Umsida.ac.id – Di tengah tuntutan pembaharuan, inovasi, dan pengayaan dalam pembelajaran Al-Islam dan Kemuhammadiyahan (AIK), Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida) bersama Asosiasi Lembaga Al-Islam dan Kemuhammadiyahan (ALAIK) gelar Workshop AIK Nasional secara virtual, Senin (15/02). Acara tersebut menghadirkan pemateri Profesor Dr Tobroni Msi.
Pada kesempatannya, ia menerangkan mengenai pola keberagamaan Muhammadiyah disingkat menjadi 5S yang disarikan dari Triple A tokoh Muhammadiyah (Ahmad Dahlan, AR Facruddin, dan Abdul Malik Fadjar). Pertama, substantif. yang maksudnya inti dari beragama adalah iman dan amal sholeh. Kedua, seimbang. “Yang ketiga, simpel. Dalam urusan ibadah itu simpel, beribadah sesuai dengan perintah dalam Al-Quran dan hadist shahih. Lalu yang keempat adalah sareh. Muhammadiyah tidak bersifat ekslusif dan kelima adalah saleh. Kesalehan secara ritual dan sosial.” tuturnya.
Kemudian, menurut Profesor Dr Tobroni, AIK perlu direkonstruksi secara konstektual, sehingga dapat sesuai dengan permasalahan mahasiswa. Ada 4 dimensi yang digerakkan AIK, yakni mencerdaskan (intelektual), mengimankan (spitirual), menggerakkan (sosial), dan mencerahkan (emosional). “Jangan sampai pemahaman AIK kita kontradiktif dengan ilmu pengetahuan,” ungkap Dekan Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Malang tersebut.
Tak hanya itu, ia juga menjelaskan bahwa AIK multikultural disusun untuk Perguruan Tinggi Muhammadiyah (PTM) yang mayoritasnya mahasiswa non muslim. Maka kepada mahasiswa tersebut, dosen perlu memberikan orientasi atau arahan, serta diajarkan tema-tema universal, seperti tema alam dan mengulas pengalaman bertuhan tokoh-tokoh barat. Dengan demikian, akan tercipta ruang diskusi yang menarik antara mahasiswa dengan dosen dalam mempelajari islam. “Ilmu itu bagaimana kita bisa susun bersama. Mari kita kembangkan bersama dan diskusi dengan mahasiswa.” tandasnya.
ditulis : Shinta Amalia
edit : Asita Salsabila