Umsida.ac.id – “Karena momentum milad IMM sekarang ini membahas tentang politi dan pilkada, maka kita harus memahami betul perjuangan IMM terutama di makna fastabiqul khairat yang hari ini sebetulnya sudah hilang dari nilai-nilak peradaban kita,” ungkap Ali Muthohirin, Ketua PP Pemuda Muhammadiyah dalam Dialog Kaum Muda yang digelar oleh DPD Jatim bersama IMM Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida) di Mini Theater GKB 2 Kampus 1 pada Jumat (13/3).
Acara grand opening Milad Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah kali ini, pria yang akrab disapa Ali iti memaparkan peran pemuda yang sesungguhnya dalam berkontribusi menciptakan demokrasi. “Makna fastabiqul khairat yang sebenarnya adalah kolaborasi bukan kompetisi. Kita sering terjebak pada kompetisi pilkada yang berdampak pada menyeruaknya kompetisi itu,” tuturnya.
“Mahasiswa sekarang kehilangan momentum kolaborasi itu. Maka IMM bergabung dengan aksi tanpa narasi dari IMM. Jika ini terjadi, maka ini adalah kemunduran bagi IMM karena tanpa narasi, kita tidak tau jalannya sebuah aksi, sehingga kita hanya jadi followers saja. Jika kita menjadi follower jangan menyebutkan diri kita sebagai kader. Karena kader itu harus jadi pelopor,” imbuh Ali.
Lebih lanjut, Ali menekankan kolaborasi harus ditekankan. “Demokrasi mengalami gejolak yang luar biasa, jangan sampai kita hanya menjadi penonton saja. Demokrasi yang diharapkan adalah mendapatkan pemimpin yang ideal dengan proses yang ideal. Keadaan demokrasi sekarang masih jauh dari harapan. Sekang, demokrasi menghasilkan kubu-kubu yang saling berhadapan untuk berkompetisi dan tidak kondusif lagi, baik calon maupun pendukungnya,” jelasnya.
Posisi IMM dimana? tanya Ali. Apabila posisi IMM ikut kanan kiri, lanjutnya, maka hilanglah nilai fastabiqul khairat itu. “Ini yang harus kita pikirkan hari ini, di milad yang ke-56 ini. IMM harus berkolaborasi dan mampu membaca masalah utama yang ada di Jawa Timur ini,” terang Ali.
Ali berpesan kepada kader IMM, bahwa semua kader harus berdakwah dengan sebuah prinsip. “Apabila tidak bisa dicapai secara ideal, jangan ditinggalkan semua sekaligus mencegah kejelekan itu lebih baik daripada mendatangkan maslahah dengan cara yang salah,” tutupnya.
Reporter: Iis Wulandari
Editor: Erika Mulia Arsy