Umsida.ac.id – Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida) kembali memiliki satu guru besar lagi. Prof Dr Drs Sriyono MM, baru saja diangkat menjadi profesor bidang ilmu Manajemen.
Lihat juga: Jadi Guru Besar, Wakil Rektor 1 Umsida Buat Road Map Karir Sejak S3
Gelar itu telah diberikan dalam Keputusan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia Nomor 60019/M/07/2024.
Dalam meraih gelar guru besar, dosen yang akrab disapa Prof Sri itu mengalami banyak lika-liku.
Selama perjalanan karirnya, dosen prodi Magister Manajemen Umsida itu mengaku bahwa jalannya menuju guru besar merupakan salah satu tantangan terbesar yang pernah ia alami.
Tantangan Saat Memproses Guru Besar
“Setelah jadi guru besar ini saya merasa bahwa Allah telah menuntun saya, dan menunjukkan bahwa memang inilah jalan yang seharusnya saya lewati,” ujarnya.
Menurutnya, tahapan menuju gelar guru besar ini cukup unik mengingat jurusan pendidikan tinggi yang telah ia tempuh tidak semuanya linier.
“Kan saya S1-nya jurusan Kimia. Ditambah lagi banyak yang bilang kalau saya tidak bisa mendapatkan gelar guru besar karena hal itu,” terang lulusan S3 Unair itu.
Akhirnya, imbuh Prof Sri, perlahan pemerintah mengeluarkan kebijakan bahwa ia tetap bisa mendapat gelar guru besar walau jurusan yang diambil tidak linier.
Kemungkinannya adalah jurusan S1 dan S3 yang linier, atau jurusan S2 dan S3 yang linier. Selama menjadi dosen, Prof Sri sangat rajin melakukan penelitian di berbagai bidang.
Jadi menurut Prof Sri, linieritas itu bagus, namun ada kelemahannya yaitu orang hanya mengetahui satu ilmu saja.
Ia menerangkan, “Setelah saya analisis, banyak orang yang lintas jurusan, justru memperkuat keilmuannya.”
Namun, saat ia beranjak dari jabatan lektor menjadi lektor kepala, ia disaranakn untuk fokus di satu bidang penelitian saja.
Ia mengatakan, “Jadi ketika saya sudah menjadi lektor kepala, saya hanya memiliki satu konsentrasi bidang penelitian yaitu tentang ilmu manajemen keuangan.”
Beberapa kriteria yang harus ia penuhi untuk mengajukan guru besar ini seperti jurusan dan bidang keilmuan yang selaras, yakni Manajemen. Lalu, semua aktivitas akademik harus sesuai dengan program studi. Dan yang terakhir yakni nilai yang cukup.
“Di guru besar ini, nilai minimal yang harus dimiliki adalah 850. Saya sendiri mendapat nilai 867,80,” terang Prof Sri.
Dosen yang telah menjadi Lektor Kepala sejak 2020 itu mengurus guru besar pada tahun 2022 dan memakan waktu dua tahun untuk mendapatkan hasilnya.
Di pengajuan pertama ia mendapatkan beberapa revisi hingga di pengajuan berikutnya persyaratan tersebut diterima.
Namun di tengah proses itu, terjadi perubahan kurikulum, perubahan sistem, kebijakan dosen, dan lainnya, hingga muncul sistem Sister yang menggantikan sistem sebelumnya yaitu Selancar.
Ketika sistem Selancar sudah tersinkron dengan Dikti, maka surat edaran itu sudah ia terima pada awal Januari lalu yang kemudian akhirnya surat keputusan guru besar itu turun.
Fokus Pembiayaan dan UMKM
Sejak menjadi lektor kepala, penelitian Prof Sri berfokus pada pembiayaan untuk UMKM dalam meningkatkan modal.
“Jadi saya sering membuat penelitian dan abdimas tentang literasi keuangan, atau bagaimana mengelola bisnis UMKM agar tidak tercampur dengan keuangan lainnya,” jelasnya.
Sampai saat ini, penelitian dan pengabdian masyarakat Prof Sri mengarah ke keuangan digital (fintech).
Di setiap abdimas, Prof Sri selalu menekankan bahwa berhutang bukanlah solusi untuk mengatur keuangan yang lebih baik. Selain itu, ia juga menekankan untuk mendahulukan kebutuhan di atas keinginan.
Hal tersebut terus ia gencarkan agar masyarakat melek keuangan, mengenal uang, dan bagaimana uang bisa digunakan dengan bijak.
Penelitian yang Paling Membekas
Selama menjadi lektor kepala hingga sekarang, Prof Sri hanya memiliki satu fokus penelitian saja. Sampai saat ini, Prof Sri memiliki sembilan artikel yang telah terindeks Scopus dengan tiga jurnal di antaranya sebagai author.
Namun, ada satu penelitian yang menurutnya sangat membekas, yaitu jurnal Q1 di Elsevier, yaitu jurnal ilmiah yang memiliki dampak paling besar dalam bidang tertentu sekaligus menjadi syarat khusus pengajuan guru besar.
“Kalau tidak karena itu, saya tidak akan bisa mendapat guru besar. Ini yang menjadi tonggak saya. Saat itu saya menjadi lektor kepala, dan artikel tersebut diterima,” terang anak pertama dari tiga bersaudara itu.
Dengan publikasi di level setinggi itu, tentu Prof Sri mengeluarkan biaya yang tidak sedikit. Namun, Umsida yang selalu mendorong dosennya untuk berkembang, meng-cover semua biaya penerbitan tersebut.
“Tak henti-henti saya mengucap syukur atas capaian saya kali ini Kampus ini memberi bantuan dan layanan untuk mendukung perkembangan dosen,” kata Prof Sri.
Selain itu, imbuhnya, semua direktorat yang ada di Umsida juga banyak membantu, seperti Perpustakaan, DPSDM, DRPM, dan lainnya.
“Dan jika ada kebijakan-kebijakan baru, Umsida selalu membimbing saya hingga berada di titik sekarang ini,” kata bapak dua anak itu.
Oleh karena itu, dosen Umsida harus memiliki keinginan yang kuat untuk berkembang karena Umsida mendukung penuh inovasi para dosen dari berbagai hal.
Prof Sri mengatakan, “Jadi menurut saya, kunci sukses itu ada dua, yaitu komunitas dan mendukung dan kemauan diri sendiri.”
Lihat juga: Rekam Jejak Dr Tarman Hingga Resmi Jadi Guru Besar Umsida
Setelah menjadi guru besar, ia berharap bisa mengajak dosen lainnya untuk rajin melakukan penelitian dan pengabdian masyarakat.
Penulis: Romadhona S.