putusan MK tentang pemisahan pemilu

Putusan MK Jadi Titik Balik Desain Pemilu Nasional dan Daerah yang Lebih Efektif

Umsida.ac.id – Terkait putusan MK yang memisahkan Pemilihan Umum (Pemilu) nasional dan lokal, pakar hukum Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida), Dr Rifqi Ridlo Phahlevy SH MH berpendapat bahwa secara konstitusional, Putusan MK Nomor 135/PUU-XXII/2024 tentang Pengujian UU Pemilu adalah sah.

Lihat juga: Wacana Pilkada Dipilih DPRD, Akankah Ada Orde Baru Part 2? Ini Kata Pakar Umsida

Secara konstitusional, MK merupakan pemegang kekuasaan kehakiman disamping MA yang salah satu kewenangannya adalah untuk memutus perkara Pengujian Undang-Undang (PUU). 

Dalam perkara PUU ini, MK memiliki kedudukan sebagai penafsir dan penjaga konstitusi. 

Dalam kedudukannya tersebut MK memiliki kapasitas dan kredibilitas konstitusional dalam menafsirkan norma konstitusi sebagai dasar dalam menilai konstitusionalitas prosedur maupun materi muatan undang-undang yang diujikan.

Kewenangan MK dalam Mengubah Desain Pemilu

putusan MK tentang pemisahan pemilu

“Berdasarkan aspek kewenangan MK tersebut, maka putusan MK terkait pemisahan Pemilu secara konstitusional sah,” ujarnya.

Apalagi, menurutnya, tidak ditemukan adanya cacat formil dari permohonan yang diajukan, baik terkait kedudukan pemohon, substansi pasal dalam undang-undang yang diujikan, serta dasar pengujiannya. 

“MK dalam pertimbangan putusannya cukup gamblang dalam menguraikan tidak adanya problem nebis in idem yang dapat menjadi sebab ditolaknya permohonan Perludem ini,” imbuh Dr Rifqi, sapaannya.

Sikap MK terkait penentuan desain Pemilu memang mengalami perubahan pada proses pengujian kali ini. 

Dalam beberapa putusan sebelumnya, MK telah meletakkan wewenang penataan desain Pemilu pada Legislatif dan Pemerintah. 

Dalam putusan MK terdahulu menyatakan bahwa wewenang penataan format Pemilu pada dasarnya adalah wilayah open legal policy yang dimiliki oleh pembentuk UU. 

Pembuat UU demi kontekstualitas penyelenggaraan Pemilu diberi keleluasaan dalam menentukan format dan mekanisme penyelenggaraan Pemilu. 

Menurutnya, MK hanya menegaskan prinsip dan ketentuan dasar yang perlu diwujudkan oleh pembentuk UU melalui pengaturan Pemilu, salah satunya terkait desain keserentakan penyelenggaraan Pemilu.

Perubahan sikap dengan menentukan secara lebih tegas format keserentakan Pemilu, tidak terlepas dari sikap pembentuk UU yang dirasa lambat dalam merespons putusan MK sebelumnya. 

“Sikap MK dalam putusan ini sejatinya juga tidak dapat sepenuhnya dipandang sebagai bentuk inkonsistensi. Substansi putusan saat ini secara konseptual dan kontekstual tidak sepenuhnya menghilangkan ruang open legal policy yang sebelumnya dilekatkan MK pada pembentuk UU,” jelasnya. 

Pengaturan MK lebih bersifat memberi panduan bagi pembentuk undang-undang dalam merancang pembaharuan UU KePemiluan. 

Adapun terkait dengan detail kebijakan penyelenggaraan Pemilu, imbuhnya, MK pada dasarnya tetap menyerahkan pengaturannya pada pembentuk undang-undang.

Apa Konsekuensi Putusan MK?

Ia mengatakan bahwa konsekuensi sistemis dari putusan MK ini adalah kewajiban dari pembentuk UU untuk melakukan pembaharuan terhadap UU kePemiluan (UU Pemilu dan UU Pemilihan Kepala Daerah). 

“Perubahan itu penting dan wajib mengingat format pemilihan serentak yang diatur dalam UU kePemiluan saat ini tidak selaras dengan amanat putusan MK Nomor 135/PUU-XXII/2024,” ujarnya.

Pembentuk UU harus membuat formulasi Pemilu serentak untuk tingkat nasional dan Pemilu serentak untuk tingkat daerah. 

Tahapan pemilihan serentak di tingkat pusat dan daerah yang berbeda memungkinkan pembentuk undang-undang untuk mengubah formulasi (lebih tepatnya rezim) pemilihan di level daerah. 

“Putusan MK ini membuka ruang bagi perubahan konsep rezim Pemilu, dari yang selama ini dipisahkan menjadi Pemilu dan Pilkada, menjadi Pemilu nasional dan Pemilu Daerah,” tutur pakar hukum tata negara itu.

Perubahan skema rezim Pemilu tersebut dimungkinkan, mengingat pandangan, argumentasi dan ketetapan MK dalam putusan itu dapat diposisikan sebagai tafsir konstitusi. 

Lihat Juga :  Jika Pilkada Dipilih DPRD, Apa Dampaknya?

Dr Rifqi berkata, “Artinya, putusan itu menjadi dasar bagi pembentuk UU dalam memaknai norma konstitusi. Dalam hal ini mereka harus mau menyesuaikan perspektifnya dengan pandangan MK dalam putusan ini.”

Pengaturan Pemilu dan Pilkada yang selama ini dipisahkan dalam dua UU yang berbeda, lantas ia berpendapat bahwa kedepannya Pemilu bisa diatur dalam satu UU yang sama. 

“Skema yang lain juga dimungkinkan, yakni dengan mengatur Pemilu nasional (Presiden, DPR dan DPD) dan Pemilu daerah (Kepala Daerah dan DPRD) dalam dua undang-undang yang berbeda,” tandasnya.

Kedua pola ini secara teoritis memungkinkan, mengingat dalam sistem negara kesatuan, kedudukan Pemerintahan daerah (Kepala Daerah dan DPRD) adalah bagian dari struktur kekuasaan eksekutif.

Pemisahan Pemilu Dinilai Lebih Efektif

putusan MK tentang pemisahan pemilu

Pertimbangan utama dikabulkannya permohonan Perludem dkk oleh MK adalah kuatnya argumentasi dan data mereka tentang kemunduran demokrasi dan partisipasi politik warga pada Pemilu yang lalu.

“Formulasi yang diajukan oleh MK dalam putusannya ini dianggap sebagai solusi untuk meningkatkan kualitas demokrasi dan partisipasi bermakna warga dalam proses demokrasi,” kata doktor lulusan UM Surakarta itu.

Dari aspek efektivitas, pemisahan waktu penyelenggaraan Pemilu nasional dan daerah akan meringankan penyelenggara dalam melaksanakan proses yang ada. 

Kemudahan ini sejatinya juga berlaku bagi Parpol yang tentunya akan memiliki cukup waktu untuk menyiapkan kader terbaiknya dalam tahapan pemilihan di level daerah dan pusat.

Lalu dari sisi Pemilih, proses pemilihan yang terpisah antara Pemilu Nasional dan Daerah menjadikan mereka lebih sadar dalam menentukan pilihan. 

“Fakta coblos paketan yang murni berbasis pesangon dan minim kesadaran bisa diminimalkan,” tandasnya.

Proses pemilihan di dua masa yang berbeda memungkinkan kampanye kontestan Pemilu berjalan lebih efektif dan lebih mengena. 

Masyarakat daerah dimungkinkan lebih mengenal para kontestan Pemilu di masing-masing level yang akan dipilihnya. 

Menurutnya, hal tersebut dapat mendorong tingkat partisipasi politik yang bermakna dari warga negara.

Dr Rifqi menjelaskan bahwa perubahan skema Pemilu yang ada harus diawali dengan perubahan UU kepemiluan secara komprehensif. 

“Mengingat Indonesia adalah negara kesatuan, seyogyanya pembentuk UU mengatur penyelenggaraan Pilkada dalam satu UU yang sama dengan pemilihan DPRD,” kata Dr Rifqi.

Pengaturan dalam satu UU yang sama dapat mengurangi potensi benturan norma yang hadir jika diatur dalam undang-undang yang berbeda. 

Pembentuk UU juga harus berhati-hati dalam menyusun skema dan proses transisi pengisian jabatan daerah, khususnya untuk penggantian jabatan anggota DPRD.

Ia berpendapat, “Pengisian jabatan Kepala daerah dan DPRD pada tahun 2029 nanti tentunya tidak dapat dilakukan dengan mekanisme PLT atau PAW, karena sejatinya mandat rakyat yang mendasari jabatan mereka sudah berakhir.”

Perlu disusun skema pemilihan transisional untuk 2 – 2,5 tahun yang tidak mencederai maksud putusan MK dalam putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024. 

Dalam hal ini MK menyerahkan kewenangan pada pembentuk UU untuk melakukan terobosan konstitusional guna menjawab kebutuhan faktual pengisian jabatan di daerah. 

Lihat juga: UU Penyiaran Belum Adaptif, Pakar Umsida Minta Regulasi Media Digital yang Tegas

“Pemahaman prinsipil dan konseptual terkait Indonesia sebagai negara kesatuan yang berbentuk republik menjadi kata kunci dalam penataan Pemilu daerah kedepan,” tutup Dr Rifqi.

Penulis: Romadhona S.

Berita Terkini

Unimerz belajar di FK Umsida 2
FK Umsida Jadi Rujukan Unimerz dalam Rencana Pembukaan Fakultas Kedokteran
July 11, 2025By
dosen Umsida aktif di pembelajaran mendalam 1
Dosen Umsida Jadi Delegasi Fasilitator Pelatihan Pembelajaran Mendalam Kemendikdasmen
July 11, 2025By
civil day teknik sipil umsida 1
Saring Inovasi Mahasiswa Teknik Sipil Umsida di Cibvil Day 2025, Siap Dikembangkan ke Masyarakat
July 10, 2025By
roadshow FAI Umsida
Roadshow FAI Umsida ke Kediri, Perkuat Ukhuwah Dunia Pesantren dan Kampus
July 9, 2025By
workshop artikel ilmiah Fikes Umsida
Gelar Workshop Artikel Ilmiah, Fikes Umsida Dapat 2 Kunci Agar Lolos Publikasi
July 8, 2025By
FPIP dan FBHIS Umsida siapkan mahasiswa ke dunia kerja 1
Bekali Mahasiswa Sebelum ke Dunia Kerja, FPIP dan FBHIS Umsida Gandeng WIJABA
July 7, 2025By
medical check up FK Umsida
Gelar Medical Check Up di CFD, Kontribusi FK Umsida Bantu Masyarakat Deteksi Dini Penyakit
July 5, 2025By
ide bisnis himaksida 2
Ide Bisnis Kreatif Para Pelajar Tampil Menginspirasi di Kompetisi Himaksida 2025
July 4, 2025By

Riset & Inovasi

civil day 2025
Civil Day 2025, Ajang Mahasiswa Teknik SIpil Tunjukkan Inovasinya
July 9, 2025By
pentingnya keamanan pangan 1
Ajak Melek Literasi Keamanan Pangan, Warek 1 Umsida Andil di Pendampingan PSAT
June 30, 2025By
pemeriksaan gigi 1
Gelar Pemeriksaan Gigi Bumil, FKG Umsida Edukasi 22 Ibu untuk Jaga Kesehatan Gigi dan Mulut
June 24, 2025By
tanaman pionir Lumpur Sidoarjo 3
Peneliti Umsida Manfaatkan Tanaman Pionir Sebagai Agen Fitoekstraksi di Lumpur Sidoarjo
June 12, 2025By
FKG Umsida aktif di abdimas 1
Peran Aktif FKG Umsida Kepada Para Lansia, Edukasi Kesehatan Gigi di Usia Senja
June 12, 2025By

Prestasi

Ikom Umsida juara Silat Apik
Tak Hanya Delegasi Mahasiswa, Ikom Umsida Juga Raih 2 Juara Ini di SILAT APIK PTMA 2025
July 4, 2025By
ikom Umsida potret masyarakat Cirebon
Potret Masyarakat Cirebon dalam Audio Visual, 4 Mahasiswa Ikom Borong Prestasi Silat Apik 2025
July 3, 2025By
ikom Umsida silat apik 3
Ikom Umsida Borong 11 Prestasi di Silat Apik UM Cirebon 2025
July 2, 2025By
Umsida Kampus Islami Terbaik III_11zon
Umsida Jadi Kampus Islami Terbaik III pada Muhammadiyah Higher Education Awards 2025
June 30, 2025By
mahasiswa Administrasi Publik Umsida
Mahasiswa Administrasi Publik Juara 1 Kumite +84 Kg Senior Putra Piala Guberur Jatim Cup
June 28, 2025By