Umsida.ac.id – Isu kontaminasi radioaktif pada pangan laut, khususnya udang, menjadi sorotan publik menyusul laporan FDA Amerika Serikat terkait temuan Cs-137.
Dr Lukman Hudi STP MMT, pakar teknologi pangan Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida), menjelaskan bahwa Cs-137 bisa masuk ke jaringan organisme melalui paparan lingkungan.
Lihat juga: Alat Pembakaran Sampah Tanpa Asap, Inovasi Dosen Umsida Tekan Masalah Sampah
“Sekali radionuklida seperti Cesium-137 sudah masuk ke jaringan organisme hidup (misalnya udang atau ikan), sulit sekali dihilangkan sepenuhnya,” ujar Dr Hudi.
Cara Meminimalisir Paparan Radioaktif pada Udang

Namun, ia menjelaskan bahwa ada beberapa cara untuk meminimalkan kadar atau risiko paparan sebelum pangan tersebut dikonsumsi.
- Pencucian dan Perendaman
Proses ini menghilangkan kontaminasi eksternal seperti lumpur, sedimen, atau partikel radioaktif di permukaan udang.
Caranya, cuci udang dengan air mengalir beberapa kali.
Rendam dalam larutan garam ringan (NaCl 1–3%) atau asam asetat encer (cuka 0,5–1%) selama ±15–30 menit.
Teknik ini bisa mengurangi kontaminasi permukaan hingga 20–40%, namun tidak efektif untuk Cs-137 yang sudah terserap dalam jaringan otot udang.
- Pengolahan Termal (Rebus atau Kukus)
Cara ini bisa melarutkan sebagian Cs-137 dalam air perebusan karena sifatnya yang ionik.
Caranya, rebus udang dalam air bersih dan buang air rebusannya. Hindari menggunakan kaldu hasil rebusan untuk konsumsi.
Metode ini bisa menurunkan kandungan Cs-137 hingga 30–60%, tergantung ukuran udang dan lamanya perebusan.
“Semakin lama dan lebih panas perebusan, semakin banyak cesium berpindah ke air rebusan,” tutur Dr Hudi.
- Pengolahan Tambahan (Perendaman Kimia Alami)
Metode selanjutnya yakni dengan merendam udang dengan asam organik ringan seperti cuka, jus lemon, atau larutan asam sitrat dapat membantu melarutkan sebagian ion cesium dari jaringan permukaan.
caranya yaitu dengan mengkombinasikan perendaman, perebusan, dan pembuangan air rebusan yang menjadi metode paling efektif untuk rumah tangga.
- Pengolahan industri
Penghilangan lebih lanjut dilakukan dengan metode industri yang tidak praktis untuk konsumsi sehari-hari.
Di laboratorium atau industri pangan, penghilangan lebih lanjut bisa dilakukan dengan:
- Ion-exchange treatment (penyerap cesium menggunakan resin zeolit atau Prussian Blue)
- Pengeringan dan pengabuan terkontrol (untuk bahan non-konsumsi)
“Tapi metode ini tidak praktis untuk pangan konsumsi sehari-hari, hanya untuk pengujian atau dekontaminasi bahan mentah skala besar,” terang doktor lulusan Teknologi Industri Pertanian Universitas Brawijaya itu.
Dr Hudi tidak menyarankan agar konsumen udang mengolahnya dengan cara menggoreng, pendinginan atau pembekuan, dan pemberian bumbu atau fermentasi.
“Menggoreng hanya memindahkan air, cesium tetap tertinggal di jaringan. Kalau pendinginan tidak mengubah kadar radioaktif. Dan pemberian bumbu atau fermentasi tidak mengurai cesium,” jelasnya.
Teknologi untuk Deteksi Kontaminasi Radioaktif dalam Bahan Pangan

Untuk mendeteksi kontaminasi radioaktif dalam pangan, Dr Hudi mengungkapkan bahwa gamma spectrometer (HPGe) adalah teknologi yang paling andal, karena dapat mengukur radiasi gamma yang dipancarkan oleh elemen seperti Cs-137.
“Untuk mengurangi kontaminasi, kombinasi ion-exchange dan pengolahan termal seperti perebusan terbukti efektif menurunkan kadar radioaktif hingga 30–60%,” katanya.
Selain itu, tambah Dr Hudi, riset terbaru yang mengarah pada penggunaan mikroba biosorben serta kemasan aktif berbasis mineral yang dapat menyerap kontaminan radioaktif secara alami.
Standar Pengaturan Internasional dan Nasional untuk Keamanan Radiasi Pangan
Lebih lanjut, Dr Hudi menjelaskan beberapa standar internasional dan nasional yang berhubungan dengan keamanan radiasi pangan.
Codex Alimentarius (FAO/WHO)
Codex Guideline Levels mengatur batas maksimum radionuklida (seperti Cs-137) pada pangan setelah insiden nuklir.
Batas aman dari aturan ini adalah 1 mSv/tahun untuk paparan publik, dengan batas lebih ketat (100 Bq/kg untuk Cs-137) pada susu bayi dan makanan anak.
IAEA & WHO
IAEA dan WHO mendukung pengawasan radionuklida dalam pangan dengan 1 mSv/tahun sebagai batas radiasi untuk populasi umum.
Standar Nasional Indonesia (SNI) dan Regulasi
BAPETEN mengatur keselamatan radiasi di Indonesia melalui UU No. 10 Tahun 1997 dan Peraturan BAPETEN No. 16 Tahun 2012, dengan batas Cs-137 ≤ 1.000 Bq/kg untuk pangan umum.
Lihat juga: 7 Cara Sederhana untuk Mengurangi Paparan Mikroplastik
BPOM & SNI 19-6937-2003 mengatur pengukuran radioaktivitas dalam pangan, dengan batas Cs-137 ≤ 1.000 Bq/kg untuk pangan umum dan 100 Bq/kg untuk produk bayi.
Sumber: Dr Lukman Hudi STP MMT
Penulis: Romadhona S.