Umsida.ac.id – Akhir-akhir ini, Indonesia mengalami iklim yang cukup berbeda dari biasanya. La Nina, sebuah kondisi yang menyebabkan beberapa wilayah di Indonesia mengalami suhu yang lebih dingin dari biasanya dan meningkatnya curah hujan.
Lihat juga: Hujan Buatan dan Hapus Pertalite, Efektif Tangkal Polusi Udara?
La Nina adalah fenomena yang berasal dari suhu permukaan Samudra Pasifik tropis bagian tengah dan timur lebih dingin dibandingkan suhu normal. Fenomena ini biasanya terjadi setiap dua hingga tujuh tahun sekali.
Mengapa Fenomena Ini Bisa Terjadi?
Menilik kondisi tersebut, dosen ahli dari program studo Teknologi Pangan Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida), M Abror SP MM mengatakan bahwa fenomena La Nina terjadi karena adanya perubahan sirkulasi atmosfer dan arus laut di Samudra Pasifik.
Selama La Nina, angin pasat (trade winds) di Pasifik menguat, mendorong massa air hangat menjauh dari pesisir Amerika Selatan menuju wilayah Asia Tenggara dan Australia.
Hal ini menyebabkan air dingin dari dasar laut naik ke permukaan di sepanjang pantai Amerika Selatan, menurunkan suhu permukaan laut di Pasifik tengah dan timur.
“Perubahan suhu inilah yang mempengaruhi pola tekanan udara dan menggeser pola cuaca global, menghasilkan hujan lebih deras di wilayah yang lebih hangat dan kering di wilayah yang lebih dingin,” kata ketua program studi Agroteknologi Umsida itu.
Dampak Adanya La Nina di Berbagai Wilayah
Fenomena La Nina dapat menyebabkan perubahan pola cuaca global, seperti curah hujan yang lebih tinggi di beberapa wilayah Asia Tenggara, termasuk Indonesia, dan musim dingin yang lebih dingin di Amerika Utara.
Sebaliknya, La Nina sering mengurangi curah hujan di beberapa wilayah lain, seperti di bagian barat daya Amerika Serikat. Fenomena ini biasanya berlangsung selama beberapa bulan hingga satu tahun, dan dampaknya bervariasi tergantung pada intensitas dan durasinya.
“Di Indonesia sendiri, dampak fenomena ini berupa peningkatan curah hujan yang signifikan, terutama selama musim penghujan. Hal ini disebabkan oleh pergeseran massa udara hangat dan lembap ke wilayah Asia Tenggara, termasuk Indonesia,” katanya.
Hal inilah, lanjut Abror, yang meningkatkan potensi hujan deras dan bahkan banjir di beberapa daerah.
Potensi Bencana yang Bisa Terjadi
Mengungkap tentang potensi bencana akibat La Nina, Abror mengatakan bahwa sangat mungkin potensi bencana itu terjadi, bahkan bencana bisa meningkat pada masa ini.
Fenomena ini bisa mempengaruhi sektor pertanian, perikanan, dan transportasi, karena perubahan cuaca yang tidak menentu dan potensi bencana alam yang lebih tinggi.
“Ya, potensi bencana dapat meningkat selama fenomena ini, terutama di wilayah-wilayah yang rentan terhadap curah hujan tinggi. Di Indonesia, La Nina sering kali memicu banjir di dataran rendah dan daerah perkotaan, karena volume air hujan yang meningkat dapat melebihi kapasitas drainase,” ucap dosen yang juga seorang konsultan urban farming itu.
Selain itu, tambah Abror, curah hujan yang terus-menerus meningkatkan risiko tanah longsor di daerah perbukitan dan pegunungan.
Dalam sektor kelautan sendiri, gelombang tinggi dan badai lebih mungkin terjadi di beberapa perairan, sehingga dapat mengganggu aktivitas pelayaran dan perikanan.
La Nina juga bisa mempengaruhi kesehatan masyarakat dengan memperbesar kemungkinan wabah penyakit yang ditularkan melalui air, seperti demam berdarah dan leptospirosis, akibat lingkungan yang lembab dan banjir.
Abror berpesan kepada masyarakat dalam menghadapi dampak La Nina. Ia menghimbau agar warga selalu waspada, siaga, dan proaktif dalam menjaga keselamatan diri serta lingkungan sekitar.
“Masyarakat diharapkan mengikuti informasi cuaca dari sumber terpercaya dan bersiap menghadapi kondisi hujan lebat atau bencana alam, seperti banjir dan tanah longsor, dengan langkah pencegahan yang tepat,” pesan Abror.
Lihat juga: Dekan Fikes Umsida Ungkap 5 Penyakit Ini Muncul Saat Perubahan Musim dan Cara Mencegahnya
Selain itu, masyarakat juga disarankan untuk selalu menjaga kebersihan lingkungan untuk mencegah penyebaran penyakit dan pastikan saluran air tidak tersumbat agar dapat mengurangi risiko banjir.
Penulis: Romadhona S.