[:id]
Umsida.ac.id – Sukses wujudkan Shelter bagi anak2 putus sekolah, mahasiswa Umsida turut andil dalam program yang diusung oleh Menaker dan Aisiyah. Shelter diperuntukkan bagi anak-anak yang putus sekolah dengan kisaran usia 13 sampai dengan 17 tahun. Kegiatan tersebut berlangsung sejak 2 hingga 8 Agustus 2019.
Mahasiswa tim relawan Lazizmu Umsida menjadi fasilitator dan pendamping selama 1 minggu di shelter bagi 40 anak dengan kasus putus sekolah yang berbeda dari tiap anaknya. Setiap hari akan ada 10 anak yang piket bergiliran mendampingi shelter. Dimana setiap harinya terdapat 3 shift, yang berlangsung di rusunawa kampus 3 Universitas Muhammadiyah Sidoarjo.
Rata-rata kasus anak tersebut tidak jauh dari beberapa faktor yang ditemui di lapangan. Yang pertama faktor ekonomi, pemaksaan kerja oleh orang tua, tekanan psikologis dan sebagainya yang akhirnya membuat anak merasa bahwa sekolah akan membuang-buang waktu dan uang mereka. Lebih lanjutnya beberapa anak putus sekolah merupakan korban bullying sehingga membuat mereka malu, dan lebih nyaman hidup dijalanan sebagai pengamen, serta putus sekolah karena menjadi korban kekerasan seksual.
Berdasar hal tersebut fasilitator sangat diperlukan untuk membantu menguraikan permasalahan dengan harapan output nya mereka kembali menemukan kepercayaan diri dan mau kembali ke bangku sekolah formal atau paket B bagi yang putus sekolah SMP atau paket C bagi yang putus sekolah SMA.
Mahasiswa pendamping shelter sekaligus relawan Lazismu yang berasal dari mahasiswa penerima beasiswa sang surya Lazismu Umsida mengungkapkan bahwa ada tawaran untuk lanjutan pendampingan alumni shelter untuk mendaftar kursus ketrampilan kerja di BLK milik Menaker. Selain itu program shelter ini juga ditujukan guna menyaring jumlah anak jalanan dan pekerja anak agar mereka tetap bisa menyelesaikan sekolah meski bekerja. Intinya kerja boleh tetapi sekolah harus tetap jalan. (Lintang)
[:en]Umsida.ac.id – Successfully creating Shelter for school dropouts, Umsida students take part in the program carried out by Menaker and Aisiyah. Shalter is intended for children who drop out of school with an age range of 13 to 17 years. The activity took place from 2 to 8 August 2019.
Student volunteer team Lazizmu Umsida became a facilitator and mentor for 1 week at the shalter for 40 children with different dropout cases from each child. Every day there will be 10 children who picket to accompany the shelter. Where every day there are 3 shifts, which take place in the 3 rusunawa campus, Muhammadiyah University, Sidoarjo.
The average case of the child is not far from several factors found in the field. The first is economic factors, the coercion of work by parents, psychological pressure and so on which ultimately makes children feel that schools will waste their time and money. Furthermore, some school dropouts are victims of bullying, making them ashamed, and more comfortable living on the streets as buskers, even sadly working as Commercial Sex Workers (CSWs), and dropping out of school because they are victims of sexual violence.
Based on this, the facilitator is needed to help clarify the problem in the hope that their output will find confidence again and want to return to formal school or package B for those who drop out of junior high school or package C for those who drop out of high school.
The shelter companion student and Lazismu volunteer who came from the recipient of the Surya Lazismu Umsida scholarship revealed that there was an offer to enter the Menaker’s BLK. In addition, the shalter program is also intended to filter out the number of street children and child laborers so that they can continue to finish school despite working. The point is that work can be done but the school must keep going. (Lintang)[:]