Umsida.ac.id – “Kaitannya dengan ilmu, ada 4 golongan manusia menurut Imam Al-Ghazali,” ujar Rektor Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida), Dr Hidayatulloh MSi saat menyampaikan materi Menyelaraskan Keseimbangan Ilmu dan Amal untuk Kesejahteraan Umat dalam Perspektif Agama melalui Kajian Ramadhan 1443 H, Kamis (14/4). Kegiatan ini dilakukan secara luring di Aula KH Mas Mansur, Kampus 1 Umsida.
Rektor Umsida itu melanjutkan, 4 golongan umat yang dimaksud adalah 1) Orang yang mengerti (berilmu) kalau dirinya mengerti, 2) Orang yang mengerti (berilmu) tapi tidak tahu kalau dirinya sudah tahu. “Kemudian ada orang yang tidak mengerti tapi mengerti kalau dirinya sudah tahu, dan ini golongan yang keempat yang paling buruk, ada orang yang tidak sadar kalau dirinya tidak mengerti,” ucapnya.
Dalam hal ini, Dr Hidayatulloh mengatakan, ilmu menjadi hal yang sangat penting di dunia, sebab orang yang berilmu akan mendapat pelajaran. “Karena itu jadilah kita ini orang yang berilmu, supaya jadi orang yang berilmu, maka kita harus haus akan ilmu,” tuturnya memberi pacuan semangat kepada audiens yang hadir pagi itu.
Kata rektor lulusan UINSA itu, pandangan islam terkait ilmu ialah Allah sebagai sumber kebenaran. Di dalam Al-Quran sendiri, terdapat ayat-ayat Allah yang membahas terkait 2 jenis keilmuan, yakni qauliyah dan kauniyah.”Ilmu qauliyah itu semua ilmu yang ada dalam Al-Quran dan Al-Hadist, sedangkan kauniyah adalah semua ilmu yang ada di alam semesta ini,” jelasnya.
Keduanya tidak perlu dibedakan, sebab keduanya adalah ilmu Allah. Dr Hidayatulloh mencontohkan, misalnya seperti para dosen yang mendalami ilmu sains dan teknologi atau ekonomi, keduanya termasuk ilmu kauniyah. “Bagaimana kita memanfaatkan ilmu qauliyah dengan kauniyah adalah dengan memadukan keduanya. Agar keilmuan kita ini fokus di ilmu-ilmu kauniyah tidak terasa kering. Banyak juga ilmu qauliyah yang membutuhkan supporting ilmu kauniyah,” lanjutnya.
Ia mengimbuhkan, ilmu kauniyah bisa lahir dari ilmu qauliyah. Misalnya seperti disebutkan dalam QS. Al-Baqarah ayat 282 yang artinya “Hai orang-orang yang beriman, jika kalian melakukan utang-piutang yang pembayarannya dilakukan pada waktu tertentu, hendaklah dilakukan pencatatan…”
“Dari situlah lahir ilmu akutansi, semua transaksi kemudian dicatat. Maka untuk memadukan interkorelasi, kita perlu melakukan pendekatan studi. Harapannya itu nanti melahirkan produk pengetahuan islam,” jelasnya.
Dalam konteks keilmuan, ia juga menambahkan bahwa ilmu yang tidak diamalkan seperti pohon yang tidak berbuah. “Artinya tidak memberi kebermanfataan, maka bapak ibu dosen tidak boleh berhenti hanya pada penelitian, namun bagaimana ilmu itu bisa diamalkan,” tuturnya. Sehingga nantinya ilmu pengetahuan bisa terus berkembang. “Pengetahuan ini tidak boleh berhenti pada pengetahuan saja, tapi sampai kepada pengamalan supaya pengetahuan yang kita miliki menjadi sangat baik,” imbuhnya. (Shinta Amalia/Etik)
*Humas Umsida