Umsida.ac.id– Pendudukan Israel atas tanah Palestina memasuki babak baru; alias belum pernah terjadi sebelumnya. Pendudukan penuh darah yang telah berlangsung sejak 1948 itu, mendapat perlawanan sengit baru yang menghentakkan kesadaran baru dunia, dimulai 7 Oktober 2023.
Dalam serangan pada 7 Oktober tersebut, sistem pertahanan Israel supermodern Iron Dome berhasil ditaklukkan. Sistem pertahanan kontra roket yang digadang bisa menjatuhkan serangan roket dari luar Israel itu berhasil ditembus oleh serangan salah satu sayap militer Palestina, Hamas. Israel pun “kebakaran jenggot,” langsung menyatakan perang besar-besaran melawan Hamas di Jalur Gaza, yang secara tidak langsung Israel akan melenyapkan Palestina.
Momen 7 Oktober itu pun dijadikan propaganda sebagai dasar bagi Zionis Israel untuk melakukan genosida kepada warga Pelestina, dengan argumentasi lama: serangan self defense atau membela diri. Propaganda penuh tipu daya pun dilesakkan oleh semua media Barat pro Isreal. Disebutkan telah dilakukan pembantaian sadis dan brutal oleh para pejuang Palestina terhadap bayi, anak-anak, wanita Israel, yang pada akhirnya terbukti itu hanya hoax.
Di antara resolusi terhadap Israel yang dilanggar itu adalah resolusi agar Israel mengembalikan hak warga Palestina berdasarkan pembagian yang telah ditetapkan oleh PBB (Resolusi 242 DK PBB 1967).
Baca juga: Manfaat dan Syarat Mengikuti Program ICT
Serangan untuk self defense itu adalah sebuah argumen tidak berdasar. Ini mengingat Israel, salah satu negara dengan kekuatan militer terbaik di dunia itu, telah merampok 80 persen tanah Palestina sejak 75 tahun yang lalu. Argumen self defense atau membela diri kemudian hanyalah propaganda untuk menjustifikasi langkah penguasaan paksa atas tanah Palestina. Pada kenyataannya, itu adalah langkah kolonialisme atau penjajahan di era modern, yang diamini oleh negara-negara adikuasa di Barat, yang ironisnya menyatakan menentang kolonialisme.
Negara-negara pendukung Israel bagaimanapun tetap tidak mau membuka mata atas fakta pendudukan yang melanggar hak asasi manusia, yang mereka sendiri mengklaim sebagai garda terdepan pelindung hak azasi manusia. Bahkan, banyak resolusi Dewan Keamanan PBB yang dilanggar oleh Israel.
Di antara resolusi terhadap Israel yang dilanggar itu adalah resolusi agar Israel mengembalikan hak warga Palestina berdasarkan pembagian yang telah ditetapkan oleh PBB (Resolusi 242 DK PBB (1967), dan menghentikan pendirian pemukiman Zionis Yahudi yakni Resolusi Majelis Umum PBB 3236 (1974), Resolusi 465 DK PBB (1980), dan Resolusi 2334 DK PBB (2016). Namun, tidak ada satu pun negara di Dewan Keamanan PBB yang memberikan sanksi terhadap Israel. Ini sangat ironis dengan negara selain Israel yang melakukan pelanggaran resolusi PBB akan mendapat sanksi embargo ekonomi dan politik.
Perang Palestina melawan Israel adalah perang yang asimetris. Dengan Israel yang menggunakan kekuatan militer dan persenjataan terbaru dan tercanggih serta bantuan dana dan senjata dari negara sekutunya melawan Palestina yang menggunakan kekuatan persenjataan yang jauh dicbawah dari apa yang tersedia untuk Israel. Perang itu pun telah merenggut jiwa yang luar biasa. Hingga pertengahan April 2024, Lebih dari 33.091 warga Palestina meninggal (mayoritas anak dan wanita), 95 jurnalis, lebih dari 224 pekerja bantuan kemanusiaan termasuk 7 orang dari World Central Kitchen, dan 179 orang karyawan UNRWA. Sedangkan dari pihak Israel sebanyak 1.410 orang (mayoritas tentara).
Amerika dan Eropa Bantu Israel Duduki Palestina
Jumlah kematian yang begitu masif dari pihak Palestina dan tenaga kemanusiaan pun tidak dianggap genosida oleh negara-negara pendukung Israel, tetapi hanya kolateral atau efek samping dari perang. Sampai kapan pembunuhan berkategori genosida oleh Israel itu disadari dan dihentikan? Termasuk aksi pendudukan oleh Israel ke Palestina?
Negara-negara seperti Amerika Serikat, Inggris, dan Uni Eropa terus bersatu mendukung genosida atas bangsa Palestina. Memang untuk isu Israel ini, negara Uni Eropa dan Amerika Serikat dapat dengan mudah bersatu. Israel pun dapat dengan mudah memerintahkan Dewan Keamanan PBB melakukan rapat hari itu juga ketika Iran melakukan serangan balasan kepada negara Zionis itu pada Ahad (14/4/2024) dini hari.
Serangan Iran mendapat justifikasi dunia Internasional karena kedaulatan Iran diserang ketika Israel membombardir Kedutaan Besarnya di Suriah pada Senin (1/4/2024) sehingga menewaskan 11 orang, termasuk tujuh penasihat militer dan tiga komandan senior. Aksi tersebut merupakan peningkatan nyata dalam perang yang mempertemukan Israel melawan musuh-musuh regionalnya.
Menyikapi kondisi perang Israel Palestina tersebut, negara-negara di Eropa, dan AS terus mengirimkan bantuan dana dan persenjataan kepada Israel, bahkan AS pada Selasa (23/4/2024) sepakat mengirimkan paket bantuan militer senilai 95 miliar dolar AS atau sekitar Rp 1.539 triliun. Ini digunakan AS untuk menyuplai senjata untuk Israel, Ukraina dan Taiwan (yang bisa jadi menjadi proxy AS di kawasan tersebut). Jumlah ini hampir sama dengan separuh Belanja negara Indonesia dalam APBN Tahun 2024 sebesar Rp3.325,1 triliun.
Baca juga: Pelepasan Mahasiswa PLP 1 Umsida, Siap Beri Dakwah Pencerahan
Usaha negara-negara lainnya di dunia agar PBB mengakui kedaulatan negara Palestina dan memberikan keanggotaan penuh di PBB melalui rancangan resolusi DK PBB pun diveto alias dibatalkan oleh Amerika Serikat.
Iran pun kemudian mendapat sanksi dari Uni Eropa. Para menteri luar negeri Uni Eropa sepakat untuk memperluas sanksi terhadap Iran (22/4/2024), dengan menyetujui untuk memperluas tindakan pembatasan terhadap ekspor senjata Teheran, baik drone atau rudal.
Namun memang di Timur Tengah sendiri tidak bisa memiliki persatuan yang sama seperti negara-negara di Barat. Arab Saudi, Jordania, dan Uni Emirat Arab tidak berada pada barisan yang sama dengan Iran, Yaman, dan Suriah. Ini tentu menjadi tanda tanya besar mengapa negara-negara Timur Tengah yang notabenenya adalah saudara dekat Palestina tidak memberikan pembelaan. Berbeda dengan negara Eropa dan Amerika Serikat yang bisa bersatu untuk isu yang sama: Israel.
Usaha negara-negara lainnya di dunia agar PBB mengakui kedaulatan negara Palestina dan memberikan keanggotaan penuh di PBB melalui rancangan resolusi DK PBB pun diveto alias dibatalkan oleh Amerika Serikat pada Kamis (18/4/2024). keputusan AS ini adalah bukti sikap AS yang sebenarnya terhadap bangsa Palestina, rakyat Palestina, dan perjuangan luhur Palestina.
Israel merasa dirinya sebagai negara yang sangat kuat sehingga mampu mengendalikan negara-negara adikuasa. Hal ini karena mereka memiliki tim lobi yang disebut “Jewish Lobby.” Meskipun ada perbedaan pendapat di dalam masyarakat AS tentang kebijakan Israel, namun hubungan strategis antara AS dan Israel tetap kuat, dengan dukungan yang signifikan dari beberapa kelompok lobi pro-Israel, termasuk American Israel Public Affairs Committee (AIPAC) dan American Jewish Committee (AJC), dan lainnya. Mereka mampu memobilisasi dukungan politik, menggalang dana kampanye, dan mempengaruhi pembuat kebijakan untuk mendukung kepentingan Israel.
Pengaruh Media
Kekuatan Israel juga didukung oleh pengaruh media. Jewish lobby memiliki pengaruh yang kuat dalam media AS, terutama dalam cakupan berita yang berkaitan dengan Israel dan konflik di Timur Tengah. Mereka dianggap mampu memengaruhi narasi dan opini publik terkait dengan kebijakan Israel.
Namun memang media sosial merupakan blessing in disguise alias berkah yang tak diduga. Media sosial telah banyak membuka fakta apa yang kini tengah terjadi di Palestina kepada jutaan netizen dunia. Banyak posting tentang sejarah Israel, hoax yang dibuat oleh media Israel, dan perjuangan warga Palestina yang tanahnya diduduki Israel. Banyak usaha untuk melakukan take down posting yang merugikan Israel pun dilakukan oleh Facebook, X (Twitter), dan platform medsos lainnya, namun ini tidak menciutkan perlawanan dan perjuangan melawan kezaliman Israel. Usaha untuk melawan Israel di media sosial ini digagas dengan nama Julid Anti-Israel atau Julid fisabilillah oleh netizen Indonesia, Malaysia, dan Turki.
Selain itu, banyak kampus-kampus di seluruh dunia, bahkan di Amerika Serikat sendiri yang menyuarakan pembebasan Palestina, meski berseberangan dengan kebijakan pemerintahannya. Dukungan bagi warga Palestina, dan tuntutan penghentian agresi militer Israel merebak di banyak kampus di AS. Ribuan mahasiswa dari beberapa perguruan tinggi menggelar demonstrasi dan mendirikan perkemahan khusus bertajuk solidaritas bagi warga Gaza.
Kini lebih banyak warga negara di negara-negara Eropa dan Amerika Serikat mulai menentang kebijakan pemerintahannya sendiri.
Kampus-kampus di AS telah menjadi pusat perdebatan yang intens sejak serangan Hamas pada 7 Oktober dan respons militer Israel yang luar biasa, ketika krisis kemanusiaan melanda wilayah Palestina.
Aksi tersebut dimulai pekan lalu di Universitas Kolombia, New York, kemudian meluas ke kampus lain, termasuk Yale di Connecticut dan Massachusetts Institute of Technology (MIT) di Boston. Namun aksi tersebut mendapat penentangan dari para pimpinan kampus yang kemudian membungkam aksi mahasiwa untuk Palestina.
Dari fakta tersebut dapat dilihat bahwa antara kehendak rakyat dengan kehendak pemerintah bisa jadi berseberangan. Hal ini bisa kita lihat di berbagai penjuru dunia, lebih khusus pada persoalan Palestina-Israel. Kini lebih banyak warga negara di negara-negara Eropa dan Amerika Serikat mulai menentang kebijakan pemerintahannya sendiri. Namun apa daya, karena pemerintah adalah pemilik perangkat kekuasaan yang dilengkapi dengan kekuatan militer.
Perjuangan akan terus berlanjut. Dan, ya… secara umum, ini adalah bisa jadi babak baru perang Israel-Palestina yang gambaran lebih besarnya adalah perang pemerintah Amerika Serikat dengan warga dunia. Kesadaran baru mulai terbentuk dari warga dunia untuk pembebasan Palestina.
Perang ini telah berjalan lebih dari enam bulan. Dan akan terus berjalan, dan entah berapa banyak kematian yang diinginkan oleh Israel. Israel memang ingin melenyapkan Palestina dari peta Dunia, yang diridhoi oleh negara adikuasa.
Meski demikian, kemanusiaan masih harus terus optimistis berjuang, dan bahwa Palestina akan merdeka. Wallahu a’lam. (*)
Sumber: pwmu.co