Umsida.ac.id – Saat ini pemerintah tengah menggodok rencana untuk menerapkan libur sekolah selama Ramadan 2025.
Lihat juga: Tingkatkan Semangat Belajar Agama, KKN T 20 Umsida Buat Metode Screen Time
Wacana tersebut tentu menjadi perhatian publik lantaran bulan suci Ramadan akan berlangsung tak lama lagi.
Menanggapi wacana libur sekolah selama Ramadan itu, pakar pendidikan Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida), Dr Kemil Wachidah SPdI MPd, menyebutkan bahwa wacana ini memiliki dimensi yang kompleks jika ditinjau dari perspektif pendidikan dan budaya Indonesia.
Libur Sekolah Selama Ramadan Berdampak Kompleks
“Di satu sisi, Ramadan adalah bulan suci bagi mayoritas masyarakat Indonesia yang beragama Islam. Dalam konteks budaya, Ramadan menjadi momentum penting untuk memperkuat nilai-nilai religius, spiritual, dan kebersamaan dalam keluarga serta komunitas,” ujar Dr Kemil, sapaan akrabnya.
Oleh karenanya, imbuh Dr Kemil, memberikan libur sekolah selama Ramadan dapat memberi ruang bagi siswa untuk fokus menjalankan ibadah, seperti puasa, tarawih, dan tadarus, yang merupakan bagian dari pembentukan karakter religius.
Namun, dosen prodi Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) itu berpendapat bahwa jika dilihat dari sudut pandang pendidikan, libur sekolah selama Ramadan dapat menimbulkan tantangan, terutama dalam kontinuitas proses belajar mengajar.
Pendidikan di Indonesia bertujuan mencetak generasi yang tidak hanya berkarakter baik, tetapi juga memiliki kompetensi akademik yang memadai.
Menurutnya, jika libur terlalu lama, ada risiko siswa kehilangan momentum belajar dan kemampuan kognitif yang sudah dibangun.
Selain itu, tidak semua daerah di Indonesia mayoritas Muslim, sehingga kebijakan ini dapat menimbulkan kesenjangan dalam penerapan kurikulum nasional.
Apa Kebijakan Ini Merugikan Siswa?
Berbicara mengenai keuntungan dan kekhawatiran wacana libur sekolah selama Ramadan, Kemil meniliknya tergantung dari konsep yang akan dipersiapkan selama bulan Ramadan untuk anak semasa liburan.
“Saya ambil contoh liburan full Ramadan di pondok modern Gontor. Mengapa pondok tersebut menerapkan libur penuh selama bulan Ramadhan? Karena Pondok Gontor memaknai arti liburan prinsip Ar-rohah fii tabadulil a’mal (istirahat itu ada pada pergantian pekerjaan),” ujarnya.
Tentunya prinsip ini mempunyai satu idealism tersendiri, tak seperti halnya konsep holiday barat yang hanya berorientasi pada fun dan materialistis.
Meningkatkan Nilai Spiritualitas, Jika…
Menurut Kemil, kebijakan libur sekolah selama Ramadan bisa meningkatkan nilai spiritualitas dan ibadah siswa jika didukung dengan pembimbingan yang tepat, baik di rumah maupun di sekolah.
Namun, jika tidak ada pembentukan kebiasaan atau struktur yang mengarahkan siswa untuk tetap terlibat dalam kegiatan spiritual, ada risiko bahwa liburan ini justru bisa membuat siswa kehilangan kesempatan untuk meningkatkan kedekatan mereka dengan Allah SWT.
Doktor lulusan Pendidikan Dasar Universitas Pendidikan Indonesia itu menjelaskan, “Oleh karena itu, penting bagi orang tua dan sekolah untuk menciptakan lingkungan yang mendukung dan memastikan bahwa liburan ini dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas spiritualitas siswa,”.
Pro Kontra Wacana Libur Sekolah Selama Ramadan
Kebijakan ini sebenarnya sudah pernah dilaksanakan pada masa pemerintahan Gus Dur.
Walau begitu, masih ada pro dan kontra yang ditujukan untuk kebijakan ini lantaran perbedaan pandangan mengenai keseimbangan antara spiritualitas dan pendidikan akademik, serta bagaimana kebijakan ini diterima di tengah keberagaman budaya dan agama di Indonesia.
Dr Kemil berkata bahwa kebijakan ini perlu dievaluasi secara cermat dan disesuaikan dengan kebutuhan pendidikan yang lebih inklusif dan sesuai dengan perkembangan zaman.
Oleh kare itu, Dr Kemil menyarankan beberapa alternatif jika kebijakan ini benar diterapkan. Salah satunya yaitu dengan penyesuaian jadwal selama Ramadan.
“Misalnya dengan mempersingkat jam belajar atau mengganti kegiatan akademik dengan program berbasis nilai-nilai keislaman, seperti diskusi tentang Ramadan, ceramah keagamaan, atau bakti sosial,” terang dosen yang mendalami bidang pengembangan kurikulum dan metodologi pengajaran untuk pendidikan dasar tersebut.
Pendekatan ini, katanya, dapat menjaga keseimbangan antara kebutuhan spiritual siswa dan tanggung jawab pendidikan formal, sekaligus menghormati keberagaman budaya di Indonesia.
Dengan demikian, kebijakan terkait libur sekolah selama Ramadan perlu dirancang secara bijak, dengan mempertimbangkan keberagaman masyarakat Indonesia, tujuan pendidikan nasional, serta nilai-nilai budaya yang ingin dilestarikan.
Peran Pendidik Jika Kebijakan Diterapkan
Jika wacana libur sekolah selama Ramadan diterapkan, pendidik harus memastikan bahwa siswa tetap belajar meskipun tidak ada kegiatan sekolah langsung.
Lebih lanjut, Dr Kemil memberikan cara yang dapat dilakukan adalah dengan memberikan tugas atau proyek yang menggabungkan aspek akademis dan nilai-nilai spiritual yang relevan dengan Ramadan.
Ia berkata, “Misalnya, siswa dapat diminta untuk menulis jurnal tentang pengalaman mereka selama bulan puasa, mengerjakan proyek sosial, atau melaksanakan kegiatan keagamaan yang kemudian dilaporkan dalam bentuk refleksi,”.
Dengan cara ini, pendidik tidak hanya memantau pembelajaran akademik, tetapi juga mendukung pengembangan karakter religius siswa.
Selain itu, teknologi bisa dimanfaatkan untuk menjaga interaksi antara siswa dan pendidik melalui pembelajaran daring atau asinkron. Pendidik dapat memberikan materi pembelajaran dalam bentuk video, tugas, atau soal-soal yang harus dikerjakan siswa dalam waktu tertentu.
“Platform daring memungkinkan siswa untuk tetap belajar meskipun tidak berada di sekolah, dan pendidik bisa mengadakan diskusi online untuk membantu siswa,” terang Dr Kemil.
Selain itu, imbuhnya, sekolah bisa mengadakan program Ramadan secara virtual, seperti kajian agama atau kegiatan sosial daring.
Program-program itu tidak hanya mendukung proses belajar akademik siswa, tetapi juga memperkaya pengalaman spiritual mereka selama bulan Ramadan.
Dengan berbagai langkah ini, kata Dr Kemil, pendidik dapat memastikan bahwa meskipun siswa libur, mereka tetap terlibat dalam proses belajar yang bermakna dan bermanfaat, baik secara akademik maupun spiritual.
Lihat juga: Gelar Kampanye Anti Bullying, KKN-T 17 Umsida Realisasi Sekolah Ramah
“Hal ini juga memungkinkan siswa menjalani Ramadan dengan penuh makna tanpa mengabaikan perkembangan pendidikan mereka,” katanya.
Penulis: Romadhona S.