Umsida.ac.id – Maraknya penggunaan gawai dengan berbagai platformnya di masa pandemi memberikan dampak yang cukup besar pada berbagai sektor, “Diakui atau tidak dengan semakin berkembangnya dunia digital saat ini, memberikan dampak pada sosial, seperti fenomena baru-baru ini, tentu semua merasakan bahwa sosial media memberikan peluang-peluang baru untuk berbagai sektor, baik itu ekonomi, pendidikan, politik dan lain-lain”, tutur Hazim Hamid dalam acara Diskusi Publik “SOSIAL DILEMA: Masa Depan Ruang Publik di Era Digital”, yang diadakan oleh Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH), Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida), Senin (25/01).
Jumlah pengguna sosial media dari tahun 2017-2025 di prediksi mencapai 4.41 miliyar pengguna di seluruh dunia, padahal prediksi ini dilakukan sebelum datangnya Covid-19, kedepan jika masa pandemi tidak kunjung usai, angka prediksi pun akan bertambah lebih banyak. “Secara akumulatif, angka dalam hitungan juta di Indonesia mencapai 256,11 juta pengguna aktif soaial media, dan sampai Oktober 2020, facebook masih menduduki angka tertinggi yang memiliki 3 miliyar pengguna aktif, disusul debgan youtube dan whatApp,” ungkap Hazim.
Dengan berkembangnya dunia digital, tentu akan memberikan konsekuensi tertentu dan memiliki dampak bagi kehidupan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Beberapa dampak positif yang dihasilkan oleh dunia digital seperti munculnya peluang-peluang baru untuk berbagai sektor, “Kita tidak akan dapat membayangkan jika pandemi Covid-19 ini terjadi 20 tahun yang lalu, dimana perkembangan digital belum secanggih sekarang ini, dan sosial media belum menjadi pengantar tentang pola hidup baru, bisa dibayangkan bagaimana situasinya,” jelas salah satu dosen Umsida ini.
Saat ini, dengan perkembangan masyarakat yang modern, berfungsinya jejaring internet dengan mudah, dengan dibantu perkembangan sosial media yang semakin melejit, menjadikan pola adaptasi ketika oandemi datang relatif lebih mudah, meskipun ada beberapa tempat atau daerah yang mengalami dampak cukup signifikan. “Tentu hal ini akan menjadi prekondisi atau suatu kondisi yang setidaknya dapat mengurangi tingkat kefatalan dari sejumlah sektor, termasuk ekonomi dan pendidikan saat memasuki masa pandemi”, tuturnya.
Hal lain yang menarik dan perlu dikaji dalam banyak perspektif, baik itu sosial maupun ekonomi, bahwa dengan adanya sosial media yang semakin menggurita, telah menggeser satu paradigma yaitu ralitas dan identitas yang sebelumnya cenderung dikontruksi satu arah, bergeser menjadi co-contruction identity ke co-contruction reality.
Hazim menuturkan bahwa dengan semakin berkembangnya sosial media, terlahirlah banyak tokoh-tokoh dan orang-orang kaya baru yang mana hal ini belum di prediksi sebelumnya.
Selain itu sosial media juga menciptakan sebuah profesi tersendiri, yang menghasilkan orang-orang tenar, serta artis-artis baru yang awalnya hanyalah orang biasa.
Sebagaimana sebelumnya dunia digital telah menggeser suatu paradigma baru, dari hegemoni kontruksi ke kontruksi atas realitas, artinya jika hegemoni atau kontruksi realitas identitas satu arah, maka dunia dihital akan cenderung dimainkan oleh aktor-aktor politik dan pemwgang kekuasaan untuk mengendalikan rakyatnya. Sebagaimana telah terjadi di Indonesia berapa puluh tahun silam. “Apa yang kita tahu tentang dunia, kita hanya tahu dari kamera nedia, karena media saat itu dipakai atau diperalat untuk melanggengkan sebuah kekuasaan”, tutur Hazim.
Saat ini dengan berkembangnya sosial media konstruksi realitas dan identitas yang hegemoni telah bergeser dari pemegang kekuasaan ke konstruksi yang bersifat kolaboratif. Artinya, artinya masyarakat dan publik memiliki ruang dan kesempatan untuk membentuk dan membangun kolaborasi. Dimana masyarakat memiliki peran andil untuk ikut serta dalam penggunaan media dan mempunyai kesempatan untuk memegang kekuasaan.
“Dengan adanya sosial media ini, memungkinkan kita untuk berkolaborasi dan berpartisipasi, yang tidak lagi dikendalikan oleh satu arah (pemegang kekuasaan dan pemerintahan). Logikanya, saat ini semua orang bebas mau menjadi apa, untuk menemukan identitas dan jati dirinya,” tutur Hazim dalam diskusi publik tersebut,
“Sekarang kita tau, bahwa meskipun sosial media memiliki dampak negatif, namun dengan semakin majunya sosial media menjadikan kita memiliki ruang untuk berkolaborasi membentuk realitas dan identitas,” pungkasnya.
Ditulis: Rina Aditia DA
Edit : Anis Yusandita