Umsida.ac.id – Penularan HIV di Indonesia kian meningkat. Sebagian besar kasus terjadi pada individu berusia produktif. Hingga saat ini, terdapat 11 kota yang menjadi pusat pantauan karena kenaikan angka penderita.
Lihat juga: Sepele Tapi Sakit, 6 Penyakit Gigi dan Mulut yang Sering Dialami
Situasi ini semakin mengkhawatirkan dengan adanya pemangkasan dana dari Amerika Serikat (AS) yang sebelumnya menjadi salah satu donor terbesar untuk program pencegahan dan pengobatan HIV/AIDS di seluruh dunia.
Keputusan AS untuk mengurangi dukungan pendanaan ini kini menjadi peringatan serius, bukan hanya untuk Indonesia, tetapi juga secara global pada negara berpenghasilan rendah.
Pemangkasan dana tersebut dapat menghambat upaya pencegahan dan pengobatan HIV, yang jika tidak diatasi dengan cepat berpotensi meningkatkan jumlah infeksi HIV secara signifikan.
Di tengah kekhawatiran yang berkembang tentang penyebaran HIV, dr Aldilatama Herisulistyo, dosen Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (FK Umsida), turut memberikan informasi yang relevan terkait penyakit ini.
Faktor Penularan HIV

Menurut dosen yang biasa disapa dr Aldi itu, kelompok yang paling berisiko terkena HIV adalah mereka yang terlibat dalam perilaku seksual bebas tanpa pengaman.
“Laki-laki usia produktif antara 20 hingga 49 tahun yang melakukan hubungan seksual tanpa kondom merupakan kelompok yang paling rentan terhadap infeksi HIV,” jelasnya.
Selain itu, tambahnya, penggunaan narkoba dengan jarum suntik menjadi faktor penyumbang terbesar kedua dalam penularan HIV.
Kondisi ini semakin diperburuk dengan kurangnya pemahaman dan kesadaran mengenai bahaya penularan HIV, yang dapat menyebar melalui darah yang terkontaminasi.
dr Aldi menekankan bahwa penularan dari ibu yang tertular HIV dari pasangan laki ke anak juga menjadi salah satu jalur penularan yang tidak boleh dianggap remeh, proses ini dapat terjadi selama masa kehamilan, proses persalinan atau masa menyusui.
Oleh karena itu, pemahaman tentang jalur penularan HIV sangat penting agar masyarakat bisa mengambil langkah pencegahan yang tepat.
Akses Pengobatan dan Edukasi tentang Penularan HIV
Seiring meningkatnya jumlah kasus HIV, penting untuk menekankan bahwa pengobatan HIV dapat diakses oleh semua kalangan, termasuk mereka yang hidup dengan HIV. dr Aldilatama menjelaskan bahwa.
“Setiap orang termasuk Orang dengan HIV (ODHIV), dapat mengakses pengobatan melalui Puskesmas, yang nantinya akan merujuk ke rumah sakit sesuai dengan jenis perawatan yang dibutuhkan,” kata dr Aldi.
Pengobatan yang diberikan berupa antiretroviral (ARV), bisa membantu ODHIV untuk hidup sehat dan aktif serta memperkecil penularan virus kepada orang lain.
Selain itu, katanya, penting untuk dicatat bahwa kerahasiaan medis ODHIV dijamin oleh hukum di Indonesia.
Hal ini memberikan rasa aman bagi pasien untuk mendapatkan layanan tanpa takut akan stigma atau pengucilan sosial.
Program pengobatan ini bertujuan untuk menekan jumlah penularan HIV di Indonesia dengan memberikan akses yang mudah dan aman bagi ODHIV untuk mendapat pengobatan yang layak.
Peningkatan Kesadaran untuk Pencegahan HIV
Salah satu cara untuk mengurangi penyebaran HIV adalah dengan meningkatkan kesadaran di kalangan masyarakat mengenai cara-cara penularan HIV dan langkah-langkah pencegahannya.
Sosialisasi mengenai pentingnya penggunaan kondom dan penggunaan alat suntik yang aman adalah dua cara yang bisa diterapkan untuk mengurangi risiko penularan HIV.
Selain itu, pendidikan tentang seks yang aman juga sangat diperlukan, terutama bagi remaja dan orang dewasa muda yang berisiko tinggi.
Mulai banyak masyarakat yang sadar dan mengungkapkan bahwa untuk memerangi penyebaran HIV, edukasi dan kampanye penyuluhan tentang HIV harus dilakukan secara terus-menerus.
Penting untuk dicatat bahwa skrining HIV juga perlu dilakukan secara rutin, terutama bagi mereka yang berisiko tinggi.
Skrining dini akan mempermudah penanganan penyakit dan memastikan pasien mendapatkan pengobatan yang tepat sesegera mungkin.
Program skrining ini harus terus diperluas dan menjadi bagian dari program kesehatan nasional agar lebih banyak orang yang dapat terdeteksi sejak dini.
Stigma terhadap ODHIV

Selain masalah medis, stigma terhadap ODHIV merupakan isu besar yang sering menghambat upaya pengobatan dan pemulihan mereka.
dr Aldi menekankan pentingnya penghapusan stigma terhadap ODHIV dalam masyarakat.
“Sebagai masyarakat, kita harus mendukung ODHIV dan tidak menjauhi mereka. Kita harus memperlakukan mereka dengan empati dan kasih sayang, seperti yang diajarkan dalam prinsip-prinsip kemanusiaan Islam,” ujar dr Aldilatama.
Masyarakat harus memahami bahwa ODHIV adalah manusia biasa yang berhak mendapatkan hak yang sama seperti individu lainnya.
Oleh karena itu, katanya, penting untuk menciptakan lingkungan yang lebih inklusif, di mana ODHIV dapat merasa diterima dan mendapatkan pengobatan tanpa takut akan diskriminasi.
Kerja Sama Antar Pihak untuk Penanggulangan HIV
Dosen yang memiliki bidang kepakaran Farmakologi itu juga menekankan pentingnya kerja sama antar pemerintah, lembaga kesehatan, dan masyarakat dalam menanggulangi HIV.
“Dengan kolaborasi yang baik antara berbagai pihak, kita dapat menanggulangi HIV dengan lebih efektif dan menciptakan masyarakat yang inklusif dan mendukung kesehatan semua orang,” harapnya.
Menurut dr Aldi, kerja sama ini penting untuk mempercepat upaya penanggulangan HIV dan memastikan bahwa ODHIV mendapat dukungan yang mereka butuhkan untuk menjalani hidup yang sehat dan produktif.
Lihat juga: Bahaya Skincare Ilegal Mengandung Bahan Berbahaya yang Mengancam Kesehatan Kulit
Seminar dan kampanye penyuluhan seperti ini diharapkan dapat terus dilaksanakan untuk memberikan pengetahuan yang lebih baik kepada masyarakat mengenai HIV, sehingga mereka bisa mengambil langkah-langkah pencegahan yang lebih tepat dan mengurangi stigma terhadap ODHIV.
Penulis: Kiki Widyasari Hastowo