Umsida.ac.id – Menteri pendidikan dasar dan menengah (Mendikdasmen), akan menerapkan kembali penjurusan di Sekolah Menengah Atas (SMA) dan sederajat mulai tahun ajaran 2025/2026.
Pernyataan itu dikemukakan oleh Prof Abdul Mu’ti MEd saat diskusi bersama pers di kantornya. Sebelumnya, penjurusan SMA telah dihapus pada kebijakan menteri pendidikan Nadiem Makarim untuk menerapkan sistem Merdeka Belajar.
Lihat juga: Prabowo Naikkan Gaji Guru Hingga Rp81,6 Triliun, Dosen Umsida Beri Tanggapan
Menanggapi hal tersebut, dosen pakar Umsida, Dr Septi Budi Sartika MPd mengatakan bahwa pemberlakuan penjurusan SMA perlu dicermati kembali.
“Jika dilihat dari kondisi lapangan, sebenarnya tujuan awal pemberlakukan penjurusan SMA adalah agar mereka bisa mempersiapkan jenjang karirnya sedini mungkin. Misalnya mau kuliah atau bekerja,” terang Dr Septi.
Menurutnya, siswa SMA memang disiapkan untuk mengenali subjek atau mata pelajaran yang nanti akan menjadi konsentrasi dalam pengambilan studinya.
Seperti yang diketahui bahwa ada tiga jurusan yang ada di tingkat SMA, yakni Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), dan Bahasa.
Kekurangan dan Kelebihan

Menurut Dr Septi, tiga keilmuan tersebut sebenarnya sudah sudah cukup mewakili berbagai profesi atau bidang pekerjaan.
“Kebijakan ini sebetulnya tujuannya pasti baik, mengarahkan anak-anak SMA agar lebih siap dengan keilmuan peminatannya sehingga nanti ketika dia memilih program studi yang ada di perguruan tinggi, mereka jauh lebih optimal,” tutur dekan Fakultas Psikologi dan Ilmu Pendidikan (FPIP) Umsida itu.
Namun, bukan berarti dikembalikannya penjurusan SMA ini tidak mengkhawatirkan. Dr Septi mengatakan bahwa kemungkinan kebijakan ini membuat para siswa menjadi ikut-ikutan saat memilih jurusannya.
“Ini catatan bagi pihak sekolah bahwa penjurusan SMA ini adalah jalur untuk karir mereka di masa depan. Sehingga ketika memilih, jangan sampai mereka ini cenderung ikut-ikutan,” kata dosen Prodi Pendidikan IPA itu.
Misalnya ada seorang siswa yang memiliki kemampuan di bidang IPA yang pas-pasan. Namun karena teman-temannya memili IPA, dia juga melakukan hal serupa.
Akan tetapi, tutur Dr Septi, jika siswa tersebut memilih IPA dengan kemampuan pas-pasan dengan maksud agar termotivasi untuk bisa memperdalam ilmu IPA, itu tidak jadi masalah.
“Jangan sampai nanti saat masuk IPA dia merasa terbebani karena memang konsentrasi atau peminatan kita itu tidak mengarah ke sana,” katanya.
Penjurusan SMA, Membantu Atau Membatasi?
Dosen Pendidikan IPA Umsida itu menjelaskan bahwa kebijakan ini sangat membantu bagi yang memang betul-betul memiliki minat dan ingin memperdalam keilmuan itu.
Siswa sudah belajar sejak PAUD, SD, SMP, dan SMA. Menurutnya, hampir semua bidang keilmuan sudah dipelajari, hanya saja di SMA siswa akan memperdalam keilmuannya.
“Kalau membatasi saya rasa sih tidak, karena memang sudah waktunya siswa memilih minatnya. Minat ini nanti akan memberikan dasar mereka untuk jalur pendidikan selanjutnya,” jelasnya.
Tantangan yang Dihadapi

Ia mengungkapkan bahwa mindset masyarakat bisa menjadi tantangan sekolah dalam menerapkan kembali penjurusan SMA ini.
Menurut Dosen lulusan S3 Pendidikan Sains Unesa tersebut, masyarakat menganggap bahwa jurusan IPA jauh lebih baik daripada IPS dan Bahasa.
Atau siswa yang masuk jurusan IPA itu pasti siswa yang pintar atau yang mempunyai kelebihan.
Mindset seperti itu harus dihilangkan karena semua anak itu pintar dan memiliki intelektual masing-masing.
“Perlu digaris bawahi bahwa guru dan sekolah harus mengarahkan siswa sesuai dengan minat yang mereka inginkan, bukan ikut-ikutan atau asal tren. Jika siswa sudah memiliki minat, otomatis dia akan berusaha keras untuk menekuninya,” terang Dr Septi.
Ketika kebijakan ini diberlakukan kembali, Dr Septi menghimbau kepada para guru dan kepala sekolah untuk dihimbau bahwa peminatan itu bukanlah hal yang ikut-ikutan teman, siswa harus percaya pada kemampuan diri sendiri didukung dengan capaian pembelajaran sebelumnya.
Lihat juga: Terkait Penghapusan Jurusan di SMA, Ini Kata Dosen Umsida
“Siswa harus mendengarkan apa kata diri sendiri karena ini akan menjadi masa depan siswa itu sendiri, bukan ikut-ikutan. Dengan begitu, mereka bisa melanjutkan ke perguruan tinggi dengan optimal dan bekerja sesuai peminatan,” pesannya.
Penulis: Romadhona S.