Umsida.ac.id – Kesan masyarakat bahwa kota lebih maju daripada kabupaten harus ditangkap sebagai peluang untuk semakin memajukan Amal Usaha Muhammadiyah (AUM). “Kita punya modal yang cukup bagus, kesan masyarakat itu, ayok direspon. Mari Kita bangun kerangka berfikir untuk memajukan sekolah-sekolah Muhammadiyah di kota Pasuruan, karena kita berada di kota,” tutur Rektor Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida) Dr Hidayatulloh MSi mengawali materi di depan para guru sekolah Muhammadiyah ke Kota Pasuruan (09/03Z).
“Hari ini teman-teman di Pasuruan merasa banyak sekali kesalahannya. Sekolah yang surplus SD Alkautsar, yang lainnya tidak ada. Karena itu anda harus punya cita-cita. Cita-cita dibangun berdasarkan komitmen. Karena itu ayo kita tumbuhkan kembali komitmen di sekolah Muhammadiyah,” lanjut Bendahara Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur di aula SD Alkautsar kota Pasuruan.
Bapak tiga anak itu melanjutkan dengan mengutip kalimat yang kerap diungkapkan oleh Malik Fadjar, “Sodara-sodara, anda boleh tidak punya apa-apa, tapi jangan sampai dalam hidup ini Anda tidak punya cita-cita, karena dengan cita-cita itu kita,” ujarnya pada pemaparan materi Rekomitment: Meneguhkan Pengabdian dan Profesionalisme Guru Muhammadiyah.
Cita-cita kolektif, menurut suami Erlida Rahmiani itu, harus menjadi dokumen resmi yang ada di sekolah dan dibingkai dalam semua proses yang dijalani bersama dengan seluruh elemen sekolah, mulai pimpinan, guru hingga tenaga kependidikan.
“Bapak ibu ita ingin sekolah ini maju, kita ingin sekolah unggul maju besar, maka semuanya akan menjadi besar jika kita menjalankan semua komitmen yang sudah kita bangun dengan sungguh-sungguh,” tegasnya.
Kepala SMA Muhammadiyah 2 (Smamda) Sidoarjo periode 2006-2014 itu lalu menceritakan pengalaman ketika menjabat sebagai kepala sekolah selama dua periode, “Smamda menjadi sekolah yang besar dengan komitmen, semua harus mengikatkan dirinya untuk mencapai satu suara, satu irama yaitu menyesuaikan dengan irama Smamda,” tegasnya.
Ia menambahkan, “Paksalah diri kita untuk menyamakan irama kita dengan irama sekolah. Jangan sampai bapak ibu datang ke sekolah, ngajar, pulang. Kalau itu yang ada pada diri kita, saya pastikan sekolah anda akan tetap seperti ini,” tandasnya. “Kalau kita serius mengelola sekolah ini, kita bisa Bergaji setara PNS, karena itu dua hal yang kita pegang, mimpi dan komitmen,” imbuhnya.
Semangat itu ia bawa ke Umsida untuk mengejar misi dakwah, “Bayangkan kalau semakin banyak orang-orang yang kuliah di Muhammadiyah, semakin banyak anak yang sekolah di Muhammadiyah, akan luar biasa perkembangan negeri ini,” tuturnya.
Pemimpin
Untuk mengantarkan impian-impian itu butuh pemimpin yang knows the way, shows the way dan goes the way. “Jadi pemimpin itu harus knows the way, ojok sampek dadi kepala sekolah bingung, kate digowo nangdi sekolah iki,” guraunya diiringi tawa seluruh peserta.
“Sebagai pemimpin, anda harus tahu sekolah ini mau dibawa ke mana sehingga pemimpin harus shows the way. Umsida itu sejak 2018 punya visi baru sampai 2038. Saya harus tahu betul Umsida ini harus dibawa kemana, karena itu saya harus tahu betul mengarahkan siapa saja. Tahu bagaimana menjalankannya, tidak hanya ngomong tok, tapi juga goes the way, gak ngongkon tok,” tegasnya lagi memukau para peserta hingga terdiam.
Hidayatulloh melanjutkan, tahun 2038, Umsida harus mendapat pengakuan di tingkat ASEAN (ASEAN recognition), sedangkan pengakuan nasionalnya (national recognition) ditargetkan di tahun 2023 hingga 2026.
Di tahun-tahun itu, Umsida harus terakreditasi unggul sehingga banyak yang harus didongkrak mulai dari SDM yang harus 50% bergelar doktor dan berjabatan fungsional lektor, lektor kepala dan guru besar hingga sarana dan prasarana yang memadai, “Kalau kita terakreditasi unggul mimpi kita utk punya 20 ribu mahasiswa akan tercapai. Dan dipastikan di tahun-tahun perencanaan hingga 2038, Hidayatulloh sudah tidak menjadi rektor,” tegasnya diiringi tepuk tangan meriah para peserta.
Oleh karena itu, menurut pria asli Sidoarjo itu, masing-masing sekolah fokus pada mimpinya sendiri-sendiri dan menanamkan idiologi fastabiqul khoirot, melakukan kebaikan sesering mungkin dan terus menerus, melakukan kebaikan itu yang terbaik dari diri kita, dan menjadikan diri kita bagian pertama yang melakukan kebaikan dan yang terbaik itu secara terus menerus.
Ditulis oleh: Dian Rahma Santoso