Umsida.ac.id – Cerita rakyat sering dipahami sebagai mitos belaka, pengantar tidur anak-anak, dan dilupakan begitu saja ketika mereka dewasa dan terbangun dari mimpinya. Padahal sebenarnya, cerita-cerita tersebut mengandung nilai-nilai tertentu, khususnya pelajaran sila ke-5 Pancasila.
Hal tresebut tertuang dalam penelitian dosen Universitas Muhammadiyah Sidoarjo Umsida yakni Joko Susilo SHum MHum. Penelitian yang membahas tentang budaya lokal Sidoarjo ini ia kerjakan bersama mahasiswanya pada tahun 2022.
Terdapat tiga desa yang menjadi topik penelitian dosen yang mendapat penghargaan sebagai peneliti terbaik TA 2022-2023 umsida ini. Diantaranya adalah desa Terung (Terung Wetan dan Terung Kulon), Kecamatan Krian, lalu ada desa Tambak Oso di kecamatan Waru, dan desa Tambak Kalisogo di kecamatan Jabon.
Lihat juga: 4 Mahasiswa Umsida Beri Pencerahan di Pulau Bangka Belitung
Ia membuat penelitian ini guna mengkaji kembali cerita rakyat yang ada Sidoarjo untuk menemukan kandungan, makna, atau nilai-nilai filosofi tentang keadilan sosial. Karena di ketiga cerita ini, menyangkut pautkan tokoh yang berjuang untuk membela masyarakat.
Cerita rakyat desa Terung
Desa terung merupakan sebuah desa yang berada di kecamatan Krian, Sidoarjo dan terbagi menjadi dua wilayah, yakni Terung Wetan dan Terung Kulon.
Pada zaman dahulu, desa Terung dipimpin oleh Raden Kusen yang menjadi Adipati di Kadipaten Terung. Di desa ini dulunya terdapat Dermaga sungai yang dikunjungi para pendatang. Sungai tersebut menjadi sumber kehidupan warga terang baik untuk kebutuhan sehari-hari maupun sebagai penggerak ekonomi.
Ngudung dari Demak Bintoro yang mengetahui potensi desa terung yang amat kaya, ia bersama pasukannya hendak menyerang Kadipaten Terung Raden Kusen. Namun Raden Kusen berpegang teguh untuk melindungi masyarakat dan demi keadilan warganya. Iya menusukkan tombak di dada Sunan Ngudung sebagai simbol perlindungan bagi siapapun yang mengganggu keamanan masyarakat Terung.
Lihat juga: Berawal dari Abdimas, Dosen Fikes Ini Ciptakan Sensomotor Edupark untuk Siswa ABK di SD MICA 01
Cerita rakyat desa Tambak Oso
Siapa yang tak kenal salah satu cerita legendaris yang berasal dari Sidoarjo yakni Sarip Tambak Oso. Desa ini terletak di kecamatan Waru, Sidoarjo. Kisah Sarip telah didokumentasikan dalam masyarakat secara turun temurun karena Sarip Tambak Oso adalah tokoh keadilan di desa tersebut.
Pada masa penjajahan Belanda, penarikan pajak di desa Tambak Oso tidak dilakukan secara adil. Bahkan ibu Sarip ditarik pajak tanah tambak meskipun tidak mengerjakan tanah tambak tersebut. Atas peristiwa itu, Sarip melawan untuk menegakkan keadilan kepada Belanda dan para pejabat lokal yang berpihak kepada Belanda.
Dalam kisah dongengnya, Sarip pernah mati melawan polisi Belanda maupun Paidi, namun ia akan hidup lagi ketika ibunya memanggil. Mungkin pernyataan tersebut hanyalah sebuah dongeng biasa, tapi jika diambil maknanya, Sarip merupakan sosok yang berjuang mempertahankan hak Ibu dan masyarakat desa Tambak Oso. Ia berjuang dengan bekal doa dan restu ibunya.
Cerita rakyat desa Tambak Kalisogo
Cerita rakyat yang bercerita tentang penegakan keadilan selanjutnya berasal dari desa Tambak Kalisogo, kecamatan Jabon. Di desa ini terdapat cerita silat bernama silat Jawisogo yang masyarakatnya memiliki kemampuan bela diri untuk bersatu melawan penjajah. Belanda saat itu bertindak sewenang-wenang menebang pohon yang ada di hutan tambak Kalisogo dengan cara yang cukup brutal.
Ada dua tokoh yang menguasai seni silat bernama Adipati Rekso dan Mbah Soepomo. Mereka berdiskusi untuk mengerahkan masyarakat melawan ketidakadilan yang dilakukan oleh Belanda. Silat yang mereka kuasai bukan untuk keserakahan atau kesombongan, tapi untuk memperjuangkan keadilan.
Lihat juga: Wisata Pasar Pring Sewu, Inovasi Kelompok Mahasiswa Umsida
Dari ketiga cerita rakyat Sidoarjo tersebut mengandung makna upaya mewujudkan keadilan sosial bagi masyarakat sesuai dengan prinsip-prinsip sila ke-5 Pancasila yang dapat dipraktikkan oleh generasi masa kini. Diantaranya yaitu gotong royong, perilaku adil dengan sesama, imbangnya hak dan kewajiban, menghormati dan melindungi kesejahteraan hidup masyarakat.
Penulis: Romadhona S