Poin perjuangan Buya Hamka
Sekum PP Muhammadiyah yang pernah belajar di School of Education, Flinders University of South Australia tersebut memetik poin menarik dari sosok Buya Hamka. Beliau merupakan ulama yang tidak hanya sebagai ulama murni yang hanya menyampaikan taklim-taklim. Tapi juga concern dengan kehidupan keumatan dan bangsa. Kemudian, ia mendapatkan tiga poin menarik yang menurutnya perlu disampaikan.
“Yang pertama, bagaimana Buya tetap tegar dengan sikap dan pandangan politiknya walaupun mendapatkan tekanan yang luar biasa. Yang kedua, beliau tetap produktif walau sedang dipenjara. Bahkan atas saran istrinya, Siti Raham, Buya Hamka melanjutkan menulis tafsir Al Azhar selama di penjara. Dan yang ketiga, walaupun beliau di penjara Bung Karno tanpa mengetahui kesalahannya, tapi ketika Bung Karno wafat, yang mengimami jenazah beliau adalah Buya Hamka,” ujarnya.
Lihat juga: Support Perkembangan Akademik Mahasiswa, Umsida Bangun Fasilitas Terbaik
Dari peristiwa ini, Prof Mu’ti menyimpulkan bahwa seseorang boleh memiliki perbedaan haluan politik dan pengalaman politik yang pahit. Tapi tentang ukhuwah dan persaudaraan, tidak bisa goyah dan rusak karena perbedaan politik itu.
Keterkaitan perjuangan Buya dan Muhammadiyah
Perjuangan Buya Hamka tersebut berkaitan dengan Muhammadiyah. Pada saat Muhammadiyah sedang mengalami ketegangan politik yang luar biasa dengan Bung Karno. Yang tahun-tahun itu secara politik, Bung Karno memang sangat dekat dan dikelilingi oleh mereka yang berhaluan komunis. Dan karena itu memang ketegangan para tokoh khususnya Masyumi sangat luar biasa. Selain Buya Hamka, Kasman Singodimedjo, seorang Jaksa Agung Republik Indonesia juga dipenjara.
Prof Mu’ti melanjutkan cerita tentang keterikatan Bung Karno dan Muhammadiyah. Walau secara politik, tutur Prof Mu’ti, relasi Bung Karno dengan banyak tokoh muslim cukup renggang, namun secara pribadi beliau tidak pernah memusuhi Muhammadiyah. Hal ini terlihat saat peristiwa setengah abad Muhammadiyah tahun 1962 yang digelar di Gelora Bung Karno. Beliau dilarang datang oleh orang-orang sekitarnya. Namun Bung Karno tetap beranjak ke acara tersebut.
“Beliau bahkan menyampaikan pidato yang berjudul Makin Lama Makin Cinta yang berisi tentang bagaimana visi dan pandangan keagamaannya. Menjelaskan bagaimana menjadi anggota Muhammadiyah, termasuk mengeluh karena tidak pernah diminta iuran oleh Muhammadiyah,”.
Salah satu bagian dari pidatonya itu, Bung Karno berpesan agar ketika wafat, beliau bisa diselimuti bendera Muhammadiyah.
Lihat juga: Bentuk Karakter Mahasiswa Demi Wujudkan Wajah Masa Depan Bangsa
Satu lagi representasi hubungan baik antara Bung Karno dan Muhammadiyah adalah ketika beliau mendapatkan gelar doktor honoris causa dari Universitas Muhammadiyah Jakarta.
“Jadi walaupun dalam kondisi politik dengan para tokohnya cukup keras, namun ikatan Bung Karno dengan Muhammadiyah tetap baik,” tegas Prof Mu’ti.
Penulis: Romadhona S.