada kebutuhan baru akan lembaga pendidikan yang memberikan pendidikan dan pengajaran yang mengintegrasikan pengetahuan agama dan pengetahuan umum.
Respon Masyarakat Atas Banyaknya Lembaga Pendidikan Muhammadiyah
Gerakan Muhammadiyah di bidang pendidikan ini mendapat sambutan hangat dari masyarakat luas, sehingga berdirilah sekolah-sekolah Muhammadiyah di berbagai daerah.
Misalnya di Karangkajen (1913), Lempuyangan (1915), dan Pasar Gede (1916). Lalu pada tahun 1920, Madrasah Ibtidaiyah Diniyah di pindah ke Suronatan karena gedung yang lama tidak lagi cukup untuk menampung siswa yang jumlahnya terus bertambah.
Sekolah yang baru di Suronatan ini dikhususkan untuk siswa putra, sementara siswa putri masih tetap di sekolah lama di Kauman, yang kemudian sekolah ini diberi nama Sekolah Pawiyatan Muhammadiyah.
Sampai dengan tahun 1920, jumlah siswa di sekolah-sekolah Muhammadiyah mengalami peningkatan, pada tahun ini terdapat 787 siswa dengan 32 guru.
Perkembangan sekolah-sekolah Muhammadiyah mengalami “booming” setelah Pemerintah Belanda mengeluarkan peraturan yang membolehkan pendirian cabang-cabang Muhammadiyah di luar Yogyakarta pada tahun 1921.
Dengan keluarnya peraturan baru ini, Muhammadiyah melakukan restrukturisasi organisasi, dimana urusan sekolah yang semula ditangani langsung oleh Ahmad Dahlan, kemudian ditangani oleh Bagian Sekolah.
Pada tahun 1923, Muhammadiyah telah memiliki 14 cabang yang tersebar di 5 (lima) provinsi, yaitu: Yogyakarta, Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Jakarta. (Abuddin Nata, 2005).
Perkembangan lembaga pendidikan Muhammadiyah berjalan terus dan meluas di seluruh wilayah Indonesia dan di beberapa negara di luar negeri, antara lain di Mesir, Malaysia, Singapora, Australia, dan lain-lain.
Jumlah lembaga pendidikan Muhammadiyah dan ’Aisyiyah terus mengalami perkembangan.
Sampai dengan tahun 2024, secara kuantitatif jumlah lembaga pendidikan yang dikelola Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah tidak kurang dari 28.646 lembaga pendidikan, terdiri dari TK/PAUD sebanyak 23.000 lembaga, SD/MI sebanyak 2.453 lembaga, SMP/MTs sebanyak 1.599 lembaga, SMA/MA/SMK sebanyak 1294 lembaga, Pondok Pesantren sebanyak 67 lembaga, dan PTMA sebanyak 163 lembaga, dan SLB sebanyak 71 lembaga. (Suaramuhammadiyah.id dan wartaptm.id).
Jumlah lembaga pendidikan Muhammadiyah yang sangat besar itu perlu dijaga keberlangsungannya.
Ini terasa penting karena saat ini banyak lembaga pendidikan Muhammadiyah yang kekurangan murid dan mahasiswa, meskipun di sebagian yang lain masih sangat besar animo calon murid dan mahasiswa yang mendaftar.
Solusi Atasi Kurangnya Murid di Pendidikan Muhammadiyah
Masalah berkurangnya jumlah murid dan mahasiswa tersebut bisa diatasi dengan menumbuhkan semangat kebersamaan antar lembaga pendidikan Muhammadiyah.
Ada empat langkah yang perlu dilakukan oleh masing-masing lembaga pendidikan, yaitu:
(1) meningkatkan mutu layanan pendidikan yang diselenggarakan di masing-masing jenjang,
(2) melakukan promosi keunggulan lembaga pendidikan di atasnya kepada para murid dan wali muridnya,
(3) mengarahkan lulusan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang di atasnya pada lembaga pendidikan Muhammadiyah,
(4) lembaga pendidikan yang di atas memberikan bimbingan dan dukungan kepada lembaga pendidikan di bawahnya.
Secara berurutan diharapkan terjadi proses yang nyambung bahwa sebagian besar lulusan dari TK/PAUD ‘Aisyiyah melanjutkan ke SDM/MIM, lulusan SDM/MIM melanjutkan ke SMPM/MTsM, lulusan SMPM/MTsM melanjutkan ke SMAM/MAM/SMKM, dan lulusan SMAM/MAM/SMKM melanjutkan ke PTMA.
Jika pola ini bisa dijalankan oleh semua pimpinan dan anggota tim yang ada di lembaga pendidikan, maka keberlangsungan pendidikan Muhammadiyah akan terjaga dengan baik.
Lihat juga: 8 Standar Pendidikan Ramah Anak, Yuk Simak Agar Anak Belajar dengan Nyaman
Tentu selain itu juga perlu membangun jaringan yang lebih luas lagi dengan berbagai lembaga pendidikan di luar Muhammadiyah.
Penulis: Dr Hidayatulloh MSi