Umsida.ac.id –Tentang ramainya kasus makanan ringan impor yang mendapatkan sertifikat halal namun mengandung bahan babi memicu kekhawatiran publik.
Lihat juga: Lulus Cum Laude, Dosen Umsida Raih Gelar Doktor dengan Fokus Halal Lifestyle
Diketahui bahwa Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJBH) bersama Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sembilan produk yang mayoritas dikirim dari Tiongkok, mengandung gelatin babi.
BPJPH merilis sembilan produk tersebut yang merupakan makanan manis dan kenyal seperti marshmallow dan jeli.
Menanggapi hal itu, dosen Program Studi Teknologi Pangan Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida), Syarifa Ramadhani Nurbaya STP MP, menekankan pentingnya deteksi akurat, komitmen industri, dan kesadaran konsumen dalam menjaga kehalalan produk yang beredar di Indonesia.
Cara Mendeteksi Kandungan Babi

Syarifa menjelaskan bahwa deteksi kandungan babi dalam produk makanan dapat dilakukan dengan dua metode utama, yaitu dengan kualitatif dan kuantitatif.
Secara kualitatif, pengujian produk halal bisa dilakukan menggunakan tes kit babi, yaitu semacam rapid test khusus untuk uji babi. Sedangkan untuk hasil yang lebih kuantitatif dan akurat, dapat digunakan teknologi Polymerase Chain Reaction (PCR).
“Untuk memastikan makanan benar-benar halal, dua metode tersebut bisa digunakan. Selain itu, konsumen juga dapat mengecek status kehalalan produk melalui website resmi BPJPH di bpjph.halal.go.id,” terang dosen lulusan Universitas Brawijaya Malang itu.
Pakar Ilmu Pangan dan Bioteknologi itu juga menjelaskan bahwa di pabrik atau fasilitas pengolahan pangan, ada beberapa teknologi yang bisa diterapkan untuk mendeteksi kehalalan produk adalah penggunaan tes kit babi untuk deteksi dini.
Selain itu, penting juga penerapan sistem traceability sehingga pihak pabrik dapat menelusuri balik seluruh proses pengolahan, bahan baku, maupun distribusi, untuk memastikan tidak terjadi kontaminasi bahan haram pada produk.
Pentingnya Penerapan Sistem Jaminan Produk Halal (SJPH)

Terkait standar industri pangan halal, dosen lulusan S2 Teknologi Hasil Pangan itu menekankan pentingnya implementasi Sistem Jaminan Produk Halal (SJPH) secara ketat dan menyeluruh.
“SJPH meliputi lima kriteria utama yang harus diterapkan, yaitu komitmen dan tanggung jawab manajemen, kontrol terhadap bahan, proses produk halal (termasuk traceability), verifikasi produk, serta monitoring dan evaluasi secara berkala,” terangnya.
Dalam memastikan tidak adanya kontaminasi baik di pabrik maupun UMKM, Syarifa menegaskan bahwa tantangan terbesar justru ada pada komitmen industri itu sendiri dalam menerapkan SJPH secara konsisten.
Tanpa penerapan sistem yang benar, risiko terjadinya kontaminasi bahan haram akan tetap tinggi.
Ia menambahkan, dalam konteks mempercepat proses sertifikasi halal, bukan semata soal teknologi pengujian, melainkan penerapan SJPH yang benar.
Apabila industri disiplin dalam menerapkan SJPH, proses sertifikasi dapat berjalan lebih lancar dan terjamin kehalalannya tanpa perlu pengujian tambahan yang kompleks.
Syarifa menyoroti pentingnya kesadaran konsumen dalam memilih produk, terutama produk impor. Masyarakat harus lebih memahami dasar-dasar istilah bahan halal dan nonhalal.
Dengan memahami detail seperti itu, mereka bisa lebih cermat dalam meneliti bahan dan sertifikat produk sebelum mengkonsumsinya.
Penulis: Romadhona S.