umsida.ac.id – Seminar Pra-Muktamar Muhammadiyah ke 48 di Universitas Muhammadiyah sidoarjo (Umsida), dihadiri tokoh penting Muhammadiyah. Salah satunya Din Syamsuddin yang berkesempatan hadir dan menjadi pembicara pada Selasa (03/03).
Dalam kesempatannya, Ia sempat berkelakar, “Saya sengaja minta bagian terakhir saja, biar pak sa’ad dulu. Nanti saya bagian kesimpulannya,” ujarnya disambut gemuruh tawa para hadirin. Diketahui pria yang bernama Muhammad Sirajuddin Syamsuddin aktif menulis sejumlah makalah tentang kenegaraan.
Hal itu disampaikan dalam seminar pra muktamar ke 48 dengan tajuk Dar Al Ahdi wa as syahadah : model ideal hubungan agama dan negara tersebut. Dalam salah satu tulisannya yang berjudul Negara Pancasila, Darul ‘Ahdi Wa syahadah sebuah epilog: relevansi dan , implementasi, Dien syamsudin mengatakan, “Sebagai Ijtihad, Konsep Darul ‘ahdi wa syahadah merupakan upaya intelektual guna adanya harmonisasi, kalau tidak rekonsiliasi antara idealitas agama Islam dan realitas politik Indonesia,” ujarnya. Hal ini disebutnya sebagai ‘jihad konstitusi’ sebagai upaya meluruskan ‘kiblat kebangsaan’
Lebih lanjut, Din Syamsuddin menjelaskan tentang pemilihan konsep darul ahdi was syahadah dikaitkan dengan NKRI membawa latar belakang yang begitu kuat. Ia mengatakan, “Kalau dilihat dari Asbab Al Zhuhur, setidaknya ada tiga point penting yang menjadi latar belakang konsep darul ahdi was syahadah,” jelasnya.
Mantan wakil ketua MUI pusat tahun 2015 ini mengungkapkan era reformasi 1998 yang memberi kebebasan politik mendorong perkembangan wacana tentang negara ideal sebagai alternative terhadap negara pancasila yang dinilai ‘gagal’ membawa keadilan dan kesejahteraan.
Meski demikian penegasan para tokoh organisasi Islam baik dari NU maupun Muhammadiyah berpendapat Negara Pancasila adalah ideal dan final, “Pendapat ini meski diterima luas namun juga menjadi realitas obyektif yang kontra – produktif bagi perjuangan umat islam. Juga menjadi dalih bagi tuduhan stereotipkal bahwa umat islam anti pancasila,” imbuhnya.
Bersamaan dengan hal tersebut, menurut Din Syamsuddin berkembang pula di dunia Islam konservatifisme politik dan mengihidupkan kembali lembaga politik tradisional seperti dalam sejarah Islam. Ia juga menjelaskan adanya gejala dan gelagat pendeviasian dan pedistorsian pancasila melalui interpretasi artifisial ke dalam praktek bernegara khusunya dalam bidang politik dan ekonomi. “Dapat diamati, ide dan praktek politik dan ekonomi yang ada membawa dampak sistemik merugikan umat islam,” pungkasnya.
Ditulis oleh : Realita Tataguna CB
edit : Intan Mutiara