Umsida.ac.id – Kewajiban Ibadah puasa yang dilaksanakan oleh setiap muslim, tidak hanya dapat menjadikan para pelaksananya sehat secara fisik, tetapi yang paling utama adalah sehat jiwanya.
Lihat juga: Tausiyah Spesial Ramadhan, Menyelami Makna Thaharah
Karena kesehatan jiwanya berakibat pula terhadap kesehatan fisiknya secara utuh sebagaimana diinspirasikan oleh Rasulullah dari sebuah hadits:
أَلَا وَإِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ، وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ، أَلَا وَهِيَ الْقَلْبُ
Artinya: “Ketahuilah bahwa di dalam jasad terdapat segumpal daging, apabila ia baik maka baiklah seluruh jasad, dan apabila ia rusak maka rusaklah seluruh jasad. Ketahuilah, segumpal daging itu adalah hati.” (HR. Bukhari (no. 52) dan Muslim (no. 1599)).
Ibadah puasa yang dilaksanakan akan menjadi latihan untuk mengendalikan syahwat dan menguasai sepenuhnya.
Pada waktu-waktu itulah seorang muslim menjalani sebuah latihan spiritual untuk menumbuhkan kesadaran dan keinginan dalam rangka melaksanakan tanggung jawabnya terhadap Allah, dirinya sendiri dan orang lain.
Ibadah puasa mempunyai banyak manfaat terhadap peningkatan kualitas dan kesehatan jiwa.
Sebab puasa merupakan pendidikan, pelurusan, penyembuhan berbagai penyakit jiwa dan merupakan sarana pelatihan melawan dan menundukkan hawa nafsu.
Hal ini bisa terjadi antara lain disebabkan oleh upaya menahan makan dan minum. Puasa Ramadan selama sebulan penuh laksana training center bagi jiwa dan rohani.
Siapa saja yang masuk ke dalamnya, maka ketika ia keluar dari sana, akan sehat secara lahir maupun batin.
Telah kita pahami bahwa perjalanan hidup manusia selalu diwarnai perjuangan untuk mencapai kesempurnaan tertinggi.
Perjuangan ini oleh sebagian Ulama’ disebut sebagai jihad besar (jihad al-akbar), karena perjuangan ini terjadi terus-menerus antara akal dan nafsu untuk menarik hati (qalb) masuk ke dalam kekuasaannya.
Tentu saja perjuangan ini tidak bisa disamakan dengan perjuangan mengangkat senjata melawan musuh-musuh Allah.
Seperti pada pesan moral yang diberikan oleh Rasulullah pada para sahabat setelah memperoleh kemenangan dalam perang Badar yakni:
رَجَعْنَا مِنَ الْجِهَادِ الْأَصْغَرِ إِلَى الْجِهَادِ الْأَكْبَرِ، قَالُوا: وَمَا الْجِهَادُ الْأَكْبَرُ؟ قَالَ: جِهَادُ النَّفْسِ
Artinya: “Kita telah kembali dari jihad kecil menuju jihad yang lebih besar. Mereka (para sahabat) bertanya: ‘Apakah jihad yang lebih besar itu?’ Rasulullah bersabda: ‘Jihad melawan diri sendiri (nafsu).'”
(keterangan Hadist: diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dalam kitab Az-Zuhd Al-Kabir dan Al-Khatib Al-Baghdadi dalam kitab Tarikh Baghdad dengan sanad yang lemah (dhaif), termasuk Ibn Hajar al-Asqalani dan Ibn Taymiyyah, menegaskan bahwa hadits ini tidak bisa dijadikan dasar hukum karena kelemahan dalam sanadnya.
Al-Hafiz Ibn Hajar dalam Tasdid al-Qaws mengatakan bahwa hadits ini tidak memiliki sanad yang kuat, sehingga hadits tersebut tidak memiliki dasar yang kuat dalam syariat, namun dapat digunakan hanya sebagai pesan moral)
Jika akal berhasil menarik hati (qalb) ke arahnya, maka diri akan cenderung kepada dunia spiritual yang abadi, dapat mengontrol dan memimpin nafsu serta mengendalikan kemarahan.
Dengan demikian ia dapat mengolah nilai-nilai yang telah dibimbing oleh wahyu dan menghindar dari kejahatan. Perjuangan inilah yang kita lakukan selama melaksanakan ibadah puasa di bulan Ramadan.
Tetapi jika nafsu yang berhasil menarik hati, maka diri akan cenderung kepada dunia materi yang bersifat sementara, memuaskan nafsu-nafsu hewaniah yang bersemayam di dalam diri.
Ibadah puasa yang diikuti dengan shalat dan do’a, akan berfungsi untuk menekan kekuatan nafsu dengan melemahkan responnya.
Manfaat Puasa untuk Kesehatan Jiwa
Puasa akan memperkuat kekuatan akal dan mental spiritual yang berpengaruh pada kesehatan jiwa. Dengan demikian orang yang berpuasa akan sehat bukan hanya jasmaninya tapi juga kesehatan jiwa dan ruhaninya.
Kesehatan jiwa ini harus dirawat agar tidak terserang penyakit hati lagi seperti penyakit hasad (iri, dengki), ujub (bangga diri), angkuh, sombong, riya’ (pamer) dan prasangka buruk.
Jiwa yang sehat akan berpengaruh terhadap aktivitas badaniyah yang menjadi bersih. Mulutnya bersih dari gossip, ghibah, fitnah, caci-maki dan sebagainya. Matanya bersih dari memandang yang dilarang.
Telinganya bersih dari mendengar kata-kata keji dan kotor. Tangannya bersih dari mengambil dari mengambil yang bukan haknya.
Kakinya bersih dari melangkah ke tempat-tempat yang mengundang murka Allah, dan seterusnya. Itu semua karena terbiasa hidup dengan jiwa yang sehat.
Sedangkan jiwa yang sudah sehat dibulan Ramadan ini perlu dirawat dengan cara berpuasa untuk menjaga keseimbangan spiritual, fisik, dan emosional.
Cara Menjaga Kesehatan Jiwa Saat Ramadan
Beberapa cara yang diajarkan oleh Rasulullah dalam menjaga kesehatan jiwa selama di bulan Ramadan ini meliputi:
-
Memperkuat Ikatan dengan Allah
Puasa di bulan Ramadan bukan hanya menahan lapar dan haus, tetapi juga kesempatan untuk memperkuat ikatan dengan Allah, mendekatkan diri kepada Allah dengan cara memperbanyak ibadah dan dzikir.
Rasulullah telah mengajarkan kepada kita untuk mendekatkan diri kepada Allah.
Beberapa di antaranya seperti istiqomah dalam mendirikan qiyamu lail (shalat tarawih), memperbanyak membaca al-Qur’an dan senantiasa berdzikir dan berdo’a untuk memberikan ketenangan batin serta memupuk rasa syukur dan ikhlas.
-
Latihan Mengendalikan Nafsu
Puasa sebagai tempat latihan untuk mengendalikan hawa nafsu, mengendalikan emosi dengan cara menghindari pertengkaran, sebagaimana telah diajarkan oleh Rasulullah.
“Jika seseorang mencaci maki atau ingin berkelahi denganmu, katakanlah: ‘Saya sedang berpuasa.'” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Serta mengendalikan amarah. Mengontrol emosi membantu menjaga keseimbangan mental dan menghindari stress. Allah Swt berfirman:
وَسَارِعُوْٓا اِلٰى مَغْفِرَةٍ مِّنْ رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمٰوٰتُ وَالْاَرْضُۙ اُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِيْنَۙ ١٣٣
الَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ فِى السَّرَّۤاءِ وَالضَّرَّۤاءِ وَالْكٰظِمِيْنَ الْغَيْظَ وَالْعَافِيْنَ عَنِ النَّاسِۗ وَاللّٰهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِيْنَۚ ١٣٤
- wa sâri‘û ilâ maghfiratim mir rabbikum wa jannatin ‘ardluhas-samâwâtu wal-ardlu u‘iddat lil-muttaqîn
- alladzîna yunfiqûna fis-sarrâ’i wadl-dlarrâ’i wal-kâdhimînal-ghaidha wal-‘âfîna ‘anin-nâs, wallâhu yuḫibbul-muḫsinîn
Artinya: Bersegeralah menuju ampunan dari Tuhanmu dan surga (yang) luasnya (seperti) langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang bertakwa (133).
(yaitu) orang-orang yang selalu berinfak, baik di waktu lapang maupun sempit, orang-orang yang mengendalikan kemurkaannya, dan orang-orang yang memaafkan (kesalahan) orang lain. Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebaikan. (134) –( QS Ali Imron [3]: 133-134).
-
Kesempatan Berbagi
Bulan yang mulia ini merupakan salah satu momen untuk memperbanyak berbagi kepada orang lain atas rizki yang diberikan oleh Allah Swt.
Pada bulan Ramadan Rasulullah selalu bersedekah, karena dengan bersedekah akan memperbaiki kesehatan jiwa sekaligus membahagiakan.
Sebagaimana dijelaskan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas.
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ أَجْوَدَ النَّاسِ، وَكَانَ أَجْوَدَ مَا يَكُونُ فِي رَمَضَانَ حِينَ يَلْقَاهُ جِبْرِيلُ، وَكَانَ جِبْرِيلُ يَلْقَاهُ فِي كُلِّ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ فَيُدَارِسُهُ الْقُرْآنَ، فَلَرَسُولُ اللَّهِ ﷺ أَجْوَدُ بِالْخَيْرِ مِنَ الرِّيحِ الْمُرْسَلَةِ
Artinya: “Rasulullah ﷺ adalah manusia yang paling dermawan, dan beliau lebih dermawan lagi di bulan Ramadan ketika Jibril menemuinya. Jibril menemuinya setiap malam pada bulan Ramadan untuk mendiskusikan Al-Qur’an. Rasulullah ﷺ lebih dermawan dalam kebaikan daripada angin yang berhembus.” (HR. Bukhari No. 1902 dan Muslim No. 2308)
-
Menjaga Lisan dan Pandangan
Selanjutnya, dengan menjaga lisan dan pandangan dari hal yang tidak bermanfaat juga bagian dari menjaga kesucian puasa. Rasulullah bersabda:
مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ، فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِي أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ
Artinya: “Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta dan perbuatan keji, maka Allah tidak butuh terhadap puasanya dari meninggalkan makan dan minumnya.” (HR. Bukhari No. 1903).
-
Memperbanyak Silaturahmi
Dengan silaturahmi, yakni mempererat hubungan dengan keluarga dan sesama di bulan Ramadan merupakan bentuk menjaga kesehatan jiwa. Rasulullah ﷺ bersabda:
لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ قَاطِعٌ
Artinya: “Tidak akan masuk surga orang yang memutuskan tali silaturahmi.” (HR. Bukhari No. 5984 dan Muslim No. 2556)
Dengan mengikuti kelima langkah-langkah tersebut, seseorang dapat menjaga kesehatan jiwa di bulan Ramadan sesuai dengan tuntunan Rasulullah saw.
Lihat juga: Ibadah Puasa, Perisai Bagi Godaan Lapar, Haus, dan Nafsu
Puasa bukan hanya soal menahan lapar dan haus, tetapi juga waktu untuk memperbaiki hubungan dengan Allah, menjaga kesehatan jiwa, mengendalikan emosi, memperbanyak amal, dan menjaga hubungan dengan sesama manusia.
Penulis: Penulis: Rahmad Salahuddin TP SAg MPdI