Umsida.ac.id – Pendidikan karakter menjadi salah satu fokus utama Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida) dalam membentuk generasi mahasiswa yang berilmu sekaligus berakhlak mulia.
Hal tersebut disampaikan oleh Dr Supriyadi MPdI, dosen Al Islam dan Kemuhammadiyahan (AIK) Umsida, dalam wawancara terkait strategi kampus dalam menanamkan nilai-nilai Islam dan pendidikan karakter di tengah tantangan era digital.
Lihat juga: 4 Model Pendidikan Karakter yang Adaptif dan Religius untuk Mahasiswa Masa Kini
Menurut Dr Supriyadi, Umsida sebagai bagian dari gerakan Muhammadiyah memiliki tanggung jawab moral dalam merealisasikan nilai-nilai Islam di seluruh aspek kehidupan kampus.
“Umsida bagian dari Muhammadiyah dengan gerakan dakwah amar ma’ruf nahi munkar dan gerakan tajdid tentu menjadi tanggung jawab moral untuk merealisasikan ajaran Islam sebagai panduan dalam kehidupan bagi seluruh manusia,” jelasnya.
Ia menambahkan bahwa misi tersebut diwujudkan melalui berbagai program, salah satunya Pendidikan Karakter Mahasiswa Umsida (PKMU)yang menjadi upaya Umsida dalam mewujudkan kampus Islami.
“Untuk peran pentingnya, Umsida melaksanakan program PKMU sebagai bagian dari upaya untuk mewujudkan kampus Islam tidak hanya mahasiswa tapi seluruh warga kampus,” tambahnya.
Pendidikan Karakter sebagai Misi Mencerahkan, Mencerdaskan, dan Membahagiakan

Dalam pandangan Dr Supriyadi, PKMU dan mata kuliah Al Islam dan Kemuhammadiyahan (AIK) memiliki fungsi yang jauh lebih luas dibanding sekadar bimbingan dan mata kuliah.
Menurutnya, pendidikan karakter dan AIK merupakan sarana utama Muhammadiyah untuk mencerdaskan dan mencerahkan mahasiswa melalui ajaran Islam yang membawa kebahagiaan dan keselamatan dunia dan akhirat.
“Mata kuliah AIK itu bukan sekadar mata kuliah seperti yang lain,” tandasnya.
Sebenarnya, kata doktor lulusan UMM itu, hal tersebut merupakan misi Muhammadiyah untuk mempercepat proses dakwah Islam dengan mencerdaskan, mencerahkan, dan membahagiakan mahasiswa dengan Islam.
Islam yang dimaksud adalah Islam yang membahagiakan, Islam yang berkemajuan, dan Islam yang bisa dirasakan oleh mereka.
Melalui nilai-nilai itulah, kehidupan bisa menjadi lebih baik, bermakna, dan lebih berkah sesuai dengan ajaran Islam.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa kurikulum AIK dirancang secara integratif dan interkonektif, artinya nilai-nilai Islam tidak hanya diajarkan dalam mata kuliah AIK saja, tetapi juga diintegrasikan ke seluruh mata kuliah lain.
“Ada mata kuliah AIK sendiri dan diintegrasikan dengan mata kuliah yang lain,” terangnya.
Artinya, kata dosen yang aktif di Dewan Dakwah Islam Indonesia itu, mata kuliah lain juga harus terhubung dengan nilai-nilai AIK.
Dengan begitu, ajaran Islam tidak hanya diajarkan dalam mata kuliah AIK saja.
Semua mata kuliah turut mengajarkan nilai-nilai Islam sesuai dengan konteks dan bidang ilmu masing-masing.
Konsep tersebut, menurutnya, merupakan bentuk sinergi antara intelektualitas dan spiritualitas, agar pendidikan tinggi Muhammadiyah tidak hanya melahirkan lulusan yang cerdas secara akademik, tetapi juga berkarakter Islami.
Tantangan Era Digital dan Strategi Uswah Dosen

Dalam memberikan pendidikan karakter mahasiswa di era digital, Dr Supriyadi menyoroti adanya persoalan kesadaran beragama yang mulai menurun di kalangan mahasiswa.
“Kurangnya kesadaran dalam beragama sebagai agama pilihan menjadi tantangan utama. Karena rata-rata mereka yang beragama masih bersifat turun-temurun di keluarga Islam, bukan karena kesadaran memilih Islam sebagai agamanya,” jelasnya.
Ia menilai bahwa ketika kesadaran ini belum tumbuh, maka rasa memiliki terhadap Islam juga menjadi lemah.
“Ketika tidak adanya kesadaran ini, tentu akan kurang rasa memiliki terhadap Islam dan memperjuangkan Islam,” lanjutnya.
Maka dari itu, perlu upaya untuk menanamkan dan menumbuhkan kesadaran dalam beragama.
Dari tumbuhnya kesadaran dalam beragama, karena dari tumbuhnya kesadaran itu akan muncul dorongan untuk berubah agar hidup sesuai ajaran Islam
Menurutnya, Umsida mengarah pada pendekatan pembelajaran berkesadaran.
Mahasiswa tidak hanya belajar memahami ajaran Islam, tetapi juga menginternalisasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
Terkait strategi dosen dalam menghadapi perubahan perilaku mahasiswa akibat media sosial, Dr Supriyadi menegaskan pentingnya keteladanan.
“Strategi dosen-dosen tentu yang pertama dan utama adalah memberikan uswah, keteladanan dalam merealisasikan nilai-nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari. Ketika semua bergerak untuk menjadi uswah, itu akan mendorong mahasiswa untuk juga menjadi uswah bagi dirinya,” ucapnya.
Ia menambahkan bahwa selain keteladanan, pendekatan dialogis dan pendalaman keislaman yang bersifat terbuka perlu terus dikembangkan.
Lihat juga: Pendidikan Karakter Mahasiswa Umsida 2025, Moral Jadi Tantangan Utama
“Muhammadiyah mengajarkan bahwa Islam bukan dipahami secara dogmatis, tetapi dengan cara yang mencerahkan, mencerdaskan, dan membahagiakan. Itu yang harus dilakukan oleh para dosen dalam menanamkan nilai-nilai ajaran Islam,” tutupnya.
Penulis: Romadhona S.



















