[:id]UMSIDA.AC.ID – Mahasiswa Universiti Utara Malaysia, itulah status yang disandang oleh mahasiswa Universitas Muhammadiyah Sidaorjo pada saat mengikuti program mobility dalam satu semester lalu. Banyak hal baru yang mereka dapat disana, tidak hanya dalam bidang akademik, namun juga dalam bidang non-akademik, sosial dan budaya. Tajuk kali akan membahas sedikitnya pengalaman yang menjadi kebiasaan baru di Universiti Utara Malaysia dari salah satu peserta program mobility, yakni Eva (Prodi Pendidikan Bahasa Inggris, semester 6).
Kebiasaan ini berhubungan dengan transportasi disana, yakni Bus. Bus sebagai trasportasi mahasiswa untuk menuju gedung perkuliahan, dengan sebutan Bus UUM. Bagaimana tidak, julukan sebagai Universiti di Rimba Hijau adalah nama lain dari kampus Uniutama yang sangat luas ini.
“Bus UUM tidak hanya digunakan untuk trasportasi mahasiswa untuk menuju gedung pekuliahan, namun dapat dilakukan sistem booking untuk menjemput mahasiswa yang menjadi peserta dari kegiatan yang dilaksanakan oleh oraganisasi di UUM. Setiap bis mempunyai jalur yang berbeda, dan tujuan yang berbeda pula, ada Shuttle AB, Bus A, Bus B, Maybank, Muamalat, Changloon, dan Kachi. Pada saat itu saya berada di Inasis (Inapan Siswa) Grantt dan tepat diseberang adalah pos pemberhentian Bus Shuttle AB dan Bus B untuk menjemput penumpang,” ujar Eva
Berdasarkan pengalamannya, dia juga mendapatkan pengalaman yang unik saat di dalam bus. Menurutnya, hal ini menjadi awal yang melelahkan bila bukan seperti kebiasaan pada saat seperti berkuliah di Umsida. Dimana ia harus berjalan terlebih dahulu untuk menuju ke pos perhentian bus, lalu menunggu untuk kedatangan bus.
Eva menuturkan, bahwa ia merasa senang bila mendapatkan tempat duduk dalam bis, namun bila tidak dapat tempat duduk, ia terpaksa harus berdiri dan berpegangan pada spot pegangan yang tersedia dalam bus.
“Berdesakan dengan yang lain, mendengar perbincangan dalam berbagai bahasa (Mandarin, India, English, dan bahasa tiap negeri dari Malaysia) pun menjadi hal yang biasa, tak jarang bila saya merasa bahwa orang-orang seluruh dunia sedang berkumpul di dalam bis ini (saya hanya bisa tertawa kecil dalam hati),“ tuturnya
Perjalanan dengan kedua kakinya pun berlanjut,
“Setelah bus sampai di perhentian depan area gedung perkuliahan sampai bilik pekuliahan (ruang kelas) begitu. Begitupun dengan rutinitas pulang setelah perkuliahan. Kaki yang sehat menjadi alat transportasi kedua setelah bus,” sebutnya dalam bahasa Melayu
Eva menambahkan, pengalaman tersebut juga ikut dirasakan oleh salah satu dosen Umsida saat tengah melakukan kunjungan ke UUM. Dosen tersebut secara tidak langsung mencoba rutinitas jalan kaki dan naik bus seperti mahasiswa pada umumnya. Pak Wahyu, Dosen Umsida tersebut menanyakan kepada mahasiswi lelah tidaknya menjalani rutinitas itu.
“Ini telah menjadi kebiasaan kami. Mens sana in copore sano tengah menjadi salah satu kalimat penyemangat saya pada waktu itu,” tutur mahasiswa Psikologi.
Salah ketika menaiki bis dan tertinggal bus pada saat berangkat kuliah, menjadi bagian yang mendebarkan saat salah turun di perhentian bus.
“Salah Kejadian seperti itu pernah saya alami dan menjadi pelajaran yang sangat berharga. Menyadarkan saya akan hal sekecil apapun yang perlu diperhatikan, selalu was-was dan menjadi orang yang pandai dalam mengatur dan mengestimasi waktu.” Jelas Eva.
Jadwal keberangkatan bus telah diatur dengan waktu jeda yang berbeda-beda, karena kebutuhan istirahat dari sopir dan bus itu sendiri. Dimulai pagi hari jeda tiap bis yang akan datang dengan berkelanjutan sampai pada malam hari, yaitu; 10 menit, 15 menit, 20 menit, 30 menit, 40 menit, 1 jam dan 2 jam sekali akan berhenti di pos perhentian. “Dengan mengingat jadwal ini telah membantu saya untuk lebih tepat dalam mengatur dan menyesuaikan sebagian aktivitas yang memerlukan transportasi bus,” kata Eva
Dalahm hal ini, Eva berpesan kepada pembaca untuk lebih seimbang dalam beraktivitas dan pandai untuk mengatur waktu. (Dian/Rizky)[:]