Umsida.ac.id – Tim Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida) membangun kolaborasi dengan warga Desa Gendro, Kecamatan Tutur, Kabupaten Pasuruan melalui program Pemberdayaan Desa Binaan (PDB) 2025 oleh Kemendiktisaintek.
Lihat juga: 3 Dosen Umsida Dipercaya Jadi Reviewer Monev Hibah Abdimas
Program ini berfokus pada pengelolaan limbah pertanian dan peternakan menjadi pupuk hayati serta penguatan teknologi tepat guna sebagai langkah awal menuju pendirian Science Techno Park (STP) Umsida berbasis pertanian dan peternakan.
Tim Abdimas ini digawangi oleh Prof Dr Hana Catur Wahyuni ST MT IPM sebagai ketua, dan beranggotakan Prof Dr Ir Sutarman MP, Dr Mulyadi ST MT, dan dosen UMM yakni Dr Ir Listiari Hendraningsih MP IPM.
“Program ini adalah Abdimas Pemberdayaan Desa Binaan yang didanai Kemendikti Saintek. Intinya, kami membangun model bioremediasi lahan dan pemanfaatan limbah sebagai pupuk hayati di Desa Gendro,” terang Prof Hana.
Desa Gendro Punya Potensi Besar Hortikultura dan Sapi Perah

Desa Gendro dipilih karena memiliki dua potensi utama, yakni pertanian hortikultura dan peternakan sapi perah.
Hasil sayuran menjadi sumber penghasilan pokok petani, sementara susu sapi perah menopang ekonomi banyak keluarga.
Namun di balik potensi tersebut, muncul dua persoalan yakni limbah kotoran sapi yang belum termanfaatkan optimal dan kualitas tanah yang menurun akibat penggunaan pupuk kimia secara terus-menerus.
“Lahan di Desa Gendro sudah lama bergantung pada pupuk kimia sehingga tanah menjadi jenuh dan hasil panen tidak sebaik dulu,” jelas dosen Prodi Teknik Industri itu.
Tim PDB kemudian memadukan hasil riset dosen Umsida berupa agen hayati Trichoderma dengan limbah kotoran ternak kering.
Kotoran dikeringkan, dicacah, lalu dicampur Trichoderma sehingga menjadi pupuk hayati yang berfungsi memulihkan unsur hara tanah dan menekan penggunaan pupuk kimia.
Program ini dijalankan bertahap selama tiga tahun.
Tahun pertama (2025) difokuskan pada observasi, sosialisasi, pelatihan, dan pendampingan implementasi bioremediasi.
Target awal adalah mengurangi penggunaan pupuk kimia, dengan harapan pada akhir program minimal 75 persen kebutuhan pupuk bisa digantikan pupuk hayati.
Teknologi untuk Petani dan Peternak

Selain pelatihan, tim PDB juga menghadirkan inovasi teknologi permesinan yang dapat dimanfaatkan langsung oleh kelompok tani dan peternak.
Di antaranya traktor pengolah tanah, mesin penghancur limbah kotoran ternak, dan pemotong rumput pakan ternak, termasuk yang akan dikembangkan menjadi pelet.
Kotoran sapi yang semula berbentuk gumpalan kasar dihaluskan dengan mesin penghancur sehingga lebih mudah dicampur dengan Trichoderma dan diaplikasikan merata di lahan.
Rumput yang sebelumnya sering terbuang karena batangnya terlalu tua dipotong menggunakan chopper menjadi ukuran 1–2 cm sehingga dapat dimanfaatkan kembali sebagai pakan.
Suroso, salah satu perangkat Desa Gendro, menilai program ini membawa perubahan cara pandang masyarakat terhadap potensi sumber daya alam di desanya.
“Kegiatan Umsida ini sangat membantu. Warga jadi sadar bahwa limbah peternakan dan hasil pertanian yang dulu dianggap kurang bermanfaat ternyata bisa diolah lagi,” tuturnya.
Ia menambahkan bahwa kehadiran narasumber dan tim ahli dari Umsida memberi pencerahan baru bagi petani.
Selama ini, pengelolaan lahan didominasi pupuk kimia.
Setelah ada sosialisasi dan praktik langsung, masyarakat mulai memahami dampak jangka panjang penggunaan kimia serta manfaat pupuk alami.
“Petani sekarang tahu bahwa tanah itu punya kandungan penting yang bisa dijaga dengan memanfaatkan kotoran sapi dan bahan alami lainnya, bukan hanya mengandalkan pupuk kimia,” lanjutnya.
Menurut Suroso, pengenalan traktor dan chopper juga membuat petani merasa lebih percaya diri mengikuti perkembangan teknologi.
“Dulu semua serba manual. Sekarang, dengan dukungan alat dari Umsida, petani pelan-pelan bisa jadi petani milenial,” ujarnya.
Kolaborasi Umsida, Kelompok Tani, dan Mahasiswa
Program PDB di Desa Gendro melibatkan kelompok tani dengan sekitar 20 petani sebagai peserta utama.
Pemerintah desa menyediakan lahan khusus sebagai tempat uji coba dan pelatihan bioremediasi.
Dari sisi akademik, tim Abdimas Umsida melibatkan 14 mahasiswa Umsida yang mengikuti kegiatan melalui skema KKN-PDB.
Suroso berharap pendampingan dari Umsida dapat terus berlanjut agar pengetahuan dan teknologi yang sudah diperkenalkan benar-benar melekat dan dimanfaatkan masyarakat.
Lihat juga: Umsida Raih Penghargaan Atas Kinerja Riset dan Abdimas LLDIKTI Wilayah 7
“Harapannya, ada pengawalan terus sehingga petani merasa memiliki alat dan ilmu ini. Kami ingin perubahan ini berkelanjutan, bukan hanya sesaat,” ungkapnya.
Penulis: Romadhona S.


















