Umsida.ac.id – Demi mewujudkan lingkungan pendidikan yang ramah gender, Pusat Studi Gender, dan Perlindungan Anak (PSGPA) Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida) mengadakan kegiatan Pelatihan Sekolah Dasar Responsif Gender di Aula KH Mas Mansur, Kampus 1 Umsida, Selasa (17/5/2022). Kegiatan berlangsung selama 3 hari berturut-turut mulai 17 – 19 Mei 2022.
Bertujuan untuk memberikan edukasi kepada pemegang peranan penting dalam dunia pendidikan, kegiatan ini dihadiri oleh Wakil Rektor 3 Umsida Eko Hardiansyah MPsi Psikolog, Kepala Bidang Mutu Pendidikan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Sidoarjo, tim Inovasi untuk Sekolah Indonesia (INOVASI) Pusat Jakarta, 10 Kepala SD, 10 Staf SD, dan 40 guru SD Negeri dan Swasta se-Sidoarjo.
Wakil Rektor 3 Umsida Eko Hardiansyah MPsi Psikolog menyambut baik upaya tim PSGPA Umsida dalam menyusun modul untuk sekolah dasar responsif gender. “Kami berharap kegiatan ini bisa memberikan manfaat yang betul-betul bisa dirasakan oleh masyarakat, bagaimana keadilan dan kesetaraan gender bisa terimplementasikan dengan baik. Kedepan kita tidak lagi ingin melihat anak-anak perempuan termajinalkan, merasa terpinggirkan karena kurang pemahaman kita,” tuturnya.
Selain itu,Eko berharap agar kelak anak-anak bisa tumbuh menjadi anak-anak yang bermanfaat bagi masyarakat. Hal Itu bisa terselenggara dengan baik, lanjut Eko, jika masyarakat di Indonesia memiliki pemikiran terbuka dan kesamaan perspektif bahwa antara perempuan dan laki-laki memiliki potensi yang sama untuk bisa membuat sebuah perubahan.
“kita sudah siapkan PSGPA sejak tahun 2017 dan ini merupakan suatu bukti bahwa Umsida ingin menjadi centre of gender study, sehingga dari sini akan lahir produk-produk intelektual yang kami berharap bisa menjadi pintu masuk bagi perubahan masyarakat,” jelasnya.
Sementara itu, Neti, Kepala Bidang Mutu Pendidikan Dinas Pendidikan dan Kebudayaaan Kabupaten Sidoarjo mengatakan, sekolah responsif gender menjadi program yang sangat relevan dengan implementasi kurikulum merdeka oleh Kemendikbud (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan).
Pada tahun ajaran 2022-2023 terdapat 556 SD Negeri dan Swasta di Kabupaten Sidoarjo yang melaksanakan kurikulum merdeka secara mandiri dan sebanyak 20 SD termasuk sekolah penggerak. “Kita sudah mencapai 94% yang melaksanakan kurikulum merdeka,” tuturnya.
Lebih lanjut, ia mengungkap perhatian masyarakat terhadap responsif gender dalam kurikulum merdeka sangat luar biasa. Neti melanjutkan, studi responsif gender diterapkan dalam pembelajaran berdiferensiasi. “Pembelajaran berdiferensiasi ini memperhatikan kesiapan belajar, sosial budaya, profil dan minat,” ungkapnya.
Menurutnya, para guru bisa melaksanakan responsif gender melalui upaya memfasilitasi para siswa dengan kemampuan berbeda-beda, khususnya bagi siswa inklusi. Neti juga menyebut, kesamaan fasilitas juga perlu diberikan dari segi gaya belajar mereka, misalnya anak-anak yang memiliki kecenderungan gaya belajar audio, visual, maupun kinestetik.
Selain itu, tidak hanya dari proses pembelajarannya saja. Neti mengatakan, UNESCO (United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization) memiliki 3 pilar untuk melaksanakan pendidikan yang memfasilitasi perbedaan gender, di antaranya akses pemerataan pendidikan, kualitas pendidikan, dan manajemen. “Jadi manajemen itu bagaimana sekolah memberikan kesempatan yang sama baik kepada guru, karyawan, siswa, laki-laki ataupun perempuan dari berbagai latar belakang untuk berhak mengambil keputusan yang ada di sekolah,” tuturnya.
Dengan demikian, melalui kegiatan ini, Eko Hardiansyah juga berharap agar nantinya bisa terlaksana diseminasi secara lebih luas dan kegiatan responsif gender bisa masuk dalam kurikulum Program Studi (Prodi) Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) Umsida. “Kita berharap semua lulusan PGSD Umsida bisa menjadi guru yang responsif gender,” tandasnya. (Shinta Amalia Ferdaus/etik)
*Humas Umsida