umsida.ac.id – Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida) menjadi tuan rumah dalam kegiatan seminar Pra-Muktamar Muhammadiyah ke-48. Bertema Dar al-Ahdi Wa As-Syahadah, kegiatan ini dilakukan dua sesi di audotorium KH Ahmad Dahlan GKB 2, pada Selasa (3/3).
Pada sesi kedua, acara ini diikuti oleh ratusan peserta yang berasal dari anggota PWM, Aisyiyah, mahasiswa Umsida, serta warga sekitar Sidoarjo. Salah satu sesi
Sesuai dengan temanya, Umsida turut menghadiri pakarnya untuk menyampaikan materi, yang kemudian dilanjut dengan diskusi. Pemateri itu yakni Yudi Latief PhD Ketua Pusat Studi Islam dan Kenegaraan Indonesia (PSIK Indonesia), Dr Ma’mun Murod Al Barbasy Doctor Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Jakarta, dan Prof Dr Syaiful Bahri.
Dalam sesinya, Latief mengatakan, “Dalam perumusan Pancasila, tidak mungkin mengabaikan aturan-aturan agama Islam karena perumus Pancasila terdiri dari tokoh yang pemahaman agamanya sangat dalam, termasuk anggota Muhammadiyah juga. Jadi, yang terpenting dari pendiri bangsa adalah elemen Muhammadiyah.”
Selain itu, menurut Ma’mun dalam memajukan Indonesia dan mencerahkan semesta, ada problem yang harus diselesaikan. “Sejak dulu sampai sekarang, pemahaman tentang tafsir Pancasila itu berbeda. Di era kepemimpinan sekarang, Pancasila digunakan sebagai alat dan jargon untuk memojokkan kelompok yang dianggap membela negara. Problem ini harus terpecahkan,” tegasnya.
Sedangkan, Syaiful menyampaikan bahwa Dar al-Ahdi Wa As-Syahadah merupakan negara kesaksian dan pembuktian. “Umat Islam harus berperan aktif dalam pemahaman, pengkhayatan, dan pengamalan Pancasila dengan nilai-nilai ajaran Islam yang memang antara keduanya tidak ada pertentangan. Seperti halnya yang dilakukan Muhammadiyah yang dimaksudkan untuk memberi pemaknaan terhadap negara Pancasila Indonesia,” pungkasnya.
Reporter Iis Wulandari
Editor Intan Mutiara