umsida.ac.id – “Saya belajar menerima perbedaan, dan keluar dari zona nyaman ke zona yang tidak biasa. Meski fasilitas di Umsida beda sama UniSZa, tapi itu tidak menjadi halangan untuk saya belajar,” ujar Muhammad Imaamuddin bin Abd Aziz, salah satu mahasiswa kredit transfer dari UniSZa, Malaysie ke Umsida.
“Kalau di sini, kenegaraan lebih terasa. Lagu kebangsaan di acara-acara kecil seperti seminar itu dinyanyikan. Kalau di Malaysia cuma di acara gede-gede aja,” ungkap Imaam. Jadi saya belajar bagaiman cinta negara itu.
Boleh jadi perkara yang kamu benci itu, lanjut Imaam, yang kamu nggak suka itu, terbaik untuk kamu.
Sebelum datang ke Indonesia, ucap Imaam, dengar macam-macam hal buruk tentang Indonesia. “Tapi Allah sekaligus menjawab pertanyaan saya dengan menghantarkan saya, memberi peluang ke saya untuk ke Indonesia. Saya lihat dengan mata kepala sendiri, budaya Indonesia bagus, orangnya ramah-ramah. Nggak samalah kayak yang dibilang di sosial media,” Imaam memaparkan.
“Jadi saya lebih matang untuk berpikir, untuk tindakan bisa menerima orang luar, menerima budaya dan suasana yang berbeda. Saya juga sempat ke Kediri, Yogyakarta, belajar juga dari sana. Tentang KH Ahmad Dahlan juga,” ujar Imaam.
Suasana belajar di Malaysia, sambung Imaam, lebih tenang. “Semuanya diam, kecuali dosen. Setelah dijelaskan baru boleh bertanya. Kalau di Umsida ini lebih aktif. Kita bisa bertanya kapan saja. Waktu awal kuliah di Umsida juga kaget, ternyata bisa bebas bertanya. Kalau di UniSZa tidak bebas bertanya. Tapi bukan berarti di Indonesia buruk. Mungkin ini memang budaya terbaik untuk Indonesia. Kalau dosennya menganggap buruk pasti sudah dicegah. Budaya tiap negara kan berbeda,” Imaam menceritakan kesan belajar di kelas.
Imaam mengatakan, “Kalau dari segi ujian mata kuliah, di UniSZa harus pakai bahasa Arab. Nggak bisa kalau pakai bahasa Melayu, nggak dapat nilai. Kalau di Umsida lebih mudah, diberi peluang. Di UniSZa lebih disiplin dan ketat. Banyak pengawasnya. Nggak ada peluang untuk main hp atau cakap. “
Imaam mengungkapkan bahwa hubungan para mahasiswa kredit transfer dari UniSZa dengan dosen Umsida ini seperti anak sendiri, bukan anak murid, “Kalau ada kesempatan lagi, mau balik ke sini, ketemu sama dosen-dosen. Kami sangat mengapresiasi semua yang diberikan kepada kami. Kalau boleh disimpulkan, kami bertiga seperti anak raja di sini.”