Umsida.ac.id – Indonesia menciptakan food estate program untuk mencegah timbulnya krisis pangan. Untuk itu, Agroeko-preuner sangat diperlukan bagi kelanjutan pangan. Podcast Umsida Menyapa membahas tentang ini melalui akun Youtube Umsida1912, Kamis (8/3).
Dengan tema Agroeko-preuner Bagi Generasi Milenial Dan Generasi Z, Podcast ini disampaikan oleh Wakil Dekan Fakultas Sains dan Teknologi Umsida, Dr Ir Sutarman MP. Informasi tentang krisis pangan Indonesia diberikan oleh Intan Rochmah Nurmalasari SP M selaku host podcast. “Ada berbagai krisis yang perlu kita hadapi, FAO mengingatkan akan terjadinya krisis pangan di dunia,” ungkapnya.
Indonesia melalui food estate program memperkuat ketahanan pangan dan mengantisipasi krisis pangan terutama saat pandemi covid 19. Program ini telah berlangsung di 4 provinsi di Indonesia, yakni Kalimantan Tengah, Papua, Sumatera Selatan, dan Sumatera Utara.
Menurut Dr Ir Sutarman MP menyampaikan bahwa selama ini yang dikenal masyarakat adalah enterpreneur yakni kewirausahaan. Ia mengenalkan istilah agroeko-preuner atau kewirausahaan di bidang pertanian. ”Sistem pertanian sekarang berbeda. Dulu orientasinya adalah produksi yang tinggi. Sekarang harus mempertimbangkan kelestarian lingkungan karena tidak mungkin ada pertanian yang baik jika ekosistem nya rusak. Selain itu kelestarian lingkungan bermanfaat bagi masyarakat,” jelasnya.
Pertanian berbasis inovasi sangat berkaitan dengan agroeko-preuner. Dengan ada nya hal ini, diharapkan dapat menghasilkan keuntungan dan masyarakat dapat survive terutama saat pandemi covid 19. Saat ini fokus dari agroeko-preuner adalah membuat terobosan-terobosan baru dengan memanfaatkan inovasi yang sudah ada. ”Kita mengusahakan untuk membuat suatu kegiatan yang produktif di bidang pertanian yang selalu memperhatikan kelestarian lingkungan,” tutur nya.
Podcast tersebut berlangsung dengan pembahasan yang menarik selama kurang lebih 35 menit. Dr. Ir. Sutarman, MP pun menjelaskan salah satu masalah yang ada di Indonesia terkait pertanian. “Kalau Indonesia dibandingkan dengan Thailand dan Vietnam, kita ini biaya produksi nya 2 kali lipat daripada mereka sehingga harga jual nya juga beda. Harga jual kita lebih mahal, tuturnya.
Ia juga mengatakan “Sebenarnya kita bisa, Indonesia ini besar tapi rawan bencana dan untuk mengantisipasi itu kita melakukan impor beras. Dan informasi yang saya dapat, beras2 yang disimpan itu masih ada dan masih layak dikonsumsi meskipun sudah 1 tahun namun belum hancur”. Menurutnya, hal itu sebagai catatan bahwa ada kesalahan dalam produksi dan hal tersebut juga yang membuat produksi tidak efisien. Host juga menambahkan bahwa Indonesia merupakan negara agraris namun nasibnya miris.
Narasumber menyadari bahwa generasi milenial di tahun 2030-an nanti akan menjadi pemimpin. Ia pun mengingatkan pentingnya kualitas sumber daya manusia saat ini untuk masa depan. Ia mengatakan, ada 2 harapan yang dimiliki Indonesia untuk tahun 2045. “Ketika Indonesia sudah berada di umur 100 tahun nanti, harapannya Indonesia bisa menjadi lumbung pangan dunia dan negara industri,” tuturnya.
Namun, semua itu tidak bisa terwujud apabila Indonesia tidak memiliki manajemen yang baik di dalam budidaya nya. “Hal ini harus diimbangi dengan sumber daya manusia nya dana manajemen nya. Sudah disampaikan oleh beberapa ahli, ada beberapa bidang pekerjaan tertentu yang hari ini jumlah nya banyak namun suatu saat akan hilang,” jelasnya.
Saat ini, koran-koran sudah jarang dibaca oleh masyarakat, karyawan pabrik pun sudah mulai berkurang tergantikan dengan robot, begitu pula dalam pertanian. Di bidang riset pun sudah mulai berkembang dengan adanya riset yang sifatnya memonitor kesehatan tanaman.
Narasumber mengatakan kita akan mengalami tantangan-tantangan dan dipaksa oleh keadaan.
Penulis : Ping Darojat Gumilang
Edit : Anis Yusandita