Umsida.ac.id – Akhir-akhir ini, heboh di media sosial tentang aksi pengusaha asal Surabaya bernama Ivan Sugianto yang meminta siswa SMA Kristen Gloria 2 Surabaya untuk bersujud dan menggonggong di hadapannya.
Lihat juga: Riset Dosen Umsida Jelaskan 8 Peran Sekolah untuk Mengatasi Bullying
Dalam video viral yang berdurasi satu menit empat detik itu memperlihatkan Ivan Sugianto mendatangi SMA tersebut dan meminta seorang siswa untuk meminta maaf sembari bersujud dan menggonggong layaknya anjing.
Peristiwa tersebut diduga lantaran Ivan Sugianto tek terima anaknya yang merupakan siswa Cita Hati, diejek lantaran memiliki rambut yang mirip dengan anjing pudel oleh siswa SMAK Gloria 2 Surabaya.
Melihat peristiwa viral itu, pakar Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida), Dr Septi Budi Sartika MPd, menjelaskan bahwa dalam menyelesaikan kasus pembullyan, tak perlu hingga sebesar itu.
Pentingnya Peran TPPK
“Sebenarnya, sekolah itu ada TPPK (Tim Perlindungan Perundungan dan Kekerasan). Jadi, setiap sekolah baik negeri maupun swasta, memiliki Surat Keputusan terkait hal tersebut (TPPK),” ujar dekan Fakultas Psikologi dan Ilmu Pendidikan (FPIP) Umsida itu.
Jadi jika ada kejadian perundungan, katanya, pasti ada penanganan dari tim tersebut. Banyak sekali literasi yang membahas tentang stop bullying, stop perundungan, atau kekerasan pada anak di berbagai sudut sekolah, terlebih pada sekolah yang sudah terakreditasi
“Kami pun sebagai asesor akreditasi selalu melakukan pengecekan hal tersebut ketika ditugaskan di sekolah untuk melakukan visitasi,” ucap Dr Septi, sapaan akrabnya.
Kasus Ivan Sugianto Bisa Diselesaikan Secara Kekeluargaan
Terkait dengan berita yang viral beberapa waktu lalu, menurut Dr Septi, sebenarnya persoalannya bisa diselesaikan secara kekeluargaan tanpa perlu melakukan pembalasan.
“Sekali lagi, karena anak tersebut sudah remaja, artinya orang tua harus bisa memberikan pengertian kepada mereka,” ujarnya.
Misalnya ketika anak tersebut mendapat perilaku bullying secara fisik oleh temannya seperti kasus ini, Dr Septi menyarankan agar orang tua yang dilapori harus bisa menimpalinya dengan cooling down, bukan langsung emosi.
“Jika sudah terlanjur emosi seperti kejadian tersebut, maka jatuhnya akan memalukan dan ujung-ujungnya terjerat kasus hukum seperti pencemaran nama baik,” katanya.
Sekali lagi, ujar dosen prodi Pendidikan IPA Umsida itu, menjadi orang tua itu harus bijak dan bisa melihat betul-betul sebenarnya yang terjadi atau kejadian sebelumnya seperti apa, tidak langsung tersulut emosi.
Ia menyarankan agar orang tua tersebut (Ivan Sugianto) bisa mendatangi sekolah untuk meminta tim TPPK membantu menangani kasus itu secara kekeluargaan.
Karena menurutnya, orang yang berpendidikan itu menyesuaikan masalah secara kekeluargaan. Sehingga kejadian-kejadian yang berakibat mempermalukan diri sendiri tidak terjadi.
Dr Septi menjelaskan bahwa dengan adanya tim TPPK ini sudah cukup memfasilitasi tindakan pembullyan atau kekerasan yang terjadi di sekolah.
“Jika kejadiannya seperti kasus tersebut yang terjadi di luar sekolah, sebetulnya anak sudah menjadi tanggung jawab orang tua. Namun apapun itu, karena menyangkut sekolah bahkan hingga viral di media sosial, jadi pihak sekolah juga harus tetap dilibatkan dalam penanganan kasus tersebut,” jelasnya.
Kasus Berlanjut di Meja Hijau
Buntut dari kasus ini, Ivan Sugianto ditetapkan sebagai tersangka atas kasus perundungan. Ia ditangkap di bandar udara Juanda pada Kamis sore (14/11/2024).
Setelah diperiksa di Polrestabes Surabaya, Ivan Sugianto terancam dua pasal, yaitu pasal 80 ayat 1 UU RI No 35 Tahun 2014 tentang tentang perubahan atas UU RI No 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak dan atau Pasal 335 KUHP ayat (1) butir 1 KUHP.
Pasal 80 (1) UU No 35 Tahun 2014 itu berbunyi, “Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76c, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) Tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp 72 juta”.
Sementara itu, pasal 76c UU No 35 Tahun 2014 berbunyi, “Setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan kekerasan terhadap anak”.
Lihat juga: Tak Hanya Fisik, Ini 5 Contoh Verbal Bullying di Lingkungan Pendidikan Menurut Riset
Lalu pada pasal 335 KUHP ayat (1) butir 1 KUHP berbunyi, “Barang siapa secara melawan hukum memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu, dengan memakai kekerasan, sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tak menyenangkan, atau dengan memakai ancaman kekerasan, sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tak menyenangkan, baik terhadap orang itu sendiri maupun orang lain”.
Penulis: Romadhona S.
Sumber lain:
cnnindonesia.com
liputan6.com