Umsida.ac.id – Saat menjalankan ibadah puasa, umat Islam dianjurkan untuk melakukan perintah-Nya agar di bulan suci ini mereka bisa mengumpulkan pundi-pundi pahala. Namun, ada beberapa hal juga yang sebaiknya tidak dilakukan oleh umat Islam saat berpuasa. Hal itu disebut perbuatan makruh.
Di artikel kali ini, Dr Imam Fauzi LC MPd, dosen Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (FAI Umsida), menjelaskan tentang hal-hal yang makruh dilakukan saat puasa.
Pengertian makruh
Secara bahasa, kata makruh itu sesuatu yang dibenci, lawan kata dari sunnah.
“Hal yang sebenarnya dilarang, tetapi tidak sampai kepada haram. Para ulama mengatakan bahwa sesuatu yang tidak berdosa jika seseorang melakukan dan berpahala jika seseorang meninggalkannya. Ini definisi secara fiqih. Makruh itu dalam pengertian lain adalah sesuatu yang bertentangan dengan norma dan etika seorang muslim,” kata dekan FAI Umsida tersebut.
Baca juga: Dosen Umsida Jelaskan Kesinambungan 3 Ilmu Pengetahuan Alam Ini dan Nilai-Nilai Islam
Jenis dan contoh perbuatan
Setelah itu, Dr Imam menjelaskan bahwa ada tiga jenis makruh yang harus dihindari saat berpuasa dalam istilah fiqih.
Tanzih
Yang pertama adalah makruh tanzih, yaitu lebih baik meninggalkan perbuatan yang dimaksud dan itu diketahui oleh akal baik manusia. Atau kata lainnya, secara naluri manusia itu sudah bisa mengetahui bahwa perbuatan yang dimaksud adalah sesuatu yang tercela atau mungkar.
Contoh perbuatannya seperti:
- Memakan sesuatu yang berbau menyengat
- Tidak menggosok gigi
- Tidak mandi atau yang lain.
Tarkil
Yang kedua adalah makruh tarkil aula, yaitu meninggalkan perbuatan yang lebih utama atau dikenal dengan sunnah muakkadah.
Contoh perbuatannya seperti:
- Tidak melakukan shalat rawatib padahal ada waktu dan mampu untuk melakukannya
- Tidak berkurban pada waktu hari raya Idul Adha padahal dia memiliki harta yang cukup dan keluasan
- Tidak melakukan shalat Witir pada malam hari sedangkan badan dalam keadaan sehat dan waktu longgar.
Tahrim
Adalah sesuatu itu dilarang dan larangan itu cukup kuat tetapi para ulama tidak menemukan dalil yang kuat yang menegaskan bahwa sesuatu itu haram.
Contohnya dalam hal ini adalah rokok. Jika para ulama mengatakan rokok itu adalah makruh maka itu termasuk dalam kategori ini.
Baca juga: 3 Faktor Ini Mempengaruhi Karakter Islami Anak, Menurut Riset Dosen Umsida
Orang yang berpuasa dilarang untuk mengerjakan beberapa hal dan larangan itu ada yang bersifat membatalkan puasa itu sendiri atau membatalkan pahala dari puasa yang bersangkutan.
Puasa untuk meningkatkan taqwa
Makruh dan Sunnah itu erat kaitanya dengan etika atau norma. Makruh artinya melanggar etika atau melanggar norma.
Maksud dari puasa adalah agar seseorang itu bertakwa dalam pengertian berhati-hati dalam menjalankan agama. Taqwa pernah dilukiskan dalam sebuah dialog antara sahabat Ubay bin ka’ab dengan sahabat Umar Bin Khattab.
Umar: “Wahai Ubay, tahukah engkau apa itu taqwa?”
Ubay: “Apakah engkau pernah melewati sebuah jalan yang penuh dengan duri dan bebatuan yang lancip?”
Umar: “Ya”
Ubay: “Apa yang kamu lakukan wahai Umar Bin Khattab”
Umar: “Aku berhati-hati agar kakiku tidak terkena dengan duri itu”
Ubay: “Itulah hakikat dari Taqwa”
Dialog ini menggambarkan bahwa ketakwaan adalah sikap hati-hati dan mawas diri dalam melangkahkan kaki dalam menjalani kehidupan tidak terantuk oleh duri-duri itu. Dan duri-duri itu adalah berbagai macam kemaksiatan dan larangan baik yang bersifat makruh ataupun yang sampai kepada derajat haram.
“Orang yang berpuasa sedangkan dia tidak mengindahkan kepada norma dan etika itu adalah orang yang melakukan makruh ini. Walaupun puasanya tidak batal tetapi pahala puasanya itu menjadi sia-sia.” ujar Dr Imam.
Baca juga: Umsida Jadi Tuan Rumah Kajian Ramadhan untuk Pertama Kalinya
Contohnya dalam hal ini adalah berbohong
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam Menyampaikan barang siapa yang tidak meninggalkan berbohong atau melakukan kebohongan itu, maka tidak ada kebutuhan bagi Allah jika seseorang itu meninggalkan makan dan minumnya. Artinya, puasanya menjadi sia-sia karena dia menentang etika dan norma orang yang berpuasa.
Dalam kesempatan yang lain Rasulullah menyampaikan bahwa banyak orang yang berpuasa tetapi dia tidak mendapatkan kecuali lapar dan dahaga saja. Jadi orang yang berpuasa itu makruh untuk melakukan hal-hal yang bertentangan dengan etika dan norma untuk mencapai ketakwaan itu.
Berbohong
Ini bukan berarti bahwa berbohong itu adalah makruh. Tetapi orang yang berpuasa yang melakukan kebohongan maka pahala puasanya menjadi sia-sia.
Mencuri
Contoh yang lainnya adalah orang yang berpuasa tapi mencuri. Ini bertentangan dengan nilai-nilai puasa itu sendiri yang seharusnya dengan puasanya itu mencegah dirinya untuk melakukan sesuatu yang dilarang tetapi hal ini tidak dilakukannya.
Bukan berarti juga bahwa mencuri itu makruh. Tetapi orang yang berpuasa yang mencuri itu hukumnya makruh. Demikian juga orang yang berkuasa melakukan bullying, menipu dalam jual beli, menyakiti orang lain baik dengan ucapan maupun dengan tindakan misalnya.
Sumber: Dr Imam Fauzi LC MPd
Penulis: Romadhona S.