[:id]Tanggal 10 Dzulhijjah 1440 H yang bertepatan dengan 10 Agustus 2019 M adalah hari perayaan Idul Adha bagi umat islam di seluruh dunia. Untuk menyambut hari berkurban ini, berikut adalah petikan wawancara Pers Umsida dengan Rektor Universitas Muhammadiyah Sidoarjo Dr. Hidayatulloh M.Si terkait pandangan dan pemikirannya tentang Idul Adha yang dirayakan umat Islam tersebut.
Assalamualaikum w. wb. Terima Kasih untuk kesediaan Bapak meluangkan waktu untuk berbagi pemikiran dan pandangan Bapak mengenai Idul Adha kali ini. Menurut Bapak, apa makna sejatinya Idul Adha?
Wa alaikum salam w.w.
Alhamdulillah, Hari Raya Idul Adha ini merupakan refleksi bagi umat Islam tentang makna mendekatkan diri kepada Allah (taqarrub ilallah). Karena qurban disyariatkan bagi yang memiliki kemampuan materi, sebagai wujud kesyukuran kita kepada Allah SWT. atas karunia nikmat yang sangat banyak, sebagaimana ditegaskan oleh Allah SWT. di dalam al-Qur’an surat al-Kautsar ayat 1-3. Atas semua nikmat yang telah diberikan oleh Allah SWT. itu kemudian kita diperintahkan untuk mendirikan shalat dan berqurban. Rasulullah SAW. Pun memberikan peringatan keras dan tegas kepada umatnya, sebagaimana termuat di dalam hadits riwayat Imam Ahmad dan Ibnu Majah dari Abu Hurairah yang artinya: “Barangsiapa yang memiliki kelapangan untuk berqurban namun dia tidak berqurban, maka janganlah ia mendekati tempat shalat kami” (HR Ibnu Majah, Ahmad dan Al Hakim).
Pelajaran shalat dan berqurban mempunyai dimensi vertikal dan horizontal. Shalat mengajarkan kepada kita untuk membangun hubungan baik dengan Allah SWT. (hablun minallah), dan berqurban mengajarkan kepada kita untuk membangun hubungan baik dengan sesama manusia (hablun minannas).
Semangat berqurban melahirkan semangat berbagi, berbagi kepada sesama manusia, terutama mereka yang kurang mampu, dan mereka yang membutuhkan. Semangat berqurban juga melahirkan semangat berbagi kemanusiaan secara lebih luas, tidak hanya di waktu idul adha sebagai hari raya qurban, tetapi juga di hari-hari lain di luar idul adha.
Bagaimana wujud syukur tersebut dalam konteks kekinian terutama di Indonesia?
Dalam konteks Indonesia, kita patut bersyukur dan bangga bahwa bangsa yang kita cintai ini mempunyai banyak kelebihan dan keunggulan, tetapi kita juga menemukan banyak kekurangan dan kelemahan, jika dibandingkan dengan bangsa-bangsa lain di dunia ini.
Setidaknya bisa saya sebutkan tiga keunggulan Indonesia, yakni jumlah penduduk yang besar ditambah dengan sumber daya alam yang melimpah dan pertumbuhan ekonomi yang bagus. Namun ini belum meniscayakan Indonesia menjadi bangsa yang maju dan kuat yang disegani oleh bangsa-bangsa lain di dunia. Pertumbuhan ekonomi yang tergolong baik belum meniscayakan pemerataan kesejahteraan masyarakat Indonesia, masih banyak anggota masyarakat yang berada di bawah garis kemiskinan dan rendahnya sumber daya manusia. Data Biro Pusat Statistik (BPS) tahun 2018 menyebutkan bahwa jumlah penduduk Indonesia yang berada di bawah garis kemiskinan sebesar 25,95 juta jiwa (9,82%), dengan komposisi di perkotaan sebesar 7,02% dan di pedesaan sebesar 13,20%.
Dari berbagai data statistik menunjukkan kesenjangan yang sangat besar bahwa pertumbuhan ekonomi dan kekayaan sumber daya alam belum diikuti oleh peningkatan sumber daya manusia dan pemerataan kesejahteraan rakyat Indonesia, sehingga rasa keadilan di negeri ini belum dirasakan secara luas. Kondisi ini tidak sejalan dengan tujuan didirikannya bangsa ini dan juga tidak sejalan dengan sila ke-lima dari Pancasila, yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Dari awal bangsa ini dibangun menginginkan terwujudnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, tidak boleh terjadi kekayaan menumpuk hanya pada sebagian kecil orang, sementara masih terlalu banyak masyarakat yang miskin dan bahkan berada di bawah garis kemiskinan. Adanya ketimpangan itu mestinya tidak sampai terjadi kalau kita semuanya mempunyai kesadaran yang tinggi dan bersungguh-sungguh dalam memberi pertolongan kepada warga masyarakat yang kurang mampu. Pemerintah, tokoh agama, tokoh masyarakat, pemilik modal, dan pihak lain yang terkait, perlu menumbuhkan kesadaran baru dalam ikhtiar meningkatkan perhatian dan keberpihakannya dalam meningkatkan sumber daya manusia dan kesejahteraan masyarakat yang miskin dan lemah.
Kondisi bangsa yang timpang itu tidak akan bisa berubah jika bangsa itu sendiri tidak berusaha dengan sungguh-sungguh untuk merubahnya. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT. dalam QS. Ar-Ra’du ayat 11 yang dengan jelas mengingatkan kepada kita bahwa perubahan keadaan suatu bangsa mensyaratkan adanya kesungguhan dalam melakukan perubahan. Perubahan yang kita inginkan tidak akan terwujud kalau kita tidak mempunyai kemampuan atau kapasitas. Untuk itulah kita mesti harus berusaha untuk meningkatkan kemampuan atau kapasitas dan perubahan yang diinginkan itu secara sengaja (by design) harus dirancang dengan sungguh-sungguh.
Menyadari akan hal di atas, maka semua pihak yang mempunyai kemampuan perlu melakukan berbagai usaha sinergis sesuai bidang dan tanggung jawabnya masing-masing. Pemerintah melaksanakan political will dengan membuat kebijakan-kebijakan yang berpihak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat kecil yang kurang mampu, demikian juga elemen-elemen masyarakat yang mampu juga melakukan gerakan filantropi, gerakan menyintai sesama manusia dan nilai kemanusiaan, gerakan menyumbangkan pikiran, waktu, tenaga, dan harta yang dimiliki untuk menolong orang lain yang kurang mampu, sehingga secara bertahap dan sistemik akan mengangkat warga masyarakat yang lemah menjadi kuat, dan akhirnya juga memperkuat Indonesia sebagai bangsa di pentas dunia.
Dengan demikian, pada prinispnya semangat berqurban adalah semangat berbagi?
Semangat kita untuk berqurban di hari raya idul adha ini di beberapa daerah telah menunjukkan antusiasme yang luar biasa, sehingga daging qurbannya melimpah, sementara di sebagian wilayah Indonesia yang lain tidak ada yang berqurban. Semangat berqurban harus melahirkan semangat untuk berbagi, bukan hanya berbagi kepada masyarakat di sekitar yang dekat dengan rumah kita, tetapi juga perlu diperluas jangkauannya sampai di daerah-daerah yang jauh dengan tempat tinggal kita, terutama di daerah 3T (Terdepan, Terluar, dan Tertinggal).
Kita perlu mengurangi ego sektoral dan mengembangkan ego komunal, semangat yang bersifat lokal perlu dikembangkan lagi dengan membangun semangat lintas sektoral, lintas daerah, dan lintas wilayah, sehingga secara bersama-sama kita ikut membahagiakan dan mengangkat mereka yang membutuhkan sentuhan dan pertolongan kita yang mampu dan berkecukupan.
Semangat berqurban dan berbagi umat Islam ini tidak cukup hanya dilakukan pada hari raya idul adha, tetapi perlu diteruskan pada hari-hari dan bulan-bulan berikutnya. Umat Islam perlu secara terus-menerus menumbuhkan dan mengembangkan kesadaran baru untuk terus berbagi kepada masyarakat luas sesuai dengan kemampuan-nya. Masyarakat kita yang kurang mampu tidak hanya butuh daging qurban, tetapi mereka membutuhkan kehidupan yang lebih baik secara lahir dan batin, fisiknya sehat, kebutuhan ekonominya tercukupi, anak-anaknya punya kesempatan untuk menempuh pendidikan sampai pendidikan tinggi, mereka mempunyai kemampuan untuk mengembangkan usaha yang menguntungkan, sehingga pada akhirnya mereka juga ikut saling berbagi kepada sesama.
Besok bapak akan menjadi khatib Id Adha di mana?
Insya Allah saya akan menjadi khatib di Tugu Pahlawan, Kota Surabaya
Terima kasih pak untuk wawancaranya. Wassalamua’alikum w. w.
Wa alaikum salam w.w
Reporter: Adji[:en]The 10th of Dhu al-Hijjah 1440 H which coincided with August 10, 2019 AD was the day of the Eid al-Adha celebration for Muslims around the world. To welcome this sacrifice day, the following are excerpts of the Umsida Press interview with Dr. Hidayatulloh M.Si related to his views and thoughts about Eid al-Adha which is celebrated by Muslims.
Assalamualaikum w. wb. Thank you for your willingness to take the time to share your thoughts and views on Eid al-Adha this time. According to you, what is the true meaning of Eid Al-Adha?
Wa alaikum salam w.w.
Alhamdulillah, this Eid al-Adha is a reflection for Muslims about the meaning of getting closer to Allah (taqarrub ilallah). Because qurban is prescribed for those who have material abilities, as a form of our gratitude to Allah SWT. for the gift of favors very much, as confirmed by Allah SWT. in al-Qur’an the letter al-Kautsar verses 1-3. For all the favors that have been given by Allah SWT. then we are ordered to establish prayers and sacrifice. Rasulullah SAW. Also gave a stern and strict warning to his people, as contained in the hadith of the history of Imam Ahmad and Ibn Majah from Abu Hurairah which means: “Whoever has the space to sacrifice but he does not sacrifice, then let him not approach the place of our prayer” (HR Ibn Majah , Ahmad and Al Hakim).
Prayer and qurban lessons have vertical and horizontal dimensions. Prayer teaches us to build a good relationship with Allah. (hablun minallah), and berqurban teaches us to build good relations with fellow human beings (hablun minannas).
The spirit of qurban breeds the spirit of sharing, sharing with fellow humans, especially those who are less able, and those who are in need. The spirit of qurban also gives birth to the spirit of sharing humanity more broadly, not only at the time of Eid al-Adha as the feast of Sacrifice, but also on other days outside Eid al-Adha.
What is the form of gratitude in today’s context, especially in Indonesia?
In the context of Indonesia, we should be grateful and proud that our beloved nation has many strengths and advantages, but we also find many weaknesses and weaknesses, when compared to other nations in the world.
I can at least mention the three advantages of Indonesia, namely the large population plus the abundant natural resources and good economic growth. But this has not necessitated Indonesia to be an advanced and strong nation that is respected by other nations in the world. Good economic growth has not necessitated an even distribution of the welfare of the Indonesian people, there are still many members of the community who are below the poverty line and low human resources. Data from the Central Bureau of Statistics (BPS) in 2018 states that the total population of Indonesia below the poverty line is 25.95 million people (9.82%), with an urban composition of 7.02% and in the countryside of 13.20% .
From various statistical data shows a very large gap that economic growth and natural resource wealth has not been followed by an increase in human resources and the distribution of the welfare of the people of Indonesia, so that the sense of justice in this country has not been widely felt. This condition is not in line with the purpose of the founding of this nation and also not in line with the fifth precepts of the Pancasila, namely social justice for all the people of Indonesia.
From the beginning this nation was built wanting the realization of social justice for all the people of Indonesia, wealth should not occur accumulate only in a small number of people, while there are still too many poor people and even below the poverty line. The existence of inequality should not occur if we all have high awareness and are serious in providing assistance to people who are less able. The government, religious leaders, community leaders, capital owners, and other related parties, need to raise new awareness in efforts to increase their attention and alignments in increasing human resources and the welfare of the poor and weak people.
The unequal condition of a nation cannot change if the nation itself does not try seriously to change it. This is in accordance with the word of Allah SWT. in QS. Ar-Ra’du verse 11 which clearly reminds us that changing the condition of a nation requires seriousness in making changes. The change that we want will not be realized if we do not have the ability or capacity. For this reason, we must strive to increase the ability or capacity and the desired changes intentionally (by design) must be designed in earnest.
Recognizing the above, all parties who have the ability need to do various synergistic efforts according to their respective fields and responsibilities. The government implements political will by making policies that favor the improvement of the welfare of small communities who are less able, as well as elements of society who are able to also conduct philanthropic movements, movements to love fellow human beings and human values, movements to contribute thoughts, time, energy, and possessions to help others who are less able, so that gradually and systemically will lift weak citizens into strong, and ultimately also strengthen Indonesia as a nation on the world stage.
Thus, in principle the spirit of sacrifice is the spirit of sharing?
Our enthusiasm to sacrifice at this Eid al-Adha feast in some regions has shown extraordinary enthusiasm, so that the qurban meat is abundant, while in other parts of Indonesia there is no sacrifice. The spirit of qurban must give birth to a spirit of sharing, not only sharing with the people around us who are close to our homes, but it also needs to be extended to areas far from where we live, especially in the 3T areas (outermost, outermost, and disadvantaged) .
We need to reduce sectoral egos and develop communal egos, local spirits need to be further developed by building cross-sectoral, cross-regional, and cross-regional enthusiasm, so that together we are happy and elevate those who need our touch and help who are capable and have enough.
The spirit of qurban and sharing of Muslims is not enough to only be carried out on Eid al-Adha, but it needs to be continued in the following days and months. Muslims need to continuously grow and develop new awareness to continue to share to the wider community in accordance with his abilities. Our poor people not only need qurban meat, but they need a better life physically and mentally, physically healthy, their economic needs are fulfilled, their children have the opportunity to pursue education to tertiary education, they have the ability to develop profitable businesses , so in the end they also share with each other.
Tomorrow will you be the preacher of the Adha Id?
God willing, I will be a preacher at the Heroes Monument, in front of the Grahadi state building
Thank you, sir, for the interview. Wassalamua’alikum w. w.
Wa alaikum salam w.w.[:]