Umsida.ac.id – Untuk membentuk pekerja yang sejahtera perlu menerapkan beberapa istilah antara perusahaan dengan karyawan agar pemberhentian hubungan kerja (PHK) tidak terjadi. Hal ini dijelaskan Narwoko SH dalam acara diskusi publik Lembaga Konsultasi Dan Bantuan Hukum (LKBH) Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida) dengan mengusung tema “Kapan Tenaga Kerja Sejahtera ?” melalui virtual meeting, Selasa (25/5).
Narwoko SH menjelaskan hak seorang pekerja yang sejahtera. “Pertama bisa dikatakan sejahtera apabila para pekerja mendapatkan istilah tiga layak yakni layak kerja, layak upah, layak hidup, dan benar menurut konstitusi, jika para pekerja sudah mendapatkan hal itu maka mereka akan sejahtera,” Ujarnya.
Dari ketiga istilah layak kerja, layak upah, dan layak hidup sekarang ini sudah mulai luntur padahal hal itu sangat melekat pada pekerja sejahtera. “Bisa kita lihat di masa pandemi saat ini, adanya konstitusi yang semacam itu membuat tiga istilah itu sudah mulai hilang, seperti contoh layak kerja perusahaan jika ingin memberhentikan karyawan cukup hanya melalui medsos sangat sederhana, hal ini menurut konstitusi kurang,” Pungkasnya.
“Sekarang faktanya pekerja yang sejahtera tidak mendapatkan layak upah, buktinya apa suatu perusahaan berasalan pandemi membuat pekerjaan dipaksa bekerja serius akan tetapi gaji yang diberikan tidak maksimal, jika tidak mau demo maka ujungnya PHK dan kalau sudah terjadi istilah layak hidup tidak bisa dipergunakan lagi, maka dari aturan hukum harus dibenahi dan peran pemerintah harus menengahinya,” ujar anggota LKBH Umsida
Pengurus serikat pekerja Kabupaten Sidoarjo itu berharap, ketenagakerjaan kembali normal. “Saya harap semua pihak menjalankan fungsi dan peran sesuai dengan tujuan utama pembangunan hukum ketenagakerjaan dan terciptanya sistem hukum ketenagakerjaan yang berkeadilan bagi semua pihak,” tutupnya.
Ditulis : Muhammad Asrul Maulana
Edit : Anis Yusandita