Umsida.ac.id – Mahasiswa KKNP 43 Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (UMsida) telah melaksanakan program pemberdayaan kebun alpukat di desa Tejowangi milik salah satu pekebun bernama Slamet pada Jumat, (31/01/25).
Lihat juga: Sempat Vakum, KKNP 50 Umsida Kembangkan Lagi Keripik Pisang Khas Begaganlimo dengan Cara Modern
“Kami melihat potensi dari kebun alpukat pak Slamet sebagai destinasi agrowisata yang bisa lebih lanjut. Selain memiliki sejarah panjang dalam budidaya alpukat, kebun ini juga memiliki keunikan dengan berbagai jenis alpukat yang memiliki karakteristik berbeda beda,” ungkap Rafi Adhima, ketua KKNP 43 Umsida.
Kebun alpukat ini akan dibuat sebagai destinasi agrowisata kebun alpukat yang bertujuan untuk meningkatkan nilai ekonomi, daya tarik wisata lokal, serta memberikan pengalaman edukatif bagi para pengunjung.
Program ini sekaligus merupakan bentuk sinergi antara mahasiswa dan masyarakat dalam mendukung pertumbuhan ekonomi desa secara berkelanjutan.
Menurut Rafi, kebun alpukat di daerah Tejowangi belum terlalu banyak ditemukan dalam skala yang besar dan terkelola dengan baik.
“Kebun Pak Slamet menjadi salah satu yang paling berkembang di sini karena beliau sudah menekuni budidaya alpukat selama bertahun-tahun. Potensi ini yang ingin kami bantu maksimalkan agar bisa menjadi contoh bagi petani lainnya,” terangnya.
Kebun Alpukat yang Potensial untuk Dikembangkan
Kebun alpukat Slamet memiliki perjalanan yang cukup panjang. Selama kurang lebih sembilan tahun, ia telah merawat kebun ini. Awalnya, Slamet hanya menanam tiga pohon alpukat yang terdiri dari dua jenis Markus dan satu jenis Kelud yang dibeli dari Kediri.
Dengan penuh kesabaran, ia berhasil melakukan panen pertamanya setelah tiga tahun, dan kini pohon-pohon tersebut telah menghasilkan enam kali panen.
Sepanjang perjalanan waktu, jumlah pohon alpukat yang dimiliki terus bertambah sesuai dengan kemampuan modalnya, sehingga kini jumlahnya sulit untuk dihitung secara pasti.
“Saya percaya bahwa alpukat lokal di daerahnya memiliki kualitas yang sangat baik. Namun saat itu, jenis alpukat internasional yang sekarang banyak ditanam masih belum ada,” jelasnya.
Kini, ia berhasil menanam berbagai jenis alpukat, termasuk varietas internasional seperti Kuba yang berasal dari Vietnam, Has dari Amerika, serta jenis lainnya seperti Mentega, Ligator, Pameling, Peluang, dan Miki.
Bagi Slamet, varietas unggulannya adalah alpukat Markus. Ia memilih jenis ini karena memiliki nilai jual yang paling tinggi dibandingkan dengan lainnya.
Di musim kemarau pada bulan Agustus dan September lalu, harga alpukat markus bahkan mencapai Rp55. 000 per kilogram.
Sementara harga standar berkisar antara Rp35. 000 hingga Rp40. 000 per kilogram. Sebagai perbandingan, harga alpukat lokal tertinggi hanya mencapai Rp15. 000 per kilogram.
Kendala dalam Budidaya Alpukat
Menurut Slamet, salah satu tantangan utama dalam membudidayakan tanaman ini adalah kebutuhan air yang relatif tinggi.
Di musim kemarau, tanaman alpukat memerlukan pasokan air yang memadai agar tidak mengalami stres. Selain itu, persiapan lahan serta media tanam juga memerlukan perhatian yang serius.
“Ada beberapa langkah tambahan yang diperlukan untuk meningkatkan hasil panen, salah satunya adalah penyetresan yang dikenal sebagai ‘ngelenteng’ oleh masyarakat setempat. Tanpa pemahaman tentang teknik ini, proses budidaya dapat terasa rumit,” ungkap Slamet.
Kembangkan Potensi Agrowisata Kebun Alpukat
Salah satu langkah pemberdayaan yang dilaksanakan adalah mengelola wisata kebun alpukat secara lebih terstruktur.
Mahasiswa KKNP Umsida akan mengembangkan tempat ini menjadi lebih menarik, mulai dari penataan kebun, penyediaan fasilitas pendukung, hingga pembuatan papan informasi yang edukatif.
“Sebelumnya, kebun saya hanya berfungsi sebagai tempat budidaya biasa. Namun saat ini, dengan konsep agrowisata yang lebih terarah, banyak pengunjung yang datang untuk merasakan pengalaman memetik alpukat langsung dari pohonnya,” terang Slamet..
Sarana dan Promosi Agrowisata
Selain pengelolaan kebun, mahasiswa KKN- juga membawa kontribusi di bidang promosi dan pemasaran.
Beberapa langkah yang dilakukan seperti pembuatan media promosi, termasuk desain brosur dan banner yang memberikan informasi mengenai wisata kebun alpukat.
Mereka juga membuat konten di media sosial untuk menarik minat wisatawan.
Ketua KKN, Rafi kembali menjelaskan tentang beberapa program yang mereka buat untuk mengembangkan wisata ini.
Ia menjelaskan, “Kami membantu dengan menyediakan papan informasi tentang jenis alpukat dan teknik budidayanya agar pengunjung mendapat edukasi yang lebih baik.”
Rafi beserta tim KKN juga memberikan pendampingan dalam pengelolaan wisata, dengan membagikan wawasan mengenai cara mengelola kebun sebagai destinasi agrowisata yang berkelanjutan.
Lihat juga: Buat Olahan Susu Kambing, KKNP 35 Umsida Kembangkan Potensi Masyarakat Desa Sentul
Mahasiswa prodi Akuntansi itu berharap kebun alpukat desa Tejowangi bisa menjadi ikon agrowisata desa yang dikenal luas, sehingga mendatangkan lebih banyak wisatawan.
Penulis: Dyah Tri Meilani
Penyunting: Romadhona S.