Umsida.ac.id – Najih Prasetyo MH, sekretaris jenderal Pimpinan Pusat (PP) Pemuda Muhammadiyah memberikan beberapa pesan kepada mahasiswa Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida) tentang tantangan dan persiapan menghadapi perkembangan teknologi yang semakin pesat.
Paparan ini ia sampaikan ketika penyelenggaraan Forum Ta’aruf Mahasiswa (Fortama) Universitas Muhammadiyah Sidoarjo pada Kamis, (21/09/2023) di Auditorium KH Ahmad Dahlan Kampus 1 Umsida.
Baca juga: Wasiat KH Ahmad Dahlan Didengungkan Pada Capacity Building PDM Sidoarjo
Najih Prasetyo membuka sesi dengan mengungkapkan siapa musuh atau saingan terbesar Gen Z untuk meraih cita-cita dan profesi yang mereka harapkan, “5 atau 10 tahun ke depan, saingan kalian bukan hanya teman-teman sekelas ataupun se Umsida, tapi AI. Sebagai mahasiswa yang bercita-cita sebagai seorang guru saingan kalian adalah aplikasi ruang guru, dan lulusan lain juga saingannya adalah AI pada bidang masing-masing,” ujarnya.
Selanjutnya, Najih memiliki beberapa solusi agar sebagai penerus bangsa, ada beberaoa hal yang perlu disiapkan oleh mahasiswa untuk menggapai dan menjawab persoalan zaman, diantaranya:
1. Kreativitas dan inovasi teknologi
“Mahasiswa yang tidak memiliki kreativitas dan inovasi, 10 tahun kedepan dia akan menjadi seorang pengangguran meskipun IPK-nya 4,00,” tamparnya di hadapan maba.
Karena dunia digital saat ini, sambung Najih, bukan lagi bisa diukur dengan angka, melainkan oleh pikiran kritis untuk inovasi. Ketika bekerja, jarang sekali saat interview mempertanyakan berapa nilai akhir pelamar, tapi mereka selalu mempertanyakan apa pengalaman, pengalaman dan kemampuan yang tentunya disesuaikan dengan teknologi.
Baca juga: Kuliah Perdana FBHIS: Mahasiswa Diharapkan Bisa Mendukung Masa Depan Keuangan Indonesia
2. Memiliki mental intelektualitas yang tinggi
Kunci yang kedua agar menjadi sukses yaitu memiliki mental intelektualitas yang tinggi. Percum jika seorang mahasiswa memiliki IPK bagus, tapi tidak memiliki intelektualitas.
“Mahasiswa seperti itu akan jadi pengangguran. Intelektual tidak berhubungan dengan angka, tapi cara berpikir dan keinginan untuk mampu menjadi seorang problem solver di masyarakat” terangnya.
Najih memberikan hasil penelitian UNESCO yang menempatkan Indonesia menjadi negara nomor 60 dari 61 negara yang diteliti sebagai negara yang cinta terhadap buku atau terhadap literasi. Dengan data tersebut, ia mengungkapkan salah satu ciri seseorang yang berintelektual adalah mampu membaca dan menulis dengan baik.
Tapi sayang, Indonesia yang berada pada urutan kedua terbawah, bida dibilang bahwa masyarakatnya sering menerima informasi yang belum jelas faktanya kemudian kita memilih untuk membagikan informasi tersebut dan membuat rentan hoax atau berita palsu.
Baca juga: Ini Cerita Alumni Umsida yang Mendapatkan Beasiswa Penuh S2
“Ada seorang tokoh pahlawan bangsa yang pertama kali terkenal dia seorang wartawan. Dia pernah hidup di sekitaran Sidoarjo. Namanya Minke, tokoh yang diperankan Iqbal Ramadhan. Ia mengatakan bahwa jika kita ingin menjadi orang yang mampu merubah bangsa, maka harus menggunakan tulisan,” kutip Najih dari film Bumi Manusia.
Selain dari film, Najih juga memberikanmotivasi kepada maba tentang inovasi anak muda yang memiliki inovasi melalui teknologi. Seperti menteri pendidikan Indonesia, Nadiem Makarim. Ia hanya mengenyam pendidikan hingga SD di Indonesia, SMP, SMA, hingga kuliah di luar negeri. Namun ia dipilih menjadi menteri yang seharusnya dia tidak memahami konstruksi pendidikan di Indonesia.
Najih menegaskan, “Karena Nadiem Makarim memiliki karya dimana dia bisa mengintegrasikan kebutuhan masyarakat dengan dunia teknologi saat ini berupa Go-jek. Lalu ada Belva Devara yang juga lulusan luar dengan karya ruang gurunya dan masih banyak lagi,”.
Melalui contoh nak mud yang berinovasi dengan teknologi ini, Najih ingin menekankan bahwa konsep intelektualitas yang tinggi akan mampu menyelesaikan persoalan-persoalan yang ada di Indonesia, khususy perkembangan teknologi.
3. Ideologi atau Idealisme
Tidak dipungkiri bahwa para mahasiswa saat ini dikatakan sebagai sosok yang sedikit kehilangan identitas bangsa kita. Bisa jadi, hal tersebut juga dikarenakan dampak teknologi yang digunakan.
Najih mengajak mahasiswa untuk sedikit flashback mengenai yang terjadi pemilu kemarin di mana perbedaan pilihan politik membuat bangsa hampir terpecah. Padahal, jika kita mundur lebih jauh lagi dimana Kartosuwiryo sebagai tokoh Islam dan Semaoen sebagai tokoh PKI, mereka bekerja sama tanpa adanya pertikaian. Tidak juga berbicara keburukan satu sama lain, bahkan tidak pernah bicara surga dan neraka.
“Saat itu, mereka semua memiliki ideologi dan keinginan yang sama yakni memerdekakan bangsa Indonesia. Berbeda dengan sekarang, perbedaan pilihan politik saja bisa memecah belahkan bangsa. Ini membuktikan bahwa kita semua sudah lupa mengenai landasan ideologi yang sebenarnya harus kita miliki,” terangnya.
Baca juga: Pesan Wakil Ketua Majelis Diktilitbang PP Muhammadiyah untuk Maba Umsida 2023
Cara menjadi mahasiswa yang kreatif, inovatif, berintelektual, dan idealis
“Saran saya adalah dengan mengikuti organisasi. Beberapa orang pernah bilang jika mereka adalah introvert, maka saya juga mengatakan bahwa di organisasi adalah tempatmu menyelesaikan permasalahan psikologis tersebut,” ucap Najih.
Di organisasi, lanjutnya, mahasiswa akan menghadapi masalah yang tidak mereka duga sehingga mereka akan secara otomatis berpikir secara kreatif dan inovatif. Mahasiswa yang aktif di organisasi juga akan belajar menurunkan sebuah bahasa dari langit ke bumi.
Contohnya, ketika harus mengajari para adik tingkat, di situ mahasiswa harus bisa menurunkan bahasa agar mereka paham apa yang dimaksud. Secara tidak langsung, hal ini bisa meningkatkan intelektual mahasiswa. Selain itu, mahasiswa juga akan mendapatkan banyak jejaring dan bisa bersosialisasi dengan masyarakat.
Penulis: Rani Syahda
Penyunting: Romadhona S.