Umsida.ac.id – “Fenomena kekerasan seksual sudah menjadi kultur dalam masyarakat, apalagi di era modern dengan adanya kapitalisasi tubuh perempuan,” ucap M Junaedi Ssos Msi, tim Pusat Studi Pendidikan dan Budaya (PSPB) Umsida dalam acara diskusi publik bertema “Pro Kontra Perkemendikbudristek no 30 tahun 2021”. Acara ini diselenggarakan oleh PSPB Umsida, Selasa (23/11) secara online via live streaming Youtube Direktorat Riset dan Pengabdian Kepada Masyarakat Umsida dan live zoom meeting.
Menurut Junaedi, pada dasarnya kekerasan seksual yang bermula dari tindak asusila dengan berbagai bentuk varian di dalamnya sudah terjadi dan mengakar dalam kehidupan masyarakat Indonesia, baik dalam lingkup tradisional atau modern. Dalam konteks ini, komodifikasi tubuh perempuan sudah melembaga, baik struktural dan kultural.
Sebagai contoh ialah budaya saweran yang sudah menjadi tradisi di masyarakat pedesaan. Dengan adanya budaya saweran ini, secara tidak langsung menjadi tindak asusila yang dibenarkan karena berkaitan dengan profesi seorang biduan sehingga banyak masyarakat lumrah.
Akan tetapi, hal ini akan berbeda jika tindak asusila terjadi di perguruan tinggi yang harusnya menjadi basis transfer ilmu, beretika dan berkualitas. “Permasalahan menjadi heboh saat terjadi di perguruan tinggi, (padahal) sebenarnya masalah ini sudah terjadi dalam berbagai lapisan masyarakat,” kata Junaedi. “Jadi, penyelesaiannya juga harus komprehensif,” imbuhnya.
Dari fenomena ini, bisa dipahami bahwa tindakan asusila yang beralih ke tindakan kekerasan harus diberantas. Lantas, salah satu solusi yang diberikan oleh pemerintah adalah perkemendikbudristek nomor 30 tahun 2021 yang mencakup permasalahan-permasalahan asusila yang terjadi di masyarakat luas.
Lebih lanjut, lewat perkemendikbudristek tersirat bahwa moralitas dan etika mengajak setiap manusia berbuat ma’ruf atau kebaikan. Bahkan, setiap agama, maupun nilai-nilai sosial, norma agama, norma adat istiadat, norma yang dianggap baik atau buruk, itu semua sudah mengetahui bahwa tindak kekerasan harus dihapuskan.
Terlebih di era modern ini, variasi tindak asusila berkembang menjadi Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO). “Memang saatnya kita harus melepaskan diri dan melawan segala macam bentuk kekerasan seksual,” tandas Junaedi.
Penulis : Angelia Firdaus